URGENSI
KHILAFAH
DALAM MERPERSATUKAN
UMAT
MAKALAH
Diajukan
untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata
Kuliah
Seminar Pendidikan Agama Islam
Dosen
Dra. Hj. Titing Rohayati, M. Pd.
Oleh:
Dellena
Alfianeu (1105557)
Iin Muharomah (1102452)
Nurainun
Thoyibah (1103782)
V B PG-PAUD
PROGRAM STUDI
PENDIDIKAN GURU PENDIDIKAN ANAK USIA DINI
KAMPUS CIBIRU
UNIVERSITAS
PENDIDIKAN INDONESIA
BANDUNG
2013
KATA
PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat
Allah swt. karena, berkat rahmat dan hidayah-Nya penulis mampu menyelesaikan
makalah yang berjudul “Urgensi Khilafah dalam Mempersatukan Umat.”
Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Seminar Pendidikan Agama Islam.
Pada saat ini kesatuan umat
merupakan tantangan terbesar yang harus ditingkatkan, sehingga benar-benar
menjadi kesatuan. Padahal sejarah mencatat bahwa kesatuan umat dapat
diwujudkan, bahkan dalam satu kekuasaan islam yaitu khilafah islam. Dalam hal
ini banyak umat islam yang tidak memahami pentingnya khilafah dalam persatuan
umat. Padahal sangatlah perlu kiranya mengetahui bagaimana sejarah kekhilafahan
pada masa Khilafaur Rasyidin? Kenapa khilafah
bisa berakhir? Bagaimana dampaknya? dan sikap seperti apa yang harus dimiliki umat
dalam menghadapi ketidak digunakannya kekhilafahan? Pertanyaan inilah yang akan
menjadi fokus makalah yang disusun penulis. Semoga dengan uraian yang
komprehensif ini, diharapkan dapat meningkatkan pemahaman tentang urgensi
khilafah dalam mempersatukan umat.
Penulis menyadari bahwa selama penulisan
makalah ini penulis banyak mendapatkan bantuan dari berbagai pihak yang tidak
bisa penulis sebut satu persatu. Oleh sebab itu, penulis mengucapkan terima
kasih dan semoga Allah swt. memberikan balasan yang berlipat ganda.
Makalah ini bukanlah karya yang sempurna
karena masih memiliki banyak kekurangan, baik dalam hal isi maupun sistematika
dan teknik penulisannya. Oleh sebab itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan
saran yang membangun demi kesenpurnaan makalah ini. Akhirnya semoga makalah ini
bisa memberikan manfaat bagi penulis dan pembaca.
Bandung, 9 September 2013
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................... 1
A. Latar
Belakang ............................................................................................... 1
B. Rumusan
Masalah .......................................................................................... 3
C. Tujuan
Penulisan Makalah ............................................................................ 3
D. Manfaat
Penulisan Makalah .......................................................................... 3
E. Metode
Penulisan Makalah ........................................................................... 3
F. Sistematika
Penulisan Makalah..................................................................... 4
BAB II KAJIAN TEORI...................................................................................... 5
BAB III URGENSI
KHILAFAH DALAM MEMPERSATUKAN UMAT....... 11
A. Kekhilafahan
pada Masa Khilafaur Rasyidin............................................... 11
B. Penyebab
Berakhirnya Sistem Khilafah........................................................ 15
C.
Dampak Berakhirnya Sistem Khilafah.......................................................... 18
D.
Sikap Umat Islam Saat Ini dengan tidak
Menggunakan Sistem Kekhilafahan 19
BAB IV PENUTUP 24
A. Kesimpulan
.................................................................................................... 24
B. Saran
.............................................................................................................. 24
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Di era globalisasi
saat ini, salah satu yang menjadi tantangan umat islam di tanah air ataupun
dunia adalah mempersatukan umat islam, sayangnya hal tersebut sangat sulit
untuk diwujudkan. Fakta membuktikan bahwa umat islam saat ini terpecah belah,
terkotak-kotak, menganggap bahwa masing-masing berbeda antara satu dengan yang
lainnya.
Padahal persatuan
umat merupakan hal yang mutlak harus ditegakan. persatuan merupakan salah satu
nikmat yang besar dari Allah swt., yang harus senantiasa disyukuri dan
dipelihara sebaik-baiknya. Bagaimana tidak, bahwa dengan persatuan maka akan semakin
menguatkan dan mengokohkan islam dalam menghadapi musuh-musuhnya. Dengan
demikian apabila dalam lingkup umat islamnya saja terpecah belah, maka bagaimana
kekuatan yang akan dimiliki terkokohkan. Sebagaimana Allah swt. berfirman dalam
Q. S. Al-imran: 103.
(#qßJÅÁtGôã$#ur È@ö7pt¿2 «!$# $YèÏJy_ wur (#qè%§xÿs? 4 (#rãä.ø$#ur |MyJ÷èÏR «!$# öNä3øn=tæ øÎ) ÷LäêZä. [ä!#yôãr& y#©9r'sù tû÷üt/ öNä3Î/qè=è% Läêóst7ô¹r'sù ÿ¾ÏmÏFuK÷èÏZÎ/ $ZRºuq÷zÎ) ÷LäêZä.ur 4n?tã $xÿx© ;otøÿãm z`ÏiB Í$¨Z9$# Nä.xs)Rr'sù $pk÷]ÏiB 3 y7Ï9ºxx. ßûÎiüt6ã ª!$# öNä3s9 ¾ÏmÏG»t#uä ÷/ä3ª=yès9 tbrßtGöksE ÇÊÉÌÈ
Artinya:
Dan berpeganglah kamu semuanya kepada
tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat
Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, Maka Allah
mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah, orang-orang
yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan
kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar
kamu mendapat petunjuk. (Q. S. Al Imran: 103).
Selain itu, pada
dasarnya islam adalah rahmatan lilalamin
yaitu rahmat bagi seluruh alam. Namun demikian hal ini bisa diwujudkan apabila
umat mampu bersatu dan menjalankan islam secara kaffah.
Sejarah membuktikan
bahwa kesatuan umat dapat diwujudkan, bahkan dalam satu kekuasaan islam yaitu
khilafah islam. Awalnya pada masa nabi Muhamad saw, beliau mampu menyatukan dua
negara yang pada saat itu telah berperang selama ratusan tahun. Pada masanya,
semua permasalahan berada pada satu orang yaitu beliau. Begitupun setelah
beliau wafat, persatuan bahkan penyebaran islam semakin luas, yang pada saat itu
semua permasalahan digantikan kepemimpinannya oleh para Khulafaur Rasyidin yaitu pemimpin pemerintahan yang adil dan benar
yang merupakan sahabat-sahabat dari Rasulullah. Mereka adalah Abu Bakar, Umar
bin Khattab, Usman bin Affan, dan Ali bin Abu Thalib. Kepemimpinan Khulafaur Rasyidin berlangsung selama 30
tahun, yang kemudian dilanjutkan pada masa Bani Umayyah, Bani Abbasyiah sampai
Turki Ismani, yang pada saat ini khilafah islam mulai menimbulkan bibit
perpecahan. Lalu sejak saat itu kekhalifahan berakhir, karena saat itu para
penguasa berebut tahta kekhilafahan dan kecintaan mereka pada dunia melebihi
kecintaannya terhadap Allah, sehingga dalam hal ini kepercayaan umat terhadap
khilafah menjadi terkikis. Selanjutnya para umat lebih mempercayakan
kepemimpinan kepada penguasa-penguasa di negaranya. Dalam hal ini secara tidak
langsung kesatuan umat menjadi terpecah belah, begitupun dengan sistem khilafah
menjadi tidak dipergunakan lagi.
Dari sejarah
tersebut, maka dapat dikatakan bahwa salah satu upaya untuk mewujudkan
persatuan umat, diperlukan kepemimpinan islam (khilafah) yang benar-benar kaffah untuk menjadi pegangan guna
memelihara dan menjaga keutuhan dan kesatuan umat. Namun demikian banyak umat
islam sendiri yang kurang memahami hal ini.
Berdasarkan uraian
di atas maka perlu disusun sebuah makalah yang mampu menambah wawasan dan
pemahaman dalam upaya menegakan persatuan umat. Adapun dalam hal ini penulis
menyusun sebuah makalah yang berjudul “Urgensi Khilafah dalam Mempersatukan
Umat”
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas
penulis merumuskan rumusan masalah
sebagai berikut:
1.
Bagaimana kekhilafahan pada masa Khulafaur Rasyidin?
2.
Bagaimana penyebab berakhirnya sistem
kekhilafahan?
3.
Bagaimana dampak dari berakhirnya sistem
khilafah?
4.
Bagaimana sikap umat islam saat ini
dengan tidak menggunakan sistem kekhilafahan?
C. Tujuan Penulisan
Makalah
Sejalan
dengan rumusan masalah di atas maka penulis menentukan tujuan penulisan makalah
sebagai jalan untuk mengetahui dan
mendeskripsikan:
1.
Kekhilafahan pada masa Khulafaur Rasyidin.
2.
Penyebab berakhirnya sistem
kekhilafahan.
3.
Dampak dari berakhirnya sistem khilafah.
4.
Sikap umat islam saat ini dengan tidak menggunakan
sistem kekhilafahan.
D. Manfaat Penulisan Makalah
Makalah ini disusun
dengan harapan memberikan kegunaan, baik secara teoritis maupun secara praktis.
Secara teoritis makalah ini berguna sebagai pengetahuan mengenai urgensi khilafah dalam mempersatukan umat
, secara praktis makalah ini diharapkan bermanfaat bagi :
1.
penulis, sebagai penambah pengetahuan
mengenai urgensi khilafah dalam mempersatukan umat.
2.
pembaca, sebagai media informasi
mengenai urgensi khilafah dalam mempersatukan umat.
E. Metode Penulisan Makalah
Makalah
ini disusun dengan menggunakan metode
deskriptif. Artinya melalui metode ini penulis akan menguraikan permasalahan
yang dibahas secara jelas dan komprehensif. Data teoritis dalam makalah ini dikumpulkan malalui
studi pustaka, artinya penulis mengambil data melalui kegiatan membaca berbagai
literatur yang relevan dengan tema makalah. Data tersebut diolah dengan teknik analis isi melalui kegiatan
mengeksposisiskan data serta mengaplikasikan data tersebut dalam konteks tema
makalah.
F. Sistematika Penulisan Makalah
Kata Pengantar, Daftar Isi, Bab I
Pendahuluan (Latar Belakang, Rumusan Masalah, Tujuan Penulisan Makalah, Manfaat
Penulisan Makalah, Metode Penulisan Makalah, Sistematika Penulisan Makalah),
Bab II Kajian Teori, Bab III Urgensi Khilafah dalam Mempersatukan Umat, Bab IV
(Kesimpulan, Saran).
BAB II
KAJIAN TEORI
A.
Definisi
Khilafah
Ajaran islam
sangatlah lengkap dan terperinci, seluruh aspek kehidupan tercantum didalamnya,
termasuk aspek yang berkaitan dengan hubungan antar umat, termasuk di dalamnya
ada yang dikenal dengan kekhilafahan. Berikut disajikan beberapa pengertian
khilafah menurut para ahli.
Tim Dosen Pendidikan Agama Islam
UPI (2004: 25) menyatakan bahwa khilafah adalah “konsep pemerintahan dalam islam yang
dipimpin oleh seorang khalifah.
Adapun yang
dimaksud khalifah menurut Departemen Agama RI, Tim Tashih DEPAG (1991: 87)
menyatakan bahwa “khalifah berarti seseorang yang dijadikan pengganti dari yang
lain atau seorang yang dibeberi wewenang untuk bertindak dan berbuat sesuai
dengan ketentuan dari yang memberi wewenang. “
Sejalan dengan
pengertian di atas Yatim, Badri (2008: 37) mengemukakan bahwa khalifah
adalah “pemimpin yang diangkat
sesudah nabi wafat untuk menggambarkan beliau melanjutkan tugas-tugas sebagai
pemimpin agama
dan kepala pemerintahan.”
Lebih lanjut Drs
H Inu Kencana Syafi’ie, M. Si (2004: 140) mengemukakan
“khilafah menurut bahasa berarti penggantian.
Istilah khilafah ialah penggantian terhadap diri Rosulallah saw dalam menjaga
dan memelihara agama serta mengatur urusan dunia.”
Berdasarkan
pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa khilafah adalah konsep pemeritah islam
yang dipimpin khalifah untuk melanjutkan tugas-tugas Rasulullah dalam menjaga
dan memelihara agama serta mengatur urusan dunia. Sedangkan khalifah adalah
pemimpin yang menggantikan Rasulullah.
Adapun dalam islam
itu ada yang dikenal dengan Khulafaur
Rasyidin. Menurut Tim Dosen Pendidikan Agama
Islam UPI (2004: 27) menyatakan bahwa Khulafaur
Rasyidin diartikan “khalifah-khalifah yang dapat dipercaya.”
B.
Dalil
mengenai Fenomena Terpecah Belahnya Umat dan Solusinya
Saat ini tidak
dapat dipungkiri lagi bahwa umat islam sudah terpecah belah, dan bahkan sudah
terkotak-kotak yang kemudian melahirkan berbagai golongan. Munculnya golongan,
berarti ada perbedaan satu sama lain, khususnya mengenai pemahaman dan pendapat
masing-masing yang menganggap bahwa golongannya yang benar dan yang lain salah.
Firman Allah dalam Q. S. Almu’minun, 23: 53
(#þqãè©Üs)tGsù OèdtøBr& öNæhuZ÷t/ #\ç/ã ( @ä. ¥>÷Ïm $yJÎ/ öNÍköys9 tbqãmÌsù ÇÎÌÈ
Artinya: Kemudian mereka
(pengikut-pengikut Rasul itu) menjadikan agama mereka terpecah belah menjadi
beberapa pecahan. tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada
sisi mereka (masing-masing). (Q. S. Almu’minun, 23: 53).
Begitupun dengan
firman allah dalam Q.S. Ar-Rum 31-32:
* tûüÎ6ÏYãB Ïmøs9Î) çnqà)¨?$#ur (#qßJÏ%r&ur no4qn=¢Á9$# wur (#qçRqä3s? ÆÏB tûüÅ2Îô³ßJø9$# ÇÌÊÈ `ÏB úïÏ%©!$# (#qè%§sù öNßguZÏ (#qçR%2ur $YèuÏ© ( @ä. ¥>÷Ïm $yJÎ/ öNÍköys9 tbqãmÌsù ÇÌËÈ
Artinya: Dengan kembali bertaubat kepada-Nya dan
bertakwalah kepada-Nya serta dirikanlah shalat dan janganlah kamu Termasuk
orang-orang yang mempersekutukan Allah,.Yaitu
orang-orang yang memecah-belah agama mereka dan mereka menjadi
beberapa golongan. tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada
golongan mereka.(Q.S. Ar-Rum 31-32).
Dalam hal ini,
maksudnya adalah bahwa orang-orang yang memecah agama itu termasuk orang-orang
yang mempersekutukan Allah, meninggalkan agama tauhid dan menganut berbagai kepercayaan
menurut hawa nafsu mereka.
Dari uraian di atas
dapat disimpulkan bahwasannya keterpecahbelahan umat terjadi karena perbedaan
pemahaman yang dilandasi egoisme masing-masing golongan, menganggap golongannya
benar dan yang lain salah. Padahal seharusnya mereka kembali dan hanya berpegang
kepada agama Allah. Yang kemudian hanya Allahlah yang dapat menyatukannya.
Firman Allah dalam Q. S. Al Imran: 103
(#qßJÅÁtGôã$#ur È@ö7pt¿2 «!$# $YèÏJy_ wur (#qè%§xÿs? 4 (#rãä.ø$#ur |MyJ÷èÏR «!$# öNä3øn=tæ øÎ) ÷LäêZä. [ä!#yôãr& y#©9r'sù tû÷üt/ öNä3Î/qè=è% Läêóst7ô¹r'sù ÿ¾ÏmÏFuK÷èÏZÎ/ $ZRºuq÷zÎ) ÷LäêZä.ur 4n?tã $xÿx© ;otøÿãm z`ÏiB Í$¨Z9$# Nä.xs)Rr'sù $pk÷]ÏiB 3 y7Ï9ºxx. ßûÎiüt6ã ª!$# öNä3s9 ¾ÏmÏG»t#uä ÷/ä3ª=yès9 tbrßtGöksE ÇÊÉÌÈ
Artinya: Dan berpeganglah kamu
semuanya kepada tali (agama) Allah secara berjamaah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah
akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah)
bermusuh-musuhan, Maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena
nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang
neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah
menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk. (Q. S. Al Imran: 103)
Adapun dalam surat
lain, apabila Allah menghendaki maka semua
manusia itu akan beriman dan merupakan umat yang satu, tetapi kebijakasanaan yang diambilNya menyerahkan
urusan iman dan kufur kepada pribadi manusia sendiri, masing-masing
bebas menentukan kemauannya sendiri, namun demikian ketika manusia menentukan
kekufuran dan tidak mengikuti petunjuk Rasulullah maka mereka akan celaka dan
menyesali diri sendiri. Sebagaimana firman Allah dalam Q.S. As Syuura, 8: 42
öqs9ur uä!$x© ª!$# öNßgn=yèpgm: Zp¨Bé& ZoyÏnºur `Å3»s9ur ã@Åzôã `tB âä!$t±o Îû ¾ÏmÏFuH÷qu 4 tbqçHÍ>»©à9$#ur $tB Mçlm; `ÏiB <cÍ<ur wur AÅÁtR ÇÑÈ
Artinya: Dan kalau Allah
menghendaki niscaya Allah menjadikan mereka satu umat (saja), tetapi Dia
memasukkan orang-orang yang dikehendaki-Nya ke dalam rahmat-Nya. dan
orang-orang yang zalim tidak ada bagi mereka seorang pelindungpun dan tidak
pula seorang penolong. (As Syuura, 8: 42).
Adapun dalam hal
ini, sejarah mengatakan bahwa kesatuan umat pernah diwujudkan, bahkan dalam
satu kekuasaan islam yaitu khilafah. Hal ini dibuktikan dengan kepemimpinan Rasulullah
yang mampu memepersatukan negara yang sudah mengalami peperangan. Begitupun
setelah Rasulullah wafat, persatuan bahkan penyebaran islam semakin luas. Pada
kekhilafahan dalam sejarah islam di mulai. Pada saat ini kekhilafahan di
serahkan pada khalifah-khalifah yang dikenal dengan Khilafaur Rasyidin artinya khalifah-khalifah yang dapat dipercaya (Tim
Dosen Pendidikan Agama Islam UPI:
2004, 27).
Adapun firman Allah dalam Q.S. Al-Baqarah, 2: 30.
øÎ)ur tA$s% /u Ïps3Í´¯»n=yJù=Ï9 ÎoTÎ) ×@Ïã%y` Îû ÇÚöF{$# ZpxÿÎ=yz ( (#þqä9$s% ã@yèøgrBr& $pkÏù `tB ßÅ¡øÿã $pkÏù à7Ïÿó¡our uä!$tBÏe$!$# ß`øtwUur ßxÎm7|¡çR x8ÏôJpt¿2 â¨Ïds)çRur y7s9 ( tA$s% þÎoTÎ) ãNn=ôãr& $tB w tbqßJn=÷ès? ÇÌÉÈ
Artinya: Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Para
Malaikat: "Sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka
bumi." mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah)
di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah,
Padahal Kami Senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan
Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya aku mengetahui apa yang tidak
kamu ketahui." (Q.S. Al-Baqarah,
2: 30).
Dari ayat tersebut,
dapat dilihat bahwa Allah swt. membenarkan ucapan dari malaikat, namun demikian
bahwa apa-apa yang akan dilakukan Allah swt. adalah berdasarkan pengetahuan dan
hikmat Nya yang Maha Tinggi walaupun tak dapat diketahui oleh para malaikat,
termasuk pengangkatan nabi Adam a.s menjadi khalifah di bumi.
Adapun yang
dimaksud dengan ke khalifahan nabi a.s di bumi adalah kedudukannya sebagai
khalifah atau wakil Allah swt. di bumi ini, untuk melaksanakan
perintah-perintahnya dan memakmurkan bumi serta memanfaatkan segala apa yang
ada padanya. Dari pengertian ini lahirlah ungkapan yang mengatakan bahwa manusia
adalah khalifatullah di bumi (Departemen Agama RI, Tim Tashih DEPAG) : 1991,
87.
Ayat ini juga
merupakan dalil yang mewajibkan umat memilih dan mengangkat seorang pemimpin
tertinggi sebagai tokoh pemersatu antara seluruh kaum muslimin yang dapat
memimpin umat untuk melaksanakan hukum-hukum Allah swt. di bumi ini.
Selain itu,
kewajiban dari khalifah sebagai pelaksana khilafah juga harus benar-benar
ditegakan diantaranya melaksanakan perintah-perintah Allah dan menjauhi segala
larangannya, jangan mengikuti hawa nafsu, serta mampu memakmurkan bumi, Adapun
firman Allah dalam Q.S. Shaad, 38: 26
ß¼ãr#y»t $¯RÎ) y7»oYù=yèy_ ZpxÿÎ=yz Îû ÇÚöF{$# Läl÷n$$sù tû÷üt/ Ĩ$¨Z9$# Èd,ptø:$$Î/ wur ÆìÎ7®Ks? 3uqygø9$# y7¯=ÅÒãsù `tã È@Î6y «!$# 4 ¨bÎ) tûïÏ%©!$# tbq=ÅÒt `tã È@Î6y «!$# öNßgs9 Ò>#xtã 7Ïx© $yJÎ/ (#qÝ¡nS tPöqt É>$|¡Ïtø:$# ÇËÏÈ
Artinya: Hai Daud, Sesungguhnya Kami menjadikan kamu khalifah
(penguasa) di muka bumi, Maka berilah keputusan (perkara) di antara manusia
dengan adil dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, karena ia akan menyesatkan
kamu dari jalan Allah. Sesungguhnya orang-orang yang sesat darin jalan Allah
akan mendapat azab yang berat, karena mereka melupakan hari perhitungan. (Q.S. Shaad, 38:
26).
Selanjutnya apabila
khalifahnya sudah benar-benar menjalankan kewajibannya, maka umat harus
senantiasa taat kepadanya. Sesuai dengan sabda Rasulullah saw. yang artinya “Barang siapa yang taat kepadaku, maka
sungguh ia taat kepada Allah dan barang siapa yang memaksiati aku maka sungguh
ia telah memaksiati Allah. Barang siapa yang mentaati amirku maka sungguh ia
telah mentaati aku dan barang siapa yang memaksiati amirku maka sungguh ia
telah memaksiati aku”. (HR. Al-Bukhari dari Abi Hurairah, Shahih dalam
Kitabul Ahkam: IX/77. Dalam riwayat Ibnu Majah), sumber: (http://125.164.221.44/hadisonline/hadis9/kumpulan_open.php?category=mutawatir&imam=muslim&nohdt=3418&page=79.)
Begitu pun dengan
firman Allah swt .dalam Q. S An Nisa, 3: 59.
$pkr'¯»t tûïÏ%©!$# (#þqãYtB#uä (#qãèÏÛr& ©!$# (#qãèÏÛr&ur tAqߧ9$# Í<'ré&ur ÍöDF{$# óOä3ZÏB ( bÎ*sù ÷Läêôãt»uZs? Îû &äóÓx« çnrãsù n<Î) «!$# ÉAqߧ9$#ur bÎ) ÷LäêYä. tbqãZÏB÷sè? «!$$Î/ ÏQöquø9$#ur ÌÅzFy$# 4 y7Ï9ºs ×öyz ß`|¡ômr&ur ¸xÍrù's? ÇÎÒÈ
Artinya: Hai orang-orang yang
beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri (yang
terpilih) di
antara kamu. kemudian jika kamu berlainan Pendapat tentang sesuatu, Maka
kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu
benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih
utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. (Q. S An Nisa, 3: 59)
Dari ayat tersebut menunjukan
bahwa salah satu yang harus dilakukan umat adalah taat kepada Allah swt. dan
taat Rasulullah serta kepada ulil amri (pemimpin) yang terpilih. Artinya
ketaatan kepada pemimpin itu sangat dibatasi dan boleh dilakukan apabila
kepemimpinannya sesuai dengan hukum-hukum Allah dan Rasullullah, sejalan dengan
Al-Qur’an dan Hadist. Begitu pun ketikan para umat berlainan pendapat, maka
kembalikanlah hal tersebut kepada Allah (Al-Qur’an) dan Rasulullah (hadist).
BAB III
URGENSI KHILAFAH DALAM MEMPERSATUKAN UMAT
A. Kekhilafahan pada Masa Khulafaur Rasyidin
Pada
mulanya islam hadir dibawa oleh seorang Rasul
yakni nabi Muhamad saw. Pada saat itu islam hadir sebagai solusi semua
permasalahan kehidupan, dan semua permasalahan berada pada satu orang yaitu
nabi Muhamad saw. Salah satu
permasalahan yang mampu dipecahkan pada masa ini adalah perpecahan umat, yaitu dengan
kekuatan islam dan akhlaknya yang luhur Beliau mampu menyatukan dua negara (Aus
dan Kharaj) yang mengalami peperangan selama beratus-ratus tahun, bisa
disatukan oleh islam yang dalam hal ini kepemimpinan dipimpin oleh Rasulullah.
Begitu pun setelah Rasulullah wafat, persatuan dan
pernyebaran semakin luas. Pada saat itu semua permasalahan digantikan
kepemimpinannya oleh para Khulafaur
Rasyidin yaitu khalifah-khalifah yang adil dan benar (dapat dipercaya).
Mereka adalah Abu Bakar, Umar bin Khattab, Usman bin Affan, dan Ali bin Abu
Thalib, merekalah empat khalifah awal dalam sejarah islam yang dapat dijadikan
panutan umat dalam kepemimpinannya, karena cara kepemimpinan mereka adalah
satu-satunya cara yang benar bagi penggantian kedudukan Rasulullah menurut
pandangan kaum muslimin.
Adapun ciri-ciri kepemimpinan pada masa Khulafaur Rasyidin ini adalah sebagai
berikut.
1. Khalifah
berdasarkan Pemilihan
Kekhalifahan merupakan
masalah yang paling urgen setelah wafatnya Rasulullah, pada masa itu masyarakat
islam membutuhkan sosok pemimpin baru, karena tanpa kehadiran seorang pemimpin,
wilayah kekuasaan islam akan mudah
hancur/ terpecah belah kembali. Di samping itu kekhawatiran adanya serangan
dari bangsa lain membuat stabilitas keamanan umat saat itu terancam. Namun di
sisi lain nabi Muhamad saw. di akhir hayatnya tidak meninggalkan wasiat tentang
siapa yang akan meneruskan perjuangan menjadi khalifah dan penyebaran agama ke
seluruh dunia.
Kejadian si atas
direspon oleh kaum Anshor (Aus dan Kharaj) yang hampir memilih pemimpinnya,
mereka merasa paling berhak untuk dijadikan pengganti Rasulullah., karena atas
jasa mereka umat islam bisa berjaya hingga saat itu, yaitu perannya yang
meminta agar Nabi dan kaum Muhajirin datang ke kota Yastrib agar perseteruan
antara negara (Aus dan Kharaj) berhenti, sebab apabila peperangan tersebut
berlanjut maka kedua suku tersebut akan punah.
Adapun meskipun
demikian berdasarkan tradisi wacana saat itu bahwa yang berkualitas memimpin
pada masa Rasulullah adalah kaum Quraisy, dengan argumen sabda nabi bahwa
kepemimpinan berada di tangan Quraisy. Argumen tersebut selanjutnya diterima
oleh kaum Anshor. Selain itu juga Abu Bakar dipercaya khalifah yang sangat
tepat untuk dipilih karena Rasulullah pun sering meminta untuk digantikan
perannya, misalnya ketika Rasulullah sakit maka Abu Bakar lah yang dipercayakan
untuk menggantikan Rasulullah untuk menjadi imam solat. Berdasarkan alasan-alasan
tersebut, pada akhirnya secara aklamasi dimajukan oleh Umar untuk memilih
khalifah, dan terpilihlah Abu Bakar dan langsung dibaiat oleh pemuka-pemuka
sahabat lain termasuk oleh kaum Anshor.
Adapun pada khalifah yang
kedua adalah Umar Bin Khattab yang dipilih langsung oleh Abu Bakar melalui
wasiat dan dibaiat oleh para rakyatnya. Dalam hal ini penunjukan yang dilakukan
disertai dengan musyawarah berupa konsultasi terbatas dengan beberapa sahabat
senior.
Selanjutnya, khilafah
ketiga adalah Usman bin Affan. Pada saat ini ketika Umar sakit karena di tikam
pedang Lu’luah, ditanya tentang kelanjutan khalifah, maka Beliau tidak menunjuk
langsung khalifah berikutnya termasuk
kepada putranya ditolak. Malah ia mengajukan 6 orang calon yaitu Ustman bin
Affan, Ali bin Abi Thalib, Thalhah, Zubair, Abdur Rahman bin Auf, da Sa’ad bin Abi Waqosh untuk salah satunya dijadikan
khalifah. Adapun ketika Umar bin Khathab wafat, ke empat dari calon tersebut
mengundurkan diri hingga akhirnya hanya tinggal Usman dan Ali. Ke empat calon
tersebut mengajukan diri menjadi dewan pemilihan umum. Akhirnya mayoritas umat
islam memilih Usman bin Affan karena usianya lebih tua dipandang akan lebih
bijaksana. Beliau wafat dibunuh ketika sedang membaca Al-Qur’an.
Terakhir dari masa Khulafaur Rasyidin ini kepemimpinannya
digantikan oleh Ali bin Abi Thalib yang dipilih secara aklamasi. Dia dibaiat
karena kemauan para sahabat yang khawatir terhadap konflik yang sedang terjadi
di kalangan umat pada saat itu. Beliau wafat terbunuh pada saat akan
melaksanakan sholat. Dengan terbunuhnya Ali maka berakhirlah periode Khulafaur Rasyidin.
Adapun dalam hal ini
dapat dikatakan bahwa para Khulafa
Rasyidin dan para sahabat Rasulullah saw. memandang khilafah ini sebagai
suatu jabatan yang dipilih dan harus diputuskan berdasarkan kerelaan kaum
muslimin dan hasil musyawarah antar mereka. Bahkan dalam Bukhori (Almaududi,
1984: 113) menyatakan bahwa “barang siapa membaiat seseorang lainnya tanpa
musyawarah dengan kaum muslimin, hendaknya dia jangan diikuti dan jangan
diikuti pula orang yang telah dibaiatnya, sebab
keduanya terancam akan dibunuh.” Dari hal tersebut dapat dikatakan bahwa
pengangkatan khalifah harus diputuskan berdasarkan kerelaan dan musyawarah
umat.
2. Pemerintahan
berdasarkan musyawarah
Dalam hal ini jalannya
kekhilafahan dilakukan dengan musyawarah atau dalam istilah bahasa Arab
dinamakan syura. Artinya selalu
memutuskan suatu perkara yang berkaitan dengan pengaturan pemerintahan atau
perundang-undangan ataupun lain-lainnya melalui musyawarah di antara kaum
muslimin.
Adapun orang-orang yang
dilibatkan dalam musyawarah tersebut, semuanya memiliki hak penuh untuk
menguraikan pendapat-pendapat mereka. Adapun Dedi Supriyadi (2008: 72) menyatakan
bahwa
Abu Bakar senantiasa memberikan hak dan kesempatan yang
sama kepada tokoh-tokoh sahabat untuk ikut membicarakan berbagai masalah
sebelum ia mengambil keputusan melalui forum lembaga legislatif. Hal ini
mendorng para tokoh dan sahabat, khususnya dan umat Islam umumnya,
berpartisipasi aktif melaksanakan berbagai keputusan yang dibuat.
Selain itu juga
pemerintahan yang berdasarkan musyawarah dapat dibuktikan dengan
kelihaian Umar yang memiliki seni mengambil keputusan bermusyawarah dalam
menghadapi permasalahan-permasalahan yang sulit, biasanya dia memanggil para
pemuda untuk bermusyawarah (Syafi’ie,
2004: 148).
3.
Amanat Baitul Maal
Seorang
khalifah menganggap baitul maal sebagai khazanah negara adalah amanat Allah dan
amanat makhluk-Nya, maka ia berkewajiban memberikan hak kepada setiap orang
yang berhak dan berkewajiban melakukan apa saja dengannya dengan cara yang
benar (Almaududi, 1984: 116).
Dalam hal ini dapat
dikatakan bahwa para khalifah dan para sahabat nabi Muhamad saw. ini beranggapan
bahwa baitul maal adalah amanat Allah dan masyarakat kaum muslimin. Dengan
demikian, mereka tidak mengijinkan adanya pemasukan dan pengeluaran yang
berlawanan dengan yang ditetapkan oleh syariat, tentu dalam hal ini mereka
mengharamkan penggunaan baitul maal oleh penguasa untuk mencapai tujuan-tujuan
peribadi. Bahkan dalam sejarahnya Abu Bakar tetap memeras susu kambing untuk
menghidupi dirinya dan keluarganya ketika awal kekhilafhannya, namun ketika Umar
mengetahui hal tersebut diajaklah ia untuk mengambil sebagian yang mencukupi
untuk biaya hidupnya. Namun demikian Abu Bakar berkata (Syafi’ie, 2004: 145)
“ Aku pernah berkata
pada Umar bahwa aku merasa khawatir, adakah aku berhak memperoleh makan dari
harta ini. Umar telah memaksaku untuk berbuat demikian. Kini apabila aku
meninggal dunia, ambilah bagian hartaku sebanyak delapan ribu dirham dan
kembalikan ia ke baitul mal.”
Hal ini tentunya merupakan salah satu teladan khalifah
terhadap baitul mal.
Selain itu, baitul mal atau pajak yang terkumpul
digunakan bagi yang yang berhak menerimanya dengan cara yang benar, misalnya
untuk fakir miskin, anak yatim dan lain-lain.
4. Kosep Pemerintahan
Dalam hal ini, pemerintahan
tidak hanya berfungsi menjalankan tatanan negara, menjaga keamanan dan membela
batas-batas negeri saja, akan tetapi di samping itu, juga memerankan
kewajiban-kewajiban sebagai guru
dan pendidik. Pemerintahan hendaknya bertanggung jawab atas pelaksanaan tatanan
agama secara benar. Sebagai contoh Umar r.a.
(Syafi’ie, 2004: 146) seringkali berkata
kepada para petugas yang diutusnya:
“Aku
tidak mengangkat kamu sebagai petugas atas umat Muhammad saw. agar kamu dapat
berkuasa atas perasaan dan pribadi mereka, tetapi aku mengangkatmu sebagai
pejabat atas mereka untuk mendirikan shalat bersama mereka, mengadili dengan
benar di antara mereka dan membagi dengan adil untuk mereka.”
Artinya dalam hal ini konsep pemerintahan yang dibangun
harus senantiasa mengarah pada pelaksanaan agama secara benar, dimana para
pejabat mengajak umat untuk melaksanakan perintah agama.
5. Kekuasaan
Undang-undang
Para Khulafaur Rasyidin tidak pernah
menempatkan diri mereka di atas undang-undang. Mereka juga tidak pernah
memberikan kekuasaan lebih tinggi dari undang-undang kepada kerabat-kerabatnya,
dihadapan undang-undang semuanya dianggap sama baik khalifah, kerabatnya,
maupun rakyatnya.
6. Pemerintahan
tanpa Ashabiyah (Fanatisme Kesukuan)
Ashabiyah yaitu
fanatisme yang bersifat kesukuan, kebangsaan, atau ketanah airan. Dalam hal ini
pemerintahan pada Khulafaur Rasyidin dijauhkan
dari sifat tersebut, dan semua manusia diperlakukan sama dan seadil-adilnya
tanpa melihat batas-batas negara. Selain itu para khalifah juga tidak
mengangkat kerabat dan saudaranya sebagai penguasa rakyat dan tidak juga
memberikan perlakuan yang istimewa kepada mereka.
7. Jiwa
Demokrasi
Di antara ciri-ciri
sistem kekhalifahan ini ialah terwujudnya kemerdekaan yang sempurna untuk
mengkritik dan mengeluarkan pendapat. Dalam hal ini kritikan dan pendapat tidak
boleh bertentangan dengan Al-qur’an dan Hadist. Artinya tidak didasari dengan
perasaan takut dari seseorang atau pengaruh kelompok.
Selain itu para khalifah
juga tidak pernah menutup diri dari rakyat, tapi sebaliknya mereka sering kali
duduk bersama orang-orang yang bermusyawarah.
B. Penyebab Berakhirnya Sistem
Kekhilafahan
Berdasarkan pada uraian
di atas bahwa kekhilafahan pada masa Khilafaur
Rasyidin merupakan awal suksesi kekhilafahan islam. Masa kekhilafahan
tersebut berlangsung selama 30 tahun. Adapun ketika berakhirnya masa tersebut
digantikan oleh kekhilafahan selanjutnya yaitu oleh kekhilafahan Bani Umayyah,
Bani Abasyiah, dan Turki Usmani.
Pada masa Bani Umayyah,
kekhilafahan dipimpin oleh Muawiyyah bin Abu Sufyan, yang merupakan salah satu
penentang Ali. Pada saat ini pergantian kekuasaan berlangsung secara turun
menurun. Adapun perkembangan kekhilafahan pada masa ini berlangsung sangat pesat,
hal ini ditandai dengan semakin meluasnya penyebaran-penyebaran ke berbagai
negara. Namun demikian tidak semua umat mendukung kekhilafahan pada masa ini
yaitu kaum yang mendukung Bani Hasyim
dan Ali, mereka bersatu hingga akhirnya berhasil meruntuhkan kekhilafahan
Umayyah.
Adapun kekhilafahan
selanjutnya digantikan oleh Bani Abasyiah yang merupakan keturunan paman nabi
Muhamad dan bukan keturunan Ali. Sehingga sejak saat ini perpecahan umat
semakin tampak dengan adanya komunitas Syiah dan Sunni.
Kekhilafahan pada masa
ini berlangsung selama 3 abad. Perkembangan ilmu pengetahuan dan kebudayaan
islam pada saat ini semakin pesat, namun demikian pada abad ke 9 kekuatan
khilafah semakin menyusut. Hal ini ditandai dengan orang-orang Turki mulai
terpengaruh dan memisahkan diri dari kekhilafahan, akan tetapi meskipun
demikian kekhilafahan tetap dijadikan simbol yang menyatukan dunia islam.
Adapun selanjutnya kekhilafahan pada masa ini runtuh dan digantikan
kekhilafahannya oleh Turki Usmani.
Kekhilafahan Turki Usmani
ini berlangsung berabad-abad dan merupakan kekhilafahan terakhir. Jatuhnya
kekhilafahan ini bukan karena kekalahan perang, akan tetapi disebabkan karena
adanya perseteruan antara kaum nasionalis dan kaum agamis dalam masalah
kemunduran ekonomi Turki.
Adapun salah satu
munculnya nasionalisme di dunia islam ini diawali dengan terkuasainya Istambul
(Turki Usmani) oleh Inggris yang
menciptakan sebuah kevakuman politik dan menutup kantor-kantor dengan paksa
sehingga bantuan khalifah dan pemerintahan untuk umat menjadi terhambat.
Sementara opini umum menyudutkan bahwa pemerintahan khilafah lebih memihak pada
kaum nasionalis. Dalam hal ini mengartikan bahwa kepercayaan umat terhadap
khalifah terkikis. Selanjutnya situasi ini dimanfaatkan oleh Mustafa Kemal
Pasha yang merupakan salah satu orang antek-antek Yahudi terutama Inggris yang kemudian membentuk Dewan Perwakilan
Nasional yang dipimpin oleh dirinya, dengan demikian ada dua pemerintahan saat
itu yaitu pemerintahan khilafah di Istambul dan Dewan Perwakilan Nasional.
Selanjutnya kekuatan
Mustafa Kemal Pasha semakin kuat, dan dia mengusulnya untuk memisahkan khilafah
dengan pemerintahan. Pada saat ini kekuasaan menjadi dibagi 2, yaitu kekuasaan
agama oleh khilafah dan kekuasaan politik oleh oleh pemerintah.
Adapun ketika kekuatan
Mustafa Kemal Pasha semakin kuat, dia berambisi untuk membubarkan khilafah. Dia
mengumumkan kebijakan untuk mengubah sistem khilafah dengan republik yang
dipimpin oleh seorang persiden, akan tetapi hal ini mendapat penolakan. Lalu
dengan taktik politiknya Mustafa Kemal Pasha menyebutkan bahwa penentang
republik adalah penghianat bangsa. Dan dia menyudutkan bahwa adanya pelanggaran
perjanjian yang dilakuakn oleh Abdul Majid (khilafah terakhir) yang masih
ditemukan berkecimpung di dunia politik. “Padahal menurut Mustafa Kemal Pasha,
salah satu syarat bahwa khilafah dapat terus berkuasa di Turki apabila sudah
tidak bermain politik lagi” (Tim Dosen Pendidikan Agama Islam UPI ,2004: 33).
Penyelengaraan sidang
di Dewan Perwakilan Nasional pun menjadi saksi bahwa khilafah berakhir. Mustafa
Kemal Pasha memecat khalifah sekaligus menghapuskan sistem kekhilafahan dan
menghapuskan hukum islam di negaranya. Hal inilah yang kemudian dianggap
berakhirya kekhilafahan. Dan khalifah terakhir diusir dari Turki atas kekuasaan
Mustafa Kemal Pasha.
Adapun pada saat itu
banyak gerakan-gerakan, dan pemberontakan-pemberontakan dalam upaya memunculkan
kembali sistem khilafah namun demikian tidak ada satupun yang berhasil, yang
ada para khalifah yang mencalonkan diri menjadi di usir dari Turki.
Berdasarkan
uraian di atas dapat disimpulkan bahwa yang mengakibatkan runtuhnya khilafah islam disebabkan oleh kelicikan Yahudi dengan
mengompori Mustafa Kemal Pasha sebagai yang berkuasa di Turki Usmani saat itu
untuk menghilangkan kekhilafahan islam.
C. Dampak dari Berakhirnyanya Sistem
Khilafah
Berdasarkan uraian di atas, bahwa kekuatan kekhilafahan
sangat berpengaruh terhadap kesatuan umat. Adapun ketika kekuatan
kekhilafahannya runtuh atau berakhir, maka pada saat itu umat islam terpecah
belah menjadi beberapa negara nasionalis.
Selain itu juga dampak dari runtuhnya kekhilafahan ini
menyebabkan umat islam terpecah belah menjadi berbagai kelompok, atau aliran,
atau golongan. Munculnya golongan-golongan yang berbeda tersebut tidak jarang
menimbulkan perselisihan-perselisihan, kesalah pahaman. Hal ini terjadi karena
setiap golongan memiliki aturan dan prioritas yang berbeda, serta kurangnya
komunikasi dan informasi antara golongan yang satu dengan yang lainnya. Sebagaimana
firman Allah dalam Q. S. Almu’minun, 23: 53.
(#þqãè©Üs)tGsù OèdtøBr& öNæhuZ÷t/ #\ç/ã ( @ä. ¥>÷Ïm $yJÎ/ öNÍköys9 tbqãmÌsù ÇÎÌÈ
Artinya: Kemudian mereka
(pengikut-pengikut Rasul itu) menjadikan agama mereka terpecah belah menjadi
beberapa pecahan. tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada
sisi mereka (masing-masing). (Q. S. Almu’minun, 23: 53).
Adapun ketika timbulnya perselisihan, karena kekhilafahan
tidak digunakan sehingga tidak jarang perselisihan terus terjadi karena tidak
adanya yang menjadi otoritas untuk mendamaikanya (khilafah).
Selain itu, dampak yang muncul ketika berakhirnya sistem
khilafah adalah semakin tidak terkendalinya umat. Artinya banyak umat yang
dalam menjalani kehidupannya tidak menerapkan syariat-syariat islam, jauh dari
dari pedoman hidup yaitu Al-Qur’an dan Hadist.
Saat ini tidak dipungkiri bahwa tidak sedikit umat muslim
yang dalam kehidupannya sudah dipenuhi dengan kesamaran, kesesatan dan kemurtadan. Apabila wujudnya golongan-golongan orang
Islam tetapi hanya pada nama saja namun aqidah, pemikiran dan cara hidupnya
bukan lagi bersumber dan bercorakkan Islam.
D. Sikap Umat Islam Saat Ini dengan tidak
Menggunakan Sistem Kekhilafahan
Berdasarkan uraian di
atas bahwa kekhilafahan islam saat ini sudah berakhir atau tidak digunakan
lagi. Namun demikian, banyak sekali dampak-dampak yang berpengaruh akibat hal
tersebut, baik munculnya berbagai perselisihan, semakin tidak terkendalinya
umat atau jauhnya kehidupan umat dengan syariat-syariat islam.
Adapun dalam hal ini,
sebagai umat islam kita tidak bisa hanya berdiam diri menyaksikan hal tersebut
terus terjadi, dalam hal ini pergerakan umat islam untuk mewujudkan
kekhilafahan dan kesatuan umat sangatlah diperlukan. Adapun hal-hal yang dapat
dilakukan sebagai umat islam dalam menyikapi hal-hal tersebut di atas, adalah
sebagai berikut.
1. Berjamaah
Berjamaah merupakan salah
satu cara untuk memperkuat kesatuan umat dalam upaya mengatasi terpecah
belahnya umat saat ini. Adapun perintah berjamaah ini dimaksudkan agar kesatuan
umat tetap utuh, dan mampu mencegah timbulnya hal-hal yang akan memecah belah
kesatuan umat muslim. Karena tidak dipungkiri bahwa pada masa ini ada
oknum-oknum yang menginginkan islam hancur terpecah belah, bahkan sejarah
membuktikan bahwa berakhirnya khilafah yang kemudian menimbulkan perpecahan
umat ini, disebabkan adanya oknum-oknum tersebut. Sehingga dalam hal ini,
kesatuan umat secara berjamaah merupakan sebuah hal mutlak harus ditegakan
karena oknum-oknum tersebut tidak akan berhenti selama pengikut nabi Muhamad
mengikuti agama mereka, yaitu agama-agama sebelum adanya Nabi yang kemudian
oleh mereka ajaran-ajarannya telah banyak
diubah. Hal ini berdasarkan firman Allah Q.S. Al-Baqorah: 120
`s9ur 4ÓyÌös? y7Ytã ßqåkuø9$# wur 3t»|Á¨Y9$# 4Ó®Lym yìÎ6®Ks? öNåktJ¯=ÏB 3 ö@è% cÎ) yèd «!$# uqèd 3yçlù;$# 3 ÈûÈõs9ur |M÷èt7¨?$# Nèduä!#uq÷dr& y÷èt/ Ï%©!$# x8uä!%y` z`ÏB ÉOù=Ïèø9$# $tB y7s9 z`ÏB «!$# `ÏB <cÍ<ur wur AÅÁtR ÇÊËÉÈ
Artinya: Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang
kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah: "Sesungguhnya
petunjuk Allah Itulah petunjuk (yang benar)". dan Sesungguhnya jika kamu
mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, Maka Allah tidak
lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu. (Q.S. Albaqorah: 120)
Dalam hal ini maka
persatuan umat merupakan hal yang harus ditegakan, karena dengan adanya
persatuan akan membangun suatu kekuatan untuk menghadapi musuh-musuh islam
tersebut.
Adapun hal yang dapat
dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut maka umat islam harus bergerak, dalam
hal ini antara satu dengan yang lainnya saling mengingatkan akan pentingnya
hidup berjamaah. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam Q. S. Ali-Imran: 104.
`ä3tFø9ur öNä3YÏiB ×p¨Bé& tbqããôt n<Î) Îösø:$# tbrããBù'tur Å$rã÷èpRùQ$$Î/ tböqyg÷Ztur Ç`tã Ìs3YßJø9$# 4 y7Í´¯»s9'ré&ur ãNèd cqßsÎ=øÿßJø9$# ÇÊÉÍÈ
Artinya:
Dan hendaklah ada di
antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang
ma'ruf dan mencegah dari yang munkar merekalah orang-orang
yang beruntung.
Dari ayat tersebut, dapat dipahami pentingnya untuk
dakwah atau menyeru atau mengajak umat-umat untuk berbuat kebajikan, menyuruh
pada hal-hal baik (ma’ruf) dan mencegah dari yang mungkar. Dengan demikian umat
akan senantiasa terpelihara dari perpecahan dan pengaruh dari pihak lain,
termasuk pihak-pihak yang memusuhi islam. dalam hal ini penegakan agama secara
benar akan memunculkan sikap sepaham umat, dengan demikian akan mampu
menghilangkan perselisihan, yang ada adalah terciptanya kesatuan umat secara berjamaah
Selain itu, hidup secara berjamaah ini perlu diyakini
oleh setiap orang, dalam hal ini banyak firman Allah yang menyuruh umat harus
bersatu dan membenci keterpecahbelahan antar umat.
2.
Mempersatukan Perbedaan dalam
sebuah Harmonisasi
Berdasarkan uraian di atas menunjukan bahwa adanya
berbagai perbedaan-perbedaan sering kali menimbulkan umat islam menjadi
terpecah belah, atau satu sama lain berselisih menganggap dirinya benar dan
yang lain salah. Hal tersebut terjadi karena adanya pemahaman yang berbeda
dalam memaknai suatu permasalahan, bahkan perbedaan furu atau hal-hal yang
sunah pun, tidak jarang mengakibatkan perselisihan antara golongan yang satu
dengan yang lainnya. Sebetulnya adanya perbedan tersebut tidak harus menjadi
sebuah perselihan dan itu sangat bergantung kepada sikap yang dilakukan untuk
menghadapi perbedaan tersebut.
Adapun dalam hal ini perlu dimaknai bahwa perbedaan pada
dasarnya merupakan sesuatu yang indah. Keindahan ini akan nampak bergantung
pada sikap umat menghadapi perbedaan tersebut. Dalam hal ini umat perlu
menyadari bahwa adanya perbedaan ini merupakan sebuah petanda umat islam khususnya
para ulama dan atau mujtahid tidak tinggal diam dalam menyelesaikan
masalah-masalah yang dihadapi, dan memang pada dasarnya munculnya perbedaan ini
merupakan produk para ulama, dia selalu merespon terhadap permasahan yang
terjadi khususnya yang ada di lingkungan masyarakat, memunculkan hukum-hukum
yang merupakan pengembangan dari Al-Qur’an dan Hadist. Jadi dengan demikian
permasalahan apapun dapat diselesaikan oleh islam melalui ijtihad para ulama.
Tidak dipungkiri bahwa dari mulai zamannya Nabi sampai sekarang terus
bermunculan masalah, dan tidak semua masalah tumbuh pada zaman nabi Muhamad
saw., artinya apabila tidak terjadi pada zaman nabi Muhamad saw. maka masalah
itu menjadi belum ada hukumnya, sehingga harus mengambil dari para ulama,
dengan demikian ijtihad dari para ulama itu dibutuhkan.
Begitupun pada masa sahabat-sahabatnya Nabi yang
merupakan khulafaur rasyidin¸ mereka sering
kali berbeda pendapat, akan tetapi mereka merasa bahagia karena, dalam hal ini
perbedaan pendapat memberikan dampak yang positif dalam penyebarluasan ilmu
fiqih.
Adapun adanya perbedaan ini pada dasarnya sering
menimbulkan perselisihan, saling menyalahkan ketika orang lain berbeda. Dalam
hal ini apabila yang menyebabkan perbedaan ini adalah terkait masalah-maslah
furu atau sunah maka itu boleh terjadi, misalnya kunut dalam solat. Namun
demikian apabila menyangkut aqidah dan kewajiban tentu tidak diperbolehkan adanya
perbedaan.
Selain itu juga dalam hal ini perlu dimaknai bahwa adanya
perbedaan jangan menimbulkan kebencian akan tetapi tetap harus saling mencintai
satu sama lain karena pada dasarnya umat muslim itu bersaudara.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa
persatuan umat dapat diwujudkan melalui sikap toleransi antara satu dengan yang
lainnya, dalam hal ini persatuan yang dimaksud adalah menjadikan perbedaan itu
bersatu menjadi sebuah harmonisasi, bukan menghilangkan perbedaan.
3. Kembali
kepada Al-Qur’an dan Hadist
Berdasarkan uraian di
atas dapat dikatakan bahwa salah satu dampak dari berakhirnya khekilafahan
adalah semakin tidak terkendalinya umat. Dalam hal ini banyak umat yang dalam
kehidupannya jauh dari Al-Qur’an dan Hadist. Bahkan tidak sedikit yang
menyimpang dari ajaran-ajaran yang seharusnya. Sehingga dalam hal ini kehidupan
saat ini harus dikembalikan kepada Al-Qur’an dan Hadist, dalam arti
menjadikannya pedoman hidup. Dan pada dasarnya semua permaslahan kehidupan itu
disediakan secara lengkap pada Al-Qur’an dan Hadist. Begitupun terkait dengan
adanya berbagai perbedaan pendapat. Sesuai dengan firman Allah swt .dalam Q. S
An Nisa, 3: 59.
$pkr'¯»t tûïÏ%©!$# (#þqãYtB#uä (#qãèÏÛr& ©!$# (#qãèÏÛr&ur tAqߧ9$# Í<'ré&ur ÍöDF{$# óOä3ZÏB ( bÎ*sù ÷Läêôãt»uZs? Îû &äóÓx« çnrãsù n<Î) «!$# ÉAqߧ9$#ur bÎ) ÷LäêYä. tbqãZÏB÷sè? «!$$Î/ ÏQöquø9$#ur ÌÅzFy$# 4 y7Ï9ºs ×öyz ß`|¡ômr&ur ¸xÍrù's? ÇÎÒÈ
Artinya: Hai orang-orang yang
beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri (yang
terpilih) di
antara kamu. kemudian jika kamu berlainan Pendapat tentang sesuatu, Maka
kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar
beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu)
dan lebih baik akibatnya. (Q. S An Nisa, 3: 59)
Dari ayat tersebut
menunjukan bahwa salah satu yang harus dilakukan umat adalah taat kepada Allah
swt. dan taat Rasulullah serta kepada ulil amri (pemimpin) yang terpilih.
Artinya ketaatan kepada pemimpin itu sangat dibatasi dan boleh dilakukan
apabila kepemimpinannya sesuai dengan hukum-hukum Allah dan Rasullullah,
sejalan dengan Al-Qur’an dan Hadist. Begitu pun ketikan para umat berlainan
pendapat, maka kembalikanlah hal tersebut kepada Allah (Al-Qur’an) dan
Rasulullah (hadist).
Adapun pada saat
ini tidak semua umat muslim mampu memahami berbagai makna yang terdapat dalam
Al-Qur’an dan Hadist tersebut, sehingga diperlukannya para mujtahid-mujtahid
atau para ulama yang menafsirkan makna-makna yang terkandung dalam Al-Qur’an
dan Hadist tersebut, sehingga dalam menjalani kehidupan yang pada dasarnya
tidak luput dari berbagai masalah mampu diatasi secara kaffah.
BAB IV
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Berdasarkan
uraian bab sebelumnya penulis dapat mengemukakan kesimpulan sebagai berikut.
1. Kekhilafahan
pada masa Khilafaur Rasyidin
merupakan awal kekhilafahan islam. yang dalam perjalanannya, kekhilafahannya
patut diteladani karena cara kepemimpinan mereka adalah satu-satunya cara yang
benar bagi penggantian kedudukan Rasulullah menurut pandangan kaum muslimin,
baik terkait sistem pemilihan khalifah, pemerintahan yang berdasarkan
musyawarah, baitul mal, konsep pemerintahan, kekuasaan undang-undang,
pemerintahan tanpa kepanatikan kesukuan, dan jiwa demokrasi.
2. empat
khalifah awal dalam sejarah islam yang dapat dijadikan panutan umat dalam
kepemimpinannya,
3. Berakhirnya
khilafah ini disebabkan adanya perebutan kekuasaan, adanya pengaruh dari luar
muslim dan terpecah belahnya umat.
4. Berakhirnya
kekhilafahan ini berdampak pada perpecahan umat islam menjadi beberapa negara
nasionalis bahkan terbagi lagi menjadi beberapa golongan. Selain itu,
berakhirnya khilafah juga berdampak pada semakin tidak terkendalinya umat,
dalam hal ini tidak sedikit umat islam yang dalam kehidupannya jauh dari
syariat islam.
5. Adapun
sikap yang harus dimiliki umat saat ini dengan tidak menggunakannya sistem
khilafah diantaranya berjamaah, mempersatukan perbedaan dalam sebuah
harmonisasi dan kembali kepada Al-quran dan Hadist.
B.
Saran
Berdaskan kesimpulan di atas penulis merumuskan saran
sebagai berikut.
1. Sebagai
umat muslim saat ini kita harus berjamaah dan senantiasa saling mengingatkan tentang
hal-hal yang harus dilakukan (ma’ruf) dan hal-hal yang tidak boleh dilakukan
(mungkar).
2. Mempersatuakan
perbedaan dalam sebuah harmonisasi artinya
memandang bahwa perdebaan itu adalah sesuatu hal yang harus disikapi dengan
penuh toleransi, dalam hal ini umat senantiasa bersatu dalam perbedaan tersebut
bukan menghilangkan perbedaan.
3. Selain
itu umat juga dalam kehidupannya harus berpegang teguh pada kepada Allah (Al-Qur’an)
dan Rasulullah (hadist), karena sekuat apapun manusia, ia hanyalah debu apabila
dalam hidupnya tidak ada nama Allah dan Rasulallah.
Daftar Pustaka
Abdulrahim,
Muhammad Imaduddin. (2002). Islam Sistem
Nilai Terpadu. Gema Insani Press: Jakarta.
Departemen Agama RI. (1990). Alquran dan Tafsirnya. Tim Tashih DEPAG Dana Bhati Wakaf: Yogyakarta.
Enslikopedia Hadist. [Online]. Tersedia: (http://125.164.221.44/hadisonline/hadis9/kumpulan_open.php?category=mutawatir&imam=muslim&nohdt=3418&page=79.)
Supriyadi,
Dedi. (2008). Sejarah Peradaban Islam.
Pustaka Setia: Bandung.
Syafi’ie,
Inu Kencana. (2004). Ilmu Pemerintahan dan
Alquran. Bumi Aksara: Jakarta
Tim
Dosen Pendidikan Agama Islam UPI. (2004). Islam
dan Pencerahan Intelektualiatas.Value Press: Bandung.
Yatim,
Badri. (2008). Sejarah Peradaban Islam.
Raja Gravindo Persada: Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar