PROBLEMATIKA
GENDER DALAM PERNIKAHAN MENURUT ISLAM
MAKALAH
diajukan untuk memenuhi salah satu tugas
Mata Kuliah Seminar Pendidikan Agama Islam
Dosen
DRA,. Hj. Titing Rohayati, , M.Pd.
disusun oleh :
Afsah Sa’diah (1102453)
Risa
Nur Afifah (1105334)
Dwi
Pujalitya (1104667)
5B PGPAUD
PROGRAM STUDI
PENDIDIKAN GURU PENDIDIKAN ANAK USIA DINI
KAMPUS CIBIRU
UNIVERSITAS
PENDIDIKAN INDONESIA
BANDUNG
2013
KATA
PENGANTAR
Puji syukur penulis
panjatkan ke hadirat Allah swt.
atas ridho-Nya
penulis mampu menyelesaikan makalah yang berjudul “ Problematika Gender Dalam
Pernikahan Menurut Islam ”. Makalah ini bertujuan untuk memenuhi salah satu
tugas Mata Kuliah Dasar Umum Seminar Pendidikan Agama Islam.
Problematika gender
dalam islam merupakan masalah kesetaraan wanita dan laki-laki dalam menjalankan
hak dan kewajibannya dalam islam. Kajian ini sangat luas cakupannya diantaranya
masalah wanita karier, wanita sebagai khalifah, dlln. Ditinjau dalam sudut pandang
perempuan karena wanita sangat dimuliakan sehingga banyak permasalahan hak dan
kewajiban yang tidak diperuntukan kepadanya akan tetapi dilanggar dan menjadi
problematika.
Penulis berterima kasih
kepada pihak yang telah membantu pembuatan makalah diantaranya :
1. DRA,.
Hj., Titing Rohayati, M.Pd., selaku
dosen mata kuliah
Seminar Pendidikan Agama Islam yang
telah membantu penulis menyusun makalah in ;
2. Rekan - rekan kelas yang telah bersedia untuk
melakukan diskusi dengan penulis;
3. Pihak
pihak yang tidak bisa
disebutkan satu per satu .
Dalam penulisan makalah
ini penulis menyadari bahwa masih terdapat kekurangan baik dalam penulisan maupun dalam isi makalah. Maka, saran dan
kritik dari pembaca sangat penulis harapkan demi kesempurnaan di masa yang akan
datang. Akhir kata,
penulis berharap makalah ini dapat memberikan manfaat, umumnya bagi para
pembaca dan khususnya bagi penulis. Amin.
Bandung, 12 September 2013
Penulis
DAFTAR
ISI
KATA
PENGANTAR ....................................................................................................... i
DAFTAR
ISI....................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang...................................................................................................... 1
B.
Rumusan Masalah................................................................................................. 2
C.
Tujuan Penulisan Makalah .................................................................................. 3
D.
Manfaat Penulisan Makalah................................................................................. 3
E.
Metode Penulisan Makalah.................................................................................. 3
F.
Sistematika Penulisan Makalah........................................................................... 3
BAB II KAJIAN TEORI
A. Pengertian
Gender Menurut Pandangan Islam........................................................ 5
B. Persamaan
dan perbedaan Hak dan Kewajiban antara laki-laki dan perempuan dalam pernikahan................................................................................................................ 9
C. Hukum
wanita bekerja di luar rumah dalam pandangan islam ............................. 12
D. Tanggung
jawab orang tua dalam mendidik anak................................................... 13
BAB III PEMBAHASAN
A. Persamaan
dan perbedaan Hak dan kewajiban antara laki-laki dan perempuan dalam pernikahan................................................................................................................ 15
B. Hukum
wanita berkerja di luar rumah dalam pandangan Islam............................. 18
C. Tanggung
jawab orang tua dalam mendidik anak................................................... 29
BAB IV PENUTUP
A.
Kesimpulan.......................................................................................................... 31
B.
Saran.................................................................................................................... 33
DAFTAR PUSTAKA
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Sejarah mengatakan
bahwa kaum yahudi memandang perempuan sebagai laknat yang wajib dijauhi dan
tidak dipercaya untuk menjaga rahasia dan tugas tertentu. Ketika ajaran islam
pun muncul seolah-olah nilai dan kehormatan pada perempuanpun
dikembalikan. Semua permasalahan pun
dapat terselesaikan, akan tetapi muncul kembali problematika dalam pola
hubungan perempuan dan laki-laki dalam kehidupan keluarga. Berpandangan
perempuan berkedudukan dibawah laki-laki dan wanita itu lemah. Islam mengatur
kehidupan manusia dalam segala aspek bidang kehidupann baik itu kehidupan diri
sendiri, keluarga, masyarakat maupun negara.Telah dijelaskan didalam (QS.an-Nisa
(4); 124 ) mengenai persamaan laki-laki dan wanita.
“Barangsiapa yang mengerjakan
amal-amal saleh, baik laki-laki maupun wanita sedang ia orang yang beriman,
maka mereka itu masuk ke dalam surga dan mereka tidak dianiaya walau
sedikitpun.”( QS. An – Nisa (4):124).
Dari ayat diatas,
mengutarakan bahwasanya persamaan laki-laki dan perempuan memang diciptakan
sama. Sama mahluk ciptaan Allah yang akan mempertanggung jawabkan perbuatannya
di yaumul Hisab. Namun juga ada perbedaannya terletak pada kodrarat,
pisiologis, fisik dan peran. Dari problematika tersebut muncul arti kata gender
dan pahami terlebih dahulu pengertian gender. Gender merupakan hal yang non
kodrat dimana dapat
diraih oleh laki-laki
dan perempuan dan genderpun dapat berubah dari waktu ke waktu. Seperti halnya
propesi guru, pedagang, dokter. Sedangkan mengandung, melahirkan, menyusui
adalah kodrat perempuan dan itu merupakan jenis kelamin. Kodrat laki-laki
adalah melindungi perempuan dan menfakahi perempuan jika sudah menikah. Intinya
jenis kelamin adalah laki-laki dan perempuan dan bersipat kodrat yang diberi
Sang Pencipta. membereskan pekerjaan rumah, memandikan anak, mengurus anak itu
bukan kodrat perempuan melainkan gender karena bisa dilakukan oleh laki-laki
dan perempuan.
Emansipasi dalam
kehidupan manusia menurut pandangan islam adalah suatu wajar dan harus terjadi,
agar berkembangnya budaya dan pola kehidupan manusia di alam semesta ini, karena
manusia diciptakan oleh Allah SWT, dipermukaan bumi ini mempunyai hak dan
kemerdekaan yang sama seperti halnya, perempuan yang telah menikah bekerja di
luar rumah menurut pandangan islam hal tersebut
boleh dilakukann sejauh hal-hal mudarat dijauhi seperti halnya tugasnya
sebagai ibu mengurus anak dan suami telah beres, pakaian yang menutup aurat,
berperilaku baik, dan tidak berada di atas laki-laki (suami) meskipun
penghasilan wanita lebih besar, menjaga kehormatannya. Dan apabila seorang
istri bekerja di luar rumah dan menyimpang dari aturan-aturan islam makan
pekerjaan perempuan di luar rumah pun tidak boleh.
Walaupun Sering kita
singgung dengan persamaan dan emansipasi, dan kitapun tidak mau dengar kalau
memang ada letak perbedaan dalam hal tersebut misalnya dalam kudrat wanita dan
laki-laki, laki-laki adalah pemimpin perempuan, laki-laki perperan melindungi
wanita tapi bukan besifat superior. Perbedaan laki-laki dan wanita akan tertera
dalam hak dan kewajiban dari padanya.
B.
Rumusan
Penulisan Masalah
Adapun rumusan masalah
yang akan kami anggkat dari latar belakang diatas adalah
1.
Apakah Persamaan dan perbedaan Hak dan
kewajiban antara laki-laki dan perempuan dalam pernikahan ?
2.
Bagaimana hukum wanita berkerja di luar
rumah dalam pandangan Islam?
3.
Bagaimana peranan seorang wanita dan
laki-laki dalam pernikahan menurut pandangan Islam?
C.
Tujuan
Penulisan Makalah
1.
Persamaan dan perbedaan Hak dan
kewajiban antara laki-laki dan perempuan dalam pernikahan.
2.
Hukum wanita berkerja di luar rumah
dalam pandangan Islam.
3.
Tanggung jawab seorang wanita dan
laki-laki dalam pernikahan menurut pandangan Islam.
D.
Manfaat
Penulisan Makalah
Makalah
yang kami buat diharapkan dapat memberi manfaat baik dari segi prosedur penulisan
ataupun isi makalah ini, manfaat bagi :
1.
Penulis, dapat menambah pengetahuan
khususnya mempelajari tentang Problematika gender dalam islam.
2.
Pembaca, dapat dijadikan inspirasi dari
makalah penulis untuk bahan penambah pengetahuan
E.
Metode
Penulisan Makalah
Metode penulisan
makalah ini dengan menguraikan isi kajian dengan menggunakan teknik pengumpulan
data yang berbasis studi pustaka dan menganalisis dengan keadaan yang nyata
atau sebenarnya.
F.
Sistematika
Penulisan Makalah
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB
I PENDAHULUAN
G.
Latar belakang
H.
Rumusan masalah
I.
Tujuan penulisan makalah
J.
Manfaat penulisan makalah
K.
Metode penulisan makalah
L.
Sistematika penulisan makalah
BAB
II KAJIAN TEORI
A.
Persamaan dan perbedaan hak dan
kewajiban antara laki-laki dan perempuan dalam pernikahan.
B.
Hukum wanita berkerja di luar rumah
dalam pandangan islam.
C.
Tanggung jawab seorang wanita dan
laki-laki dalam pernikahan menurut pandangan islam.
BAB
III PEMBAHASAN
A.
Persamaan dan perbedaan Hak dan
kewajiban antara laki-laki dan perempuan dalam pernikahan.
B.
Hukum wanita berkerja di luar rumah
dalam pandangan Islam.
C.
Tanggung jawab seorang wanita dan
laki-laki dalam pernikahan menurut pandangan Islam.
BAB
IV PENUTUP
C.
Kesimpulan
D.
Saran
DAFTAR
PUSTAKA
BAB
II
KAJIAN
TEORI
A.
Pengertian
Gender Menurut Pandangan Islam
Pengertian Gender
tentunya berbeda dengan pengertian jenis kelamin
ataw sexs. Jenis kelamin itu perempuan dan laki-laki bergitu juga dengan kodrat
yang dimilikinya laki-laki melindungi istrinya, menafkahi istri dan
keluarganya, dsb. Sedangkan kodrat perempuan adalah hamil, melahirkan dan
menyusui. Dan dapat diperjelas menurut penjelasan para ahli. Menurut Santrock (2003: 365)
Mengemukakan bahwa istilah gender dan seks
memiliki perbedaan dari segi dimensi. Isilah seks (jenis kelamin) mengacu pada
dimensi biologis seorang laki-laki dan perempuan, sedangkan gender mengacu pada
dimensi sosial-budaya seorang laki-laki dan perempuan
Bahwasanya
menurut pengertian tersebut gander dan jenis kelamin itu berbeda, Gender dapat
berubah dari masa kemasa sedangkan jenis kelamin tidak bisa karena itu
merupakan ketetapan yang telah di gariskan oleh-Nya. Sipat dari gender lebih
sifat budaya dan sosial misalnya dalam hal pekerjaan sifat perempuan memang
lemah lembut, sabar, penyayang, emosional, keibuan. Sedangkan laki-laki kuat,
rasional, perkasa. Akan tetapi ada juga wanita memiliki sifat kuat, keibuan
lembut, dan laki-laki juga ada yang emosional, kuat, dan perkasa. Hal tersebut
yang dinamakan gander dikarnakan dapat berubah masa ke masa, tempat yang
berbeda dan kelas dan kelas lainnya. Untuk lebih jelasnya dapat dibedekan
seperti di berikut ini.
Perbedaan
Gender dan Seks
Gender
|
Seks
(Jenis Kelamin)
|
§ Bisa
Berubah
|
§ Tidak
bisa berubah
|
§ Dapat
dipertukarkan
|
§ Tidak
dapat dipertukarkan
|
§ Tergantung
musim
|
§ Berlaku
sepanjang masa
|
§ Tergantung
budaya masing-masing
|
§ Berlaku
dimana saja
|
§ Bukan
kodrat (buatan masyarakat)
|
§ Kodrat
(ciptaan Tuhan)
|
Sumber
: Konsep dan Teori Gender 2009: 7
Dalam
perspektif Islam, semua yang diciptakan Allah SWT berdasarkan kudratnya
masing-masing.
Artinya : “Sesungguhnya segala
sesuatu Kami ciptakan dengan qadar” (QS. Al-Qamar: 49).
Para
pemikir Islam mengartikan qadar di sini dengan ukuran-ukuran, sifat-sifat yang
ditetapkan Allah SWT bagi segala sesuatu, dan itu dinamakan kudrat. Dengan
demikian, laki-laki dan perempuan sebagai individu dan jenis kelamin memiliki
kudratnya masing-masing. Syeikh Mahmud Syaltut mengatakan bahwa tabiat
kemanusiaan antara laki-laki dan perempuan berbeda, namun dapat dipastikan
bahwa Allah SWT lebih menganugerahkan potensi dan kemampuan kepada perempuan
sebagaimana telah menganugerahkannya kepada laki-laki. Ayat Al-Quran yang
populer dijadikan rujukan dalam pembicaraan tentang asal kejadian perempuan
adalah firman Allah dalam QS. An-Nisa’ ayat 1 :
”
Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada
Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya[263]
Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan
laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan
(mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain[264],
dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan
mengawasi kamu.”(QS An-Nisa:1)
Yang
dimaksud dengan nafs di sini menurut mayoritas ulama tafsir adalah Adam dan
pasangannya adalah istrinya yaitu Siti Hawa. Pandangan ini kemudian telah
melahirkan pandangan negatif kepada perempuan dengan menyatakan bahwa perempuan
adalah bagian laki-laki. Tanpa laki-laki perempuan tidak ada, dan bahkan tidak
sedikit di antara mereka berpendapat bahwa perempuan (Hawa) diciptakan dari
tulang rusuk Adam. Kitab-kitab tafsir terdahulu hampir bersepakat mengartikan
demikian.
Kalaupun
pandangan di atas diterima yang mana asal kejadian Hawa dari rusuk Adam, maka
harus diakui bahwa ini hanya terbatas pada Hawa saja, karena anak cucu mereka
baik laki-laki maupun perempuan berasal dari perpaduan perma dan ovum. Allah
menegaskan hal ini dalam QS. Ali Imran: 195
”Maka Tuhan mereka memperkenankan permohonannya (dengan berfirman):
"Sesungguhnya Aku tidak menyia-nyiakan amal orang-orang yang beramal di
antara kamu, baik laki-laki atau perempuan, (karena) sebagian kamu adalah
turunan dari sebagian yang lain. Maka orang-orang yang berhijrah, yang diusir
dari kampung halamannya, yang disakiti pada jalan-Ku, yang berperang dan yang
dibunuh, Pastilah akan Ku-hapuskan kesalahan-kesalahan mereka dan Pastilah Aku
masukkan mereka ke dalam surga yang mengalir sungai-sungai di bawahnya, sebagai
pahala di sisi Allah. dan Allah pada sisi-Nya pahala yang baik."
Dalam
Al-Qur’an ada beberapa isu kontroversi yang berkaitan dengan konsep relasi
gender, antara lain asal-usul penciptaan perempuan, konsep kewarisan,
persaksian, poligami, hak-hak reproduksi, talak perempuan serta peran perempuan
dalam publik. Secara sepintas, teks-teks tersebut mengesankan adanya bentuk
ketidakadilan bagi kaum perempuan. Akan tetapi, jika disimak lebih mendalam
dengan menggunakan metode penafsiran yang tepat dan dengan memperhatikan asbab
an-nuzul, maka dapat dipahami bahwa ayat-ayat tersebut merupakan suatu proses
dalam mewujudkan keadilan dan kesetaraan secara konstruktif di dalam
masyarakat. Masih dalam penafsiran surat an-Nisa,4:34, bila dikaji lebih jauh
lagi, idealnya dalam suatu komunitas, supaya terjadi keseimbangan dan
stabilisasi pastilah ada seorang pemimpin yang bertanggung jawab untuk
kelangsungan komunitas tersebut.
Dalam
konteks ayat, komunitas tersebut adalah sebuah keluarga, yang mana laki-laki di
tempatkan sebagai pemimpinnya. Seorang pemimpin tidak menunjuk kepada
superioritas, melainkan memberi perlindungan untuk menciptakan kemaslahatan.
Kata fadhala dalam ayat tersebut berarti kelebihan. Kelebihan yang dimiliki
oleh laki-laki bukan pula menunjuk kepada superioritas laki-laki, mengingat
kata ba’dlukum ‘ala ba’din, ’sebagian’ laki-laki mempunyai kelebihan di banding
dengan ‘sebagian’ perempuan. Tidak menutup kemungkinan bahwa sebagian perempuan
memiliki kelebihan di banding sebagian laki-laki. Sebenarnya tanggung jawab
utama seorang perempuan adalah melahirkan anak. Ini menjadi sangat penting
karena eksistensi manusia bergantung kepadanaya. Maka tanggung jawab laki-laki
dalam keluarga maupun dam masyarakat. Disinilah laki-laki sebagai qawam
menyediakan segala sesuatu yang dibutuhkan oleh seorang perempuan dalam
menunaikan kewajibannya secara nyaman terutama perlindungan fisik dan nafkah
materi.
Al-Qur’an
dengan sangat jelas menyebutkan bahwa tidak ada perbedaan antara laki-laki dan
perempuan kecuali ketaqwannya. Surat al-Hujurat (49):13 yang
artinya “ Hai manusia, kami telah menciptakan kamu dari laki-laki dan perempuan,
dan Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling
mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia diantara kamu disisi Allah adalah yang
paling taqwa diantara kamu”..
B.
Persamaan
dan perbedaan Hak dan kewajiban antara laki-laki dan perempuan dalam
pernikahan.
Kewajiban
laki-laki terhadap hak perempuan
1.
Memimpin istri dan anak-anaknya. Dalam an-Nisa(4):34
“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh
karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian
yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian
dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada
Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah
memelihara (mereka). Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka
nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah
mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan
untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar.”
Tugas pemimpin rumah
tangga menyangkut segala aspek kehidupan keluarga. Seperti layaknya pemimpin laki-laki
wajib, melindungi, mendidik, mengawasi dan mengajari hal-hal yang tidak
diketahui istri atau anak-anaknya, terutama dalam masalah agama.
2.
Nafkah, seorang laki-laki yang telah
menikah tentu memiliki kewajiban untuk menafkasi istrinya, seperti diterangkan
dalam Q.S Al-Baqarah:233
“Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua
tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban ayah
memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara ma'ruf. Seseorang tidak
dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. Janganlah seorang ibu
menderita kesengsaraan karena anaknya dan seorang ayah karena anaknya, dan
warispun berkewajiban demikian. Apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua
tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, maka tidak ada dosa atas
keduanya. Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak ada
dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. Bertakwalah
kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu
kerjakan.”
3.
Mahar adalah apabila akad perkawinan telah terlaksana,
suami diwajibkan memberikan suatu pemberian kepada istrinya. Dasar hukumnya
adalah firman Allah QS. An-Nisa(4):4
“Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi)
sebagai pemberian dengan penuh kerelaan. Kemudian jika mereka menyerahkan
kepada kamu sebagian dari maskawin itu dengan senang hati, maka makanlah
(ambillah) pemberian itu (sebagai makanan) yang sedap lagi baik akibatnya.”
4.
Bergaul dengan Istrinya dengan cara baik. Dalam QS.
An-Nisa(4):19
“Hai
orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu mempusakai wanita dengan jalan
paksa[4] dan janganlah kamu menyusahkan
mereka Karena hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang Telah kamu
berikan kepadanya, terkecuali bila mereka melakukan pekerjaan keji yang nyata[5]. dan bergaullah dengan mereka secara
patut. Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) Karena
mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan
yang banyak.”
C. Hukum Wanita Berkerja Di Luar Rumah
Dalam Pandangan Islam.
Hukum
wanita berkerja di luar rumah.
Wanita dalam kacamata
islam berhak berkerja di semua bidang yang legal. Wanita berhak berkerja di
sawah, di pabrik, ditempat perdagangan, dan di segala bidang umum. Wanita berhak
menikmati usahanya begitujuga laki-laki. Laki-laki tidak berhak untuk menguasai
atas apa yang dimiliki oleh wanita tertera dalam (QS.an-Nisa:32)
Artinya
:” Bagi orang laki-laki ada bagian dari apa yang mereka usahakan, dan bagi
wanita pun ada bagian dari pada apa yang mereka usahakandan
bagi para wanita (pun) ada bahagian dari apa yang mereka usahakan, dan mohonlah
kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui
segala sesuatu.”
(QS. an-Nisa:32).
Bagi wanita dan
laki-laki memiliki hak sepenuhnya mengenai apa yang dimilikinya. Dari apa yang
telah ia usahakazn. Mustahil bagi wanita meminta upah atas pekerjaannya di
rumah, karena adanya kultur yang mengingkari dan kedua adalah tidak praktekan
karena tekannan ekonomi saja.
D.
Tanggung
Jawab Orang Tua Dalam Mendidik Anak.
Anak
merupakan bagian yang tak terpisahkan dari ibunya. Anak merupakan darah daging
kedua orang tuanya. Anak mempunyai hak-hak yang merupakan kewajiban orang
tuanya, terutama ibunya, untuk menunaikan hak-hak tersebut. Ibu memang dikenal
sebagai sosok yang dekat dengan anaknya. Mulai dari mengandung, melahirkan,
menyusui, membesarkan, mengasuh, mendidik anak semuanya tak lepas dari peran
seorang ibu. Namun apakah dengan begitu tugas-tugas pengasuhan dan pendidikan
anak dibebankan hanya pada seorang ibu? Bagaimana dengan seorang ayah? apakah
seorang ayah hanya berfungsi sebagai penguat ekonomi, penyokong dana, penyedia
fasilitas sebagai kehidupan rumah tangga, dapat dijadikan dalih untuk
menyerahkan seluruh tanggungjawab pendidikan pada anak sang ibu?
Di
dalam mendidik anak seolah ada pembagian tugas antara ayah dan ibu. Ayah
mencari nafkah sehingga waktunya ia habiskan di luar rumah, sedangkan ibu
tugasnya mengurus segala kepentingan rumah tangga termasuk di dalamnya adalah
mengurus anak. Bila kondisinya seperti itu, ayah lebih sibuk di luar rumah dan
ibu di asumsikan punya banyak waktu di dalam rumah, lantas bagaimana dengan
tanggung jawab pendidikan anak? Menjadi kewajiban ibukah? Ayahkan? Atau
keduanya? Berbicara mengenai pendidikan anak di dalam islam dan siapa yang
harus memikul tanggung jawab itu, pada dasarnya tidak ada perbedaan di antara
ayah dan ibu. Sama-sama berkewajiban untuk mendidik anak. Saat kita mengacu
pada teks-teks al-qur’an kita akan menemukan beragam kisah yang menceritakan
bagaimana para ayah, dalam hal ini nabi dan orang-orang shalih mendidik
anaknya. Contoh yang paling dikenal adalah kisah Luqman, seorang ayah,
laki-laki yang shalih yang memberi pesan tauhid kepada anaknya. Hal ini
tercatat dalam Q.S. Luqman : 13
“Wahai anakku janganlah engkau
mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan Allah adalah benar-benar
kezaliman yang besar”.
Selain
dari kisah tersebut kitapun bisa mengetahui bagaimana kisah nabi Ibrahim
mendidik anaknya yakni nabi Ismail. Masih ingatkah kisah nabi Ibrahim yang
mendapatkan perintah dari Allah untuk menyembelih Ismail, kemudian Ismailpun
mentaati perintah tersebut. Juga terangkum dalam sejarah bahwa Nabi Muhammad yang mengajarkan
anak-anaknya terutama Fatimah, kecintaannya pada Allah dan mendidiknya hingga
tumbuh menjadi pribadi yang kuat, cerdas dan sederhana.
BAB
III
PEMBAHASAN
Islam dilahirkan oleh Allah SWT, hanya dialah yang maha
mengetahui apa yang telah diciptakannya. Baik atau pun buruk bagi kehidupan
hambanya sehingga munculah suatu aturan hidup untuk manusia diamana aturan
tersebut bisa mengantarkan pada kehidupan yang baik, maju, bahagya dunia dan
akhirat. Allah Ta’ala berfirman:
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اسْتَجِيبُوا لِلَّهِ وَلِلرَّسُولِ إِذَا دَعَاكُمْ
لِمَا يُحْيِيكُمْ
“Wahai
orang-orang yang beriman! Penuhilah seruan Allah dan Rosul apabila dia
menyerumu kepada sesuatu (ajaran) yang memberi kehidupan kepadamu“. (QS.
Al-Anfal: 24).
Oleh karena itulah, Allah menurunkan syariat-Nya, dan
mengharuskan manusia untuk menerapkannya dalam kehidupan, tidak lain agar
kehidupan mereka menjadi lebih baik, lebih maju, lebih mulia, dan lebih bahagia
di dunia dan di akhirat. Begitupun islam mengatur Persamaan dan perbedaan
kedudukan wanita dan laki-laki memang sama diamata Allah sama takwanya
menyembah Allah, Namun adanya perbedaan dalam kedudukan wanita dan laki-laki
dalam hak dan kewajibannya dalam hukum islam. Terutama dalam kehidupan berumah
tangga.
B.
Persamaan
dan perbedaan Hak dan kewajiban antara laki-laki dan perempuan dalam
pernikahan.
Di dalam kehidupan
berumah tangga pasti terdapat persamaan dan perbedaan mengenai hak dan
kewajiban antara suami dan istri.
Persamaan hak
dan kewajiban antara suami dan istri.
1.
Pada pasal 30 dalam Undang-Undang
Perkawinan dijelaskan bahwa suami istri merupakan suatu pondasi yang kukuh
dalam membangun rumah tangga yang nantinya akan menjadi bagian dari masyarakat.
Pada
pasal 31 ayat (2) masing-masing pihak berhak melakukan perbuatan hukum maksudnya
melakukan perbuatan hukum apabila keduanya sudah
2.
sama-sama tidak memiliki kecocokan.(3)
pada ayat ini menerangkan kedudukan masing-masing dalam suatu rumah tangga.
3.
Pasal 32, bahwa dalam berumah tangga
tentunya harus memiliki tempat kediaman yang layak untuk ditempati oleh anak
istri kelak, ini bukan hanya tanggung jawab suami saja namun juga tanggung
jawab bersama karena bagaimana pun suami-istri merupakan sebuah keluarga.
4.
Pasal 33, sebuah keluarga akan kokoh
jika berpondasikan rasa cinta, Kasih sayang, saling mengormati serta saling
membantu lahir batin satu sama lain. Jika dalam rumah tangga telah memiliki
hal-hal indah seperti ini InsyALLAH rumah tangga yang dibangun meskipun masih
berusia muda akan terhindar dari kesirikan orang.
5.
Pasal 34, jika dalam suatu rumah tangga
sudah tidak memiliki rasa kepedulian, rasa percaya, kehilangan hak, melalaikan
kewajibannya masing-masing, hal ini dibolehkan bagi pihak mana saja untuk
melaporkan ke pengadilan, karena keadaan seperti inisudah tidak bisa di
pertahankan.
Sungguh tidak pernah
disangka islam telah mengatur sebuah pernikahan sampai sedetail-detailnya dan
semuanya adil tidak ada yang diberatkan satu pihak pun. Setelah kita membahas
mengenai persamaan hak dan kewajiban antara laki-laki dan perempuan, sekarang
kita bahas mengenai kewajiban suami terhadap hak istri.
Kewajiban
suami terhadap hak istri
1.
Memimpin istri dan
anak-anaknya. Dalam an-Nisa:34 telah dijelaskan bahwa suami merupakan pemimpin
bagi istri dan anak-anaknya karena Allah telah memberikan kelebihan kepada
suami untuk siap mejadi seorang pemimpin bagi istri dan anak-anaknya. Terutama
dalam bidang agama suami harus siap membawa istri dan anak-anak berada di jalan
Allah.
2.
Nafkah, dalam Q.S
Al-Baqarah: 233, telah sangat jelas dijelaskan bahwa kewajiban suami merupakan
menafkahi istri dan anaknya karena kedudukan suami dalam keluarga merupakan
kepala keluarga yang harus siap melindungi, menyayangi, dan menafkahi keluarga.
3.
Mahar, dalam Q.S An-Nisa: 4 mahar yang diberikan kepada
wanita sebagai pemberian dengan penuh kerelaan.yang dimaksudkan pemberian itu
merupakan maskawin yang telah mendapat kesepakatan kedua pihak, karena
pemberian itu harus dilakukan dengan ikhlas. Maskawin itu bukan cara untuk
menilai atau membayar wanita melainkan sebagai bukti bahwa calon suami
sebenarnya cinta kepada istrinya. Mahar merupakan hak oleh karena itu tidak ada
seorangpun yang boleh menghalang-halangi istri mempergunakan mahar tersebut.
4.
Bergaul dengan
Istrinya dengan cara baik. Dalam QS. An-Nisa:19, bergaul disini bisa dikatakkan
bahwa suami awajib bersenggama dengan istrinya seperti QS. Al-Baqarah:233 yang
artinya: “Istri-istrimu adalah seperti
tanah tempat kamu bercocok tanam,maka datangilah tempat bercocok tanammu itu
bagaimana saja kamu kehendaki..”. kemudian bergaul bisa dikatakan bahwa
suami wajib menjaga dan memelihara istrinya. Seperti pada QS. At-Tahrim:6 yang
artinya “hai orang-orang yang beriman,
peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka..”
5.
Pasal 34, Suami wajib
melindungi istrinya dan memberikan segala sesuatu keperluan hidup berumah
tangga sesuai dengan kemampuannya. Suami merupakan kepala keluarga dan
bertanggung jawab penuh atas keselamatan istrinya serta dalam kehidupan berumah
tangga suamiwajib pula memenuhi keperluan hidup rudah tangga yang tentunya
dengan sekemampuannya.
Melihat begitu
beratnya kewajiban yang dipikul oleh suami kepada istri membuat kita
seharusnya berpikir ulang jika ingin
membangkang akan perintah suami karena tidak hanya dosa yang kita dapatnya tapi
juga rasa kecewa dari suamiyang kita juga dapatkan. Sekarang kita beralih
kepembahsan mengenai kewajiban istri
terhadap hak suami
1.
Pasal 34, istri wajib
mengatur urusan rumah tangga sebaik-baiknya. Dalam hal ini sudah menjadi
kodrati sebagai seorang istri untuk mengurusi urusan rumah tangga mulai dari
terkecil sampai menuju hal terbesar.
2.
Istri menutup aurat
(QS.An-Nur:31) yang menjelaskan bahwa seorang istri harus bisa menjaga
pandangan dan tidak mencoba memamerkan perhiasan, jika ingin melakukan hal itu
lakukanlah kepada muhrimnya dan berkerudung untuk menutupi aurat.
3.
Taat dan patuh (QS.
An-Nisa:34) yang menjelaskan mengenai ketaatan, taat dan patuh istri kepada
suami bukan rasa taat dan patuh seperti buruh ke majikannya melainkan rasa taat
dan patuh yang dilandasi akan rasa cinta kasih sehingga timbullah rasa sayang
kembali yang dikeluarkan oleh sang suami.
B.
Hukum
Wanita Berkerja Di Luar Rumah Dalam Pandangan Islam.
Kodrat wanita
sebenarnya mengurusi urusan rumah, suami dan keluarganya. Islam menjadikan
lelaki sebagai kepala keluarga, di pundaknya lah tanggung jawab utama lahir
batin keluarga. Islam juga sangat proporsional dalam membagi tugas rumah
tangga, kepala keluarga diberikan tugas utama untuk menyelesaikan segala urusan
di luar rumah, sedang sang ibu memiliki tugas utama yang mulia, yakni mengurusi
segala urusan dalam rumah.
Norma-norma
ini terkandung dalam firman-Nya:
الرِّجَالُ
قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ بِمَا فَضَّلَ اللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَىٰ بَعْضٍ
وَبِمَا أَنْفَقُوا مِنْ أَمْوَالِهِمْ
“Para
lelaki (suami) itu pemimpin bagi para wanita (istri), karena Allah telah
melebihkan sebagian mereka (yang lelaki) atas sebagian yang lain (wanita), dan
karena mereka (yang lelaki) telah memberikan nafkah dari harta mereka”
(QS. An-Nisa: 34).
Ahli Tafsir ternama Imam Ibnu Katsir menafsirkan ayat ini
dengan perkataannya: “Maksudnya, hendaklah kalian (para istri) menetapi rumah
kalian, dan janganlah keluar kecuali ada kebutuhan. Termasuk diantara kebutuhan
yang syar’i adalah keluar rumah untuk shalat di masjid dengan memenuhi
syarat-syaratnya” (Tafsir Ibnu Katsir, 6/409).
Inilah keluarga yang ideal dalam Islam, kepala keluarga
sebagai penanggung jawab utama urusan luar rumah, dan ibu sebagai penanggung
jawab utama urusan dalam rumah. Seorang suami menjadi pemimpin dikarnakan dalam
suatu kelompok harus ada yang memimpin dan dari kudrat laki-laki memiliki
karakteristik yang tangguh, rasional, kuat,dsb. Maka dari itu laki-laki dijadikan
sebagai kepala rumah tangga atau pemimpin. Sungguh, jika aturan ini benar-benar
kita terapkan, dan kita saling memahami tugas masing-masing, niscaya terbangun
tatanan masyarakat yang maju dan berimbang dalam bidang moral dan materialnya,
tercapai ketentraman lahir batinnya, dan juga teraih kebahagiaan dunia
akhiratnya.
Adapun yang mengatakan
pekerjaan rumah bukanlah menjadi suatu keharusan atas wanita, terjadi karena ia
bekerja secara sukarela. Bahkan sesudah menikahpun perkejaan rumah menjadi
suatu ha yang sukarela bukan menjadi kewajiban karena memang tidak ada di akad
nikah. Pekerjaan di dalam dan di luar rumah tidak wajib untuk wanita. Namun,
bukan berarti ia tidak boleh mengerjakan apapun dalam kehidupan. Islam
menginginkan wanita melaksanakan pekerjaan rumahnya sebagai subangsih bukan
sebagai keharusan, karena itu merupakan bentuk pengabdian sosial dalam peranan
khususnya.
Kadang terbetik dalam benak kita, mengapa
Islam terkesan mengekang wanita?
Inilah doktrin yang selama ini sering dijejalkan para musuh
Islam, mereka menyuarakan pembebasan wanita, padahal dibalik itu mereka ingin
menjadikan para wanita sebagai obyek nafsunya, mereka ingin bebas menikmati
keindahan wanita, dengan lebih dahulu menurunkan martabatnya, mereka ingin
merusak wanita yang teguh dengan agamanya agar mau mempertontonkan auratnya,
sebagaimana mereka telah merusak kaum wanita mereka.
Lihatlah kaum wanita di negara-negara barat, meski ada yang
terlihat mencapai posisi yang tinggi dan dihormati, tapi kebanyakan mereka
dijadikan sebagai obyek dagangan hingga harus menjual kehormatan mereka,
penghias motor dan mobil dalam lomba balap, penghias barang dagangan, pemoles
iklan-iklan di berbagai media informasi, dll. Wanita mereka dituntut untuk
berkarir padahal itu bukan kewajiban mereka, sehingga menelantarkan kewajiban
mereka untuk mengurus dan mendidik anaknya sebagai generasi penerus.
Selanjutnya rusaklah tatanan kehidupan masyarakat mereka. Tidak berhenti di
sini, mereka juga ingin kaum wanita kita rusak, sebagaimana kaum wanita mereka
rusak lahir batinnya, dan diantara langkah awal menuju itu adalah dengan
mengajak kaum wanita kita -dengan berbagai cara- agar mau keluar dari rumah
mereka.
Cobalah lihat secuil pengakuan orang barat sendiri, tentang
sebab rusaknya tatanan masyarakat mereka berikut ini:
Lord
Byron: “Andai para pembaca mau melihat keadaan wanita di zaman yunani kuno,
tentu anda akan dapati mereka dalam kondisi yang dipaksakan dan menyelisihi
fitrahnya, dan tentunya anda akan sepakat denganku, tentang wajibnya menyibukkan
wanita dengan tugas-tugas dalam rumah, dibarengi dengan perbaikan gizi dan
pakaiannya, dan wajibnya melarang mereka untuk campur dengan laki-laki lain”.
Lihatlah, bagaimana mereka yang obyektif mengakui imbas buruk
dari keluarnya wanita dari rumah untuk berkarir… Sungguh Islam merupakan aturan
dan syariat yang paling tepat untuk manusia, Aturan itu bukan untuk mengekang,
tapi untuk mengatur jalan hidup manusia, menuju perbaikan dan kebahagiaan dunia
dan akhirat… Islam dan pemeluknya, ibarat terapi dan tubuh manusia, Islam akan
memperbaiki keadaan pemeluknya, sebagaimana terapi akan memperbaiki tubuh
manusia… Islam dan pemeluknya, ibarat UU dan penduduk suatu negeri, Islam
mengatur dan menertibkan kehidupan manusia, sebagaimana UU juga bertujuan
demikian…
Bolehkah wanita bekerja?
Memang bekerja adalah kewajiban seorang suami sebagai kepala
rumah tangga, tapi Islam juga tidak melarang wanita untuk bekerja. Wanita boleh
bekerja, jika memenuhi syarat-syaratnya dan tidak mengandung hal-hal yang
dilarang oleh syari’at.
Syaikh Abdul Aziz Bin Baz mengatakan: “Islam tidak melarang
wanita untuk bekerja dan bisnis, karena Alloh jalla wa’ala mensyariatkan dan
memerintahkan hambanya untuk bekerja dalam firman-Nya:
وَقُلِ
اعْمَلُوا فَسَيَرَى اللَّهُ عَمَلَكُمْ وَرَسُولُهُ وَالْمُؤْمِنُونَ
“Katakanlah
(wahai Muhammad), bekerjalah kalian! maka Alloh, Rasul-Nya, dan para mukminin
akan melihat pekerjaanmu“ (QS. At-Taubah:105)
Perintah ini mencakup pria dan wanita. Alloh juga
mensyariatkan bisnis kepada semua hambanya, Karenanya seluruh manusia
diperintah untuk berbisnis, berikhtiar dan bekerja, baik itu pria maupun
wanita, Alloh berfirman (yang artinya):
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ
إِلَّا أَنْ تَكُونَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِنْكُمْ
“Wahai
orang-orang yang beriman, janganlah kalian saling memakan harta sesama kalian
dengan jalan yang tidak benar, akan tetapi hendaklah kalian berdagang atas
dasar saling rela diantara kalian” (QS. An-Nisa:29),
Perintah
ini berlaku umum, baik pria maupun wanita.
Akan tetapi, wajib diperhatikan dalam pelaksanaan pekerjaan dan bisnisnya,
hendaklah pelaksanaannya bebas dari hal-hal yang menyebabkan masalah,
kemungkaran, senantiasa menutupi aurat, menjaga kehormatan diri. Dalam
pekerjaan wanita, harusnya tidak ada ikhtilat (campur) dengan pria dan
tidak menimbulkan fitnah. Begitu pula dalam bisnisnya harusnya dalam keadaan
tidak mendatangkan fitnah, selalu berusaha memakai hijab syar’i, tertutup, dan
menjauh dari sumber-sumber fitnah.
Karena itu, jual beli antara mereka bila dipisahkan dengan
pria itu boleh, begitu pula dalam pekerjaan mereka. Yang wanita boleh bekerja
sebagai dokter, perawat, dan pengajar khusus untuk wanita, yang pria juga boleh
bekerja sebagai dokter dan pengajar khusus untuk pria. Adapun bila wanita
menjadi dokter atau perawat untuk pria, sebaliknya pria menjadi dokter atau
perawat untuk wanita, maka praktek seperti ini tidak dibolehkan oleh syariat,
karena adanya fitnah dan kerusakan di dalamnya.
Bolehnya bekerja, harus dengan syarat tidak membahayakan
agama dan kehormatan, baik untuk wanita maupun pria. Pekerjaan wanita harus
bebas dari hal-hal yang membahayakan agama dan kehormatannya, serta tidak
menyebabkan fitnah dan kerusakan moral pada pria. Begitu pula pekerjaan pria harus
tidak menyebabkan fitnah dan kerusakan bagi kaum wanita.
Hendaklah kaum pria dan wanita itu masing-masing bekerja
dengan cara yang baik, tidak saling membahayakan antara satu dengan yang
lainnya, serta tidak membahayakan masyarakatnya. Kecuali dalam keadaan darurat,
jika situasinya mendesak seorang pria boleh mengurusi wanita, misalnya pria
boleh mengobati wanita karena tidak adanya wanita yang bisa mengobatinya,
begitu pula sebaliknya. Tentunya dengan tetap berusaha menjauhi sumber-sumber
fitnah, seperti menyendiri, membuka aurat, dll yang bisa menimbulkan fitnah.
Ini merupakan pengecualian (hanya boleh dilakukan jika keadaannya darurat).
(Lihat Majmu’ Fatawa Syaikh Bin Baz, jilid 28, hal: 103-109)
Peranan wanita sebagai manusia adalah peranannya sebagai
istri dan ibu, menjaga anak dan memenuhi semua kebutuhan suami. Ketika seorang
ibu sibuk dalam dengan urusan pekerjaannya, maka ia dapat menyerahkan tugas itu
kepada orang yang dipercayainya untuk mengisi waktu kosong ketika ibu tidak
bisa mendampinginya. Seorang ibu juga harus meluangkan waktu untuk anaknya
dengan memberikan kasih sayang dan perhatian agar anak tidak cemas karena
kepergiannya. Wanita dapat menggunakan waktu luang untuk berpartisipasi dalam
aktivitas sosial bukan berarti wanita dalam keibuannya menjadi terasing dari
masyarakat. Tidak juga atas kesibukannya menjadikan wanita lupa akan peran dan
tanggung jawab umum sebagai seorang ibu.
Ada hal-hal yang perlu diperhatikan, jika
istri ingin bekerja, diantaranya:
1.
Tidak termasuk perbuatan maksiat, seperti menyanyi atau
memainkan alat musik, dan tidak mencoreng nama baik keluarga. Apabila wanita
rela disewa untuk melakukan sesuatu yang medodai kehormatannya maka keluarga
boleh membatalkan akadnya.
2.
Pekerjaannya tidak mengganggu kewajiban utamanya dalam
urusan dalam rumah, karena mengurus rumah adalah pekerjaan wajibnya, sedang
pekerjaan luarnya bukan kewajiban baginya, dan sesuatu yang wajib tidak boleh
dikalahkan oleh sesuatu yang tidak wajib.
3.
Harus dengan izin suaminya, karena istri wajib mentaati
suaminya. Wanita yang telah menikah adalah manusia yang dapat mengambil
kebebasannya di luar komitmen-komitmen rumah tangga. Adapun yang berkaitan
dengan komitmen-komitmen rumah tangganya, maka ia harus menundukkan kemauannya
kepada kemauan suaminya sebagai konsekuensi dari tabiat komitmen suami-istri.
4.
Tidak mengaharuskannya berduaan dengan laki-laki asing.
Diharamkan perempuan mempunyai asisten pribadi yang bukan muhrim karena jelas
diharamkan oleh agama memungkinkan terjadinya kemaksiatan. Rasulillah saw
bersabda, “ Tidaklah tidaklah seorang laki-laki berduaan dengan perempuab
kecuali setan menjadi pihak ketiga.
5.
Pekerjaan yang tidak mengharuskan dirinya berdandan dan
membuka aurat ketika keluar rumah karena ngundang syahwat dan perhatian tertera
6.
Menerapkan adab-adab islami, seperti: Menjaga
pandangan, memakai hijab syar’i, tidak memakai wewangian, tidak melembutkan
suaranya kepada pria yang bukan mahrom, dll.
7.
Pekerjaannya sesuai dengan tabi’at wanita, perempuan
dilarang melakukan pekerjaan-pekerjaan yang terbilang berat seperti polisi dan
tentara. Dan diperbolehkan pekerjaan ringan seperti: mengajar, dokter, perawat,
penulis artikel, buku, dll.
8.
Tidak ada ikhtilat di lingkungan kerjanya. Hendaklah ia
mencari lingkungan kerja yang khusus wanita, misalnya: Sekolah wanita,
perkumpulan wanita, kursus wanita, dll.
9.
Hendaklah mencari dulu pekerjaan yang bisa dikerjakan
di dalam rumah. Jika tidak ada, baru cari pekerjaan luar rumah yang khusus di
kalangan wanita. Jika tidak ada, maka ia tidak boleh cari pekerjaan luar rumah
yang campur antara pria dan wanita, kecuali jika keadaannya darurat atau
keadaan sangat mendesak sekali, misalnya suami tidak mampu mencukupi kehidupan
keluarganya, atau suaminya sakit, dll.
Jenis
Pekerjaan yang diperbolehkan untuk wanita
Bukan hanya laki-laki
yang diberi keleluasaan untuk berkarier, tetapi juga kaum perempuan dituntut
untuk aktif bekerja dalam semua lapangan pekerjaan yang sesuai dengan
kodratnya. Tidak ada perbedaan antara kaum laki-laki dan perempuan dalam
berkarier, yang membedakan adalah pekerjaan yang sesuai dengan kodratnya
masing-masing. Islam mengakui kemajuan atau potensi perempuan untuk bekerja dan
mengharagai amal salehnya atau kariernya yang baik dengan memberi penghargaan
yang sama dengan kaum laki-laki.
Menurut Islam, apapun
peranan yang dipegang oleh perempuan utamanya sebagai ibu rumah tangga tidak
boleh dilupakan agar kemungkinan-kemungkinantimbulnya ekses negatif dapat
terhindar. Jadi, perhatian serius dari perempuan untuk membina keluarganya
sangat diperlukan karena tugas tersebut merupakan terpenting dari usaha
pembinaaan masyarakat secara luas. Tegak dan runtuhnya masyarakat suatu negara
sangat erat kaitannya dengan keadaan satuan-satuan keluarga yang secara
totalitas membentuk masyarakat suatu negara. Islam memperbolehkan perempan
bekerja di luar rumah selagi perempuan bisa menempatkan dirinya sesuai dengan
kodrat keperempuannya.
Seiring dengan
berubahnya cara pandang masyarakat terhadap peran dan posisi kaum perempuan di
tengah-tengah masyarakat, maka kini sudah banyak kaum perempuan yang berkarier,
baik di kantor pemerintah mauoun swasta, bahkan ada yang berkarier di
kemiliteran dan kepolisian., sebagaimana laki-laki. Kehidaupan modern tidak
memberi peluang untuk membatasi gerak kaum perempuan. Kaum perempuan dapat
bekerja dan berkarier dimana saja selagi ada kesempatan. Ada yang berkarier
dalam bidang hukum, misalnya menjadi hakim, penasihat hukum, menjadi jaksa, dan
lain-lain. Ada yang terjun dibidang ekonomi, seperti menjadi pengusaha,
pedagang, kontraktor dan sebagainya. Ada pula yang bergerak dibidang sosial
budaya dan pendidikan, seperti menjadi dokter, arsitek, pemyamyi, artis,
sutradara guru, dan lainnya. Bahkan ada pula yang terjun dibidang politik,
misalnya menjadi presiden, anggota DPR, MPR, menteri dan lain –lain.
Pekerjaan wanita itu
memang mubah, asalkan sesuai syariat. Tidak diperkenankan untuk hal sepert
bidang teater, sinema, dan televisi dengan konsekuensi terjadinya percampuran
dengan pria maka pekerjaan tersebut tidak halal, dan bidang-bidang yang wanita
dapat berkerja di dalamnya dan bidang-bidang yang tidak dapat dibekerjakannya,
serta upah yang diterimanya.
Sebenarnya bukan
halangan untuk wanita apabila ia ingin berkerja di luar rumah dalam bidang
film, teater dlln karena itu bukan pelanggaran syari’at. Pada dasarnya islam
memang tidak melarang untuk hal tersebut asalkan tidak menyimpang moral.
Dengan adanya
kesempatan dan keleluasaan kepada kaum perempuan untuk berkarier, hal ini
nyaris menggeser kedudukan yang didominasi oleh kaum laki-laki, maka tidak aneh
kalau ada wanita karier yang menggantikan kaum laki-laki sebagai penanggung
jawab dalam nafkah rumah tangga. Kenyataan ini tampak sekali dalam kehidupan
masyarakat modern, khususnya yang berada di kota-kota besar. Padahal tempo
dulu, ruang lingkup kaum perempuan hanya sektor rumah tangga saja. Perempuan
masih terikat dengan nilai tradisional yang mengakar di tengah-tengah
masyarakat. Kalau ada perempuan yang melanggar nilai-nilai tersebut, maka
dianggap kepribadiannya luntur, bahkan kadang-kadang ia dikucilkan dari
pergaulan masyarakat disekitarnya. Bahkan lebih parah lagi, ada yang melarang
untuk bekerja atau berkarier berdasarkan fikih islam, sebuah pandangan yang
tentu saja tidak analitis. Itulah sebabnya zaman dahulu, karier perempuan tidak
tampak dan tidak berkembang di tengh-tengah masyarakat.
Berdasarkan relitas
tersebut, pada suatu dimensi kaum perempuan patut berbangga karena kehidupan
kaumnya sudah maju, namun pada dimensi lain ekses dari kemajuan tersebut sangat
memprihatinkan kadang timbul ekses yang bersifat negatif, bukan saja dikalangan
kaum perempuan juga dikalangan kaum suami dan anak-anaknya sebagai anggota
keluarga, terutama bagi kaum perempuan yang mementingkan kariernya daripada
rumah tangganya, sehingga tugas utama sebagai ibu rumah tangga sering
terlupakan. Agar perempuan karier itu dapat melaksanakan kedua tugasnya dengan
baik, tugas dalam rumah tangga dan tugas dalam kairernya, maka perlu adanya
upaya atau alternatif jalan keluar untuk dapat mengatasi persoalan-persoalan
yang dihadapinya.
Adapun pekerjaan yang
dilarang untuk wanita yaitu menjadi seorang pemimpin dan seorang hakim, karena
ditakutkan ikhtilaf makan dilarang untuk wanita menjadi pemimpin, Rasullullah
SWT bersabda “ tidak ada jayanya suatu kaum yang menyerahkan urusan kepada
seorang perempuan. Maka dari itu ketika telah memegang suatu pekerjaan
fropesionalah dalam bidang itu dan sunggguh sungguh.
Motivasi yang mendorong
perempuan terjun ke dunia karier, antara lain adalah sebagai berikut pendidikan,
terpaksa oleh keadaan dan kebutuhan yang mendesak, untuk alasan ekonomis, untuk
mencari kekayaan sebanyak-banyaknya, untuk mengisi waktu yang kosong, untuk
mencari ketenangan dan hiburan, untuk mengembangkan bakat.
Dampak
positif dan Negatif dari Perempuan Karier
Terjunnya perempuan
dalam dunia karier, banyak pengaruh terhadap segala aspek kehidupan, baik
kehidupan pribadi dan keluarga maupun kehidupan masyarakat sekitarnya. Hal
demikian dapat menimbulkan dampak positif dan negatif. Pengaruh positif dengan
adanya perempuan karier, antara lain sebagai berikut.
Dengan berkarier
perempuan dapat mencukupi kebutuhan pinansial
dan membantu meringankan beban keluarga yang tadinya hanya dipikul oleh
suami yang mungkin kurang memenuhi kebutuhan, tetapi dengan adanya perempuan
ikut berkiprah dalam mencari nafkah maka krisis ekonomi dapat ditanggulangi.
Dengan berkarier,
perempuan dapat memberikan pengertian dan penjelasan kepada keluarganya,
utamanya kepada putra-putrinya tentang kegiatan-kegiatan yang iikutinya
sehingga kalau ia sukses dan berhasil dalam kariernya, putra putrinya akan
bangga dan gembira, bahkan menjadikan ibunya sebagai panutan dan suri tauladan
bagi masa depannya.
Dalam memajukan serta
mensejahterakan masyarakat dan bangsa diperlukan partisipasi serta
keikutsertaan kaum perempuan karena dengan segala potensinya, perempuan mampu
dalam hal ini, bahkan ada diantara pekerjaan yang tidak bisa dilaksanakan oleh
kaum laki-laki dapat berhasil ditangani oleh kaum perempuan baik karena
keahlian maupun bakatnya.
Dengan berkarier,
perempuan dalam mendidik anak-anaknya pada umumnya lebih bijaksana, demokratis,
dan tidak otoriter sebab dengan kariernya itu ia bisa belajar dan memiliki pola
pikir yang modern. Kalau ada problem dalam rumah tangga yang harus
diselesaikan, maka ia akan segera mencari jalan keluar secara tepat dan benar.
Dengan berkarier,
perempuan yang menghadapi kemelut dalam rumah tangga atau sedang mendapat
gangguan jiwa akan terhibur dan jiwanya akan menjadi sehat, sebagaimana yang
disebutkan oleh Zakiyah Daradjat dalam bukunya Islam dan Peran Perempuan : untuk kepentingan kesehatan jiwanya,
perempuan itu harus gesit bekerja. Jika seorang tidak bekerja atau diam saja,
maka ia akan melamun, berkhayal memikirkan atau mengenangkan hal-hal yang dalam
kenyataan tidak dialami atu tidak dirasakannya. Apabila orang terbiasa
berkhayal maka khayalan itu akan lebih mengasyikakannya daripada bekerja dan
berpikir secara objektif. Orang-orang yang suka menghabiskan waktunya untuk
berkhayal itu akan mudah diserang oleh gangguan atau penyakit. Demikian antara
lain dampak positif dari perempuan karier, tetapi kalau dipandang dari dimensi
lain sangat memprihatinkan karena membawa dampak negatif baik secara sosiologis
maupun agamis. Ekses yang timbul bukan saja dikalangan perempuan tetapi juga
dikalangan suami dan anak-anaknya sebagai anggota keluarga, terutamabagi
perempuan yang mementingkan kariernya dibandingkan dengan rumah tangganya,
sehingga tugas utama sebagai ibu rumah tangga sering terlupakan.
Dampak negatif timbul
dengan adanya perempua karier antara lain sebagai berikut.
Dari segi negatifnya
malah menyimpang, memunculkan adanya kebebasan pribadi dari orang-orang yang
sangatt tunduk pada tekanan-tekanan mereka, dan mengahalalkan segalanya untuk
mencapai tujuannya.
Pekerjaan wanita di
luar rumah biasanya terjadi bagi wanita yang telah menikah dengan mengorbankan
anak dan keluarga, dan kehilangan banyak kedamaian jiwa dikarnakan jauh dari
keluarga dan anak dan mengalami banyak problem yang disebabkan berpergian dari
rumah (peran pengasuh, peran pembantu, tidak ada kegairahan dalam suami istri,
dst). Yang diantaranya berpengaruh terhadapa anak, suami, keluarga dan kaum
lelaki.
Upaya
Penanggulangan Dampak Negatif dari Perempuan Karier
Pandangan Islam
terhadap keterlibatan perempuan diberbagai sektor di luar rumah, sedangkan
perempuan mempunyai tugas utama sebagai ibu rumah tangga?
Untuk menanggulangi
kemungkinan terjadinya ekses dalam berkarier bagi perempuan muslimah, maka
perlu diperhatikan hal-hal berikut.
Dalam berkarier, tidak
meninggalkan kewajiban-kewajiban sebagai ibu rumah tangga yaitu, mengurus suami
dan anak-anaknya. Ia harus menomorsatukan urusan rumah tangga di atas seglanya.
Dalam hal ini, perlu adanya pengaturan yang baik. Apabila perempuan telah
menunjukkan aktifitas yang baik dalam membina rumah tangganya, berarti ia buka
saja telah menjalankan tugas kemasyarakatan, tetapi sekaligus juga telah
menjalankan sebagian tugas-tugas agama karena ia turut menyumbang andil dalam
proses pembangunan bangsa dan syiar agama. Apabila prempuan telah berhasil menciptakan
suasana rumah tangga yang bahagia, sejahtera lahir batin, maka anggota
keluarganya akan merasa bahagia. Kemudian untuk menanggulangi perpecahan
keluarga, harus ada izin suami terhadap dunia karier seorang perempuan sejak
awal, karena adanya saling pengertian antara suami dan istri akan muncul saling
keterbukaan dan menanamkan keikhlasan bahwa bekerja memperoleh manfaat bersama.
Tidak melampaui batas
kodrat perempuan. Perempuan karier harus menghindari women’s lib seperti yang dituntut perempuan di barat. Meskipun
perempuan itu bisa menjadi kuli atau tukang angkat barang, supir truk,
kondektur, kerja di pabrik dan sebagainya, namun hal itu tidak layak ditinjau
dari segi kodrat karena memerlukan keterampilan fisik dan tidak pantas secara
moral untuk melakukannya. Perempuan yang bekerja tidak sesuai dengan kodrat
keperempuannya akan membawa konsekuensi terhadap ketidakseimbangan antara fisik
dan mentalnya. Seperti gejala fisik diantaranya keletihan yang dapat
menghilangkan gairah hidup, sedangkan dari segi mental akan dijumpai gejala
kejiwaan seperti, selalu ingin marah, merasa cemas, sering sedih, serta stres.
Stres bisa menimbulkan konflik antara suami dan anak-anaknya, bahkan dengan
orang-orang di tempat kerja.
Tidak melampaui
batas-batas dan aturan agama utamanya dengan lawan jenis dalan lingkungan
pekerjaan. Sering menimbulkan fitnah dan pengaruh negatif terhadap dirinya,
rumah tangganya, dan rumah tangga lawan jenisnya sebab hubungan terus menerus
antara laki-laki dan perempuan dalan suatu lingkungan kerja yang akan mendekati
dengan perbuatan zina. Jika perempuan dan laki-laki tidak memperhatikan
batas-batas yang telah ditetapkan oleh agama, apalagi kalau perempuan karier
itu suka memamerka perhiasan serta kecantikan, dan terbiasa membuka auratnya.
Apabila perempuan karier tetap menjaga akhlakul
karimah dan aturan-aturan agama dalam lingkungan kerjanya, maka kemungkinan
timbulnya fitnah dapat dicegah.
Demikian antara lain
alternatif jalan keluar bagi perempuan karier sebagai suatu upaya untuk
menanggulangi kemungkinan timbulnya ekses yang menjurus kepada perbuatan yang
negatif, utamanya bagi perempuan karier yang berstatus sebagai ibu rumah
tangga. Agar sukses dalam kariernya serta sukses pula dalam rumah tangganya. Insya Allah.
Hak
Persamaan Upah Dengan Pria
Dalam islam tidak
membedakan masalah hak berkerja dan hasil-hasilnya . Jumlah upah yang harus
dibayar oleh tempat ia berkerja tidak di atur dalam islam itu sesuai
kesepakatan antara yang telah diusahakan dan pemilik usaha. Dalam agama yang
harus diperhatikan itu kehalal dan haramnya apakah uang tersebut halal atau
haram.
C.
Tanggung
jawab orang tua dalam mendidik anak
Dari
Abu Hurairah ra, Nabi Muhammad saw bersabda “sesungguhnya kewajiban orang tua dalam memenuhi hak anak itu ada tiga,
yakni :pertama, memberi nama yang baik ketika lahir. Kedua, medidiknya dengan
Al-qur’an dan ketiga, mengawinkan ketika menginjak dewasa.”
1.
Memberi Nama yang Baik
Rasulullah
diketahui telah memberikan perhatian yang sangat besar terhadap masalah nama.
Kapan saja beliau menjumpai nama yang tidak menarik (patut) dan tak berarti,
beliau mengubahnya dan memilih beberapa nama yang pantas. Hal tersebut terdapad
dalam hadist yang disampaikan oleh Aisyah ra, bahwa Rasulullah biasa mengubah
nama-nama yang tidak baik (H.R. Tirmidzi)
2.
Mendidik dengan Al-Qur’an
Pada
suatu kesempatan Umar Bin Khathab kehadiran seseorang yang mengadukkan
kenakalan anaknya “anakku ini sangat bandel” tuturnya kesal. “hai Fulan! Apakah
kamu tidak takut karena telah berani melawan ayahmu dan tidak memenuhi hak
ayahmu?” anak yang pintar ini menyela “hai amirullah mukminin, apakah orang tua
tidak punya kewajiban memenuhi hak anak?” umar ra menjawab “ada tiga, yakni:
memilihkan ibu yang baik, jangan sampai kelak terhina akibat ibunya. Kedua,
memilihkan nama yang baik. Ketiga, mendidik mereka dengan al-qur’an.” Mendengar
uraian dari khalifah umar ra anak tersebut ,menjawab “demi Allah, ayahku tidak
memilihkan ibu yang baik bagiku, akupun diberi nama “kelelawar jantan”,
sedangkan dia juga mengabaikan pendidikan islamku. Bahwa walau satu ayatpun
tidak pernah diajari olehnya. Lalu umar menoleh kepada ayahnya seraya berkata
“kau telah berbuat durhaka kepada anakmu, sebelum ia berani kepadamu..”
3.
Menikahkannya
Bila sang buah hati sudah memasuki usia
yang siap menikah, maka nikahkanlah. Jangan biarkan mereka terus tersesat dalam
belantara kemaksiatan. Do’akan dan dorong mereka untuk hidup berkeluarga, tak
perlu menunggu memasuki usia senja. Bila muncul rasa kekhawatiran tidak
mendapat rezeki dan mengganggu beban berat keluarga, Allah berjanji akan
menutupinya seiring dengan usaha dan kerja keras yang dilakukannya. Sebagaimana
firmanNya “kawinkanlah anak-anak kamu (yang belum kawin) dan orang-orang yang
sudah waktunya kawin dari hamba-hambamu yang laki-laki ataupun perempuan. Jika
mereka itu orang-orang yang tidak mampu, maka Allah akan memberikan kekayaan
kepada mereka dari anugerahNya.” (Q.S. An-Nur:32)
Keselamatan
iman jauh lebih utama daripada kekhawatiran-kekhawatiran yang sering menghantui
kita. Rasulullah dalam hal ini bersabda “ada tiga perkara yang tidak boleh
dilambatkan, yaitu :shalat, apabila tiba waktunya, jenazah apabila sudah datang
dan ketiga, seorang perempuan apabila sudah memperoleh (jodohnya) yang cocok.”
(HR.Tirmidzi)
BAB
IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dahulu kala derajat wanita sangat rendah, wanita
dijadikan budak, hanya pemuas nafsu, wanita sebagai laknat dan tidak harus
dipercaya. Datanglah islam sebagai agama penyelamat kehidupan. Dan kembalilah
hak-hak dan kehormatan wanita pada zaman itu. Terlepas dari itu semua
problematika pun belum tuntas adanya kesenjangan antara wanita dan laki-laki
menjadi problematika tersendiri sekarang khususnya dalam kehidupan rumah
tangga. Dimana kedudukan wanita dianggap mahluk lemah dan laki-laki mahluk kuat.
Padahal di mata Allah SWT islam telah mengatur dan menjelaskan tentang
kedudukan wanita dan laki-laki itu sama sebagai mahluk ciptaan Allah yang sama
ketawakalannya dan akan menanggung jawabkan amal perbuatannya di yaumul hisab
nanti. Namun ada pula perbedaan antar
kedudukan wanita dan laki-laki dimana terletak pada hak dan kewajibannya di
dalam hidup rumah tangganya.
Dari problematika tersebut muncul kata gander . Istilah gender dan seks memiliki perbedaan
dari segi dimensi. Isilah seks (jenis kelamin) mengacu pada dimensi biologis
seorang laki-laki dan perempuan, sedangkan gender mengacu pada dimensi
sosial-budaya seorang laki-laki dan perempuan. Misalnya dalam hal pekerjaan
dokter bisa di gapai oleh wanita dan laki-laki itu dinamakan Gander. Berbeda
hal nya dengan laki-laki dan perempuan yang memiliki kodrat masing-masing.
Contohnya seperti laki-laki diciptakan untuk menjadi seorang pemimpin,
dikodratkan memberi nafkah, dll. Dengan pengertian Konsep Gander tergantung
kepada suatu kesepakatan atau komitmen dalam keluarga tersebut. Namun pada
hakikatnya Islam telah mengatur hak dan kewajiban yang dalam kehidupan rumah
tangga.
Kewajiban seorang suami terhadap istri sama besarnya
dengan hak istri. Namun begitu kewajibanseorang istri juga menghasilkan hak
untuk suami. Kewajiban suami terhadap hak istri lebih banyak daripada kewajiban
istri terhadap hak suami namun begitu tidak
menjadikan suami terus meminta haknya terhadap istri, malah justru suamiharus
bisa menghargai istri. Istri yang menjaga suami, suami pun juga harus menjaga
istri, selaku pemimpin keluarga.
Setelah mengetahui hak dan kewajiab suami istri,
pada dasarnya peran istri sebenarnya adalah mengurus segala urusan rumah
tangga, mengandung,melahirkan, menyusui, mendidik anak, mengurus suami, mematuhi
suaminya. Dan peran suami adalah menafkahi menjadi pemimpin dalam rumah tangga,
membimbing istrinya dalam kebenaran, dlln. Namun seiring zaman maju maka,
perdaban dan kehidupan manusia pun berubah dan banyak wanita yang bekerja di
luar rumah. Karena faktor internal dan ekternal, dari keluarga itu sendiri.
Ada
hal-hal yang perlu diperhatikan, jika istri ingin bekerja, diantaranya Tidak
termasuk perbuatan maksiat , Pekerjaannya tidak mengganggu kewajiban utamanya
dalam urusan dalam rumah, Harus dengan izin suaminya, Tidak mengaharuskannya
berduaan dengan laki-laki asing, Pekerjaan yang tidak mengharuskan dirinya
berdandan dan membuka aurat ketika keluar rumah karena ngundang syahwat dan
perhatian tertera, Menerapkan adab-adab islami, seperti: Menjaga pandangan,
memakai hijab syar’i, tidak memakai wewangian, tidak melembutkan suaranya
kepada pria yang bukan mahrom, dll, Pekerjaannya sesuai dengan tabi’at wanita,
perempuan dilarang melakukan pekerjaan-pekerjaan yang terbilang berat seperti
polisi dan tentara, Tidak ada ikhtilat di lingkungan kerjanya dan Hendaklah
mencari dulu pekerjaan yang bisa dikerjakan di dalam rumah.
Motivasi Perempuan Terjun ke Dunia Karier, Pendidikan,
Terpaksa oleh keadaan dan kebutuhan yang mendesak, Untuk alasan ekonomis, Untuk
mengisi waktu yang kosong, Untuk mencari ketenangan dan hiburan dan Untuk
mengembangkan bakat.
Dampak positif dan Negatif dari Perempuan Karier,
Dengan berkarier perempuan dapat mencukupi kebutuhan pinansial dan membantu meringankan beban keluarga,
Dengan berkarier, perempuan dapat memberikan pengertian dan penjelasan
motivasi, Dapat memajukan serta mensejahterakan masyarakat dan bangsa , Dengan
berkarier, perempuan dalam mendidik anak-anaknya pada umumnya lebih bijaksana,
demokratis, dan tidak otoriter , Dengan berkarier, perempuan yang menghadapi
kemelut dalam rumah tangga atau sedang mendapat gangguan jiwa akan terhibur dan
jiwanya akan menjadi sehat
Dampak negatif timbul dengan adanya perempua karier
antara lain sebagai berikut, Dari segi negatifnya malah menyimpang, memunculkan
adanya kebebasan pribadi , Pekerjaan wanita di luar rumah biasanya terjadi bagi
wanita yang telah menikah dengan mengorbankan anak dan keluarga, dan kehilangan
banyak kedamaian jiwa , Terhadap anak-anak, Terhadap suami, Terhadap rumah
tangga. Terhadap kaum laki-laki dan Terhadap masyarakat.
Maka
sudah jelas bahwa baik ayah maupun ibu sama-sama memikul tanggung jawab untuk
mendidik anak. Orang tua memiliki
kewajiban mendidik putra-putrinya, tidak kecuali pendidikan agama untuk mengantarkan
mereka menjadi hamba Rabbani yang mampu memenuhi segala tuntutan hidup yang
datang pada dirinya
B. Saran
Sejalan dengan simpulan diatas, penulis
merumuskan saran sebagai berikut.
1.
Hendaknya kita akan menjadi seorang
istri dan ibu maka belajarlah untuk memanagement keadaan, harus bisa membagi
waktu untuk keluarga, untuk pekerjaan dan untuk masyarakat.
2.
Jangan terjebak menjadi manusia yang
tamak akan harta sehingga keluarga dan suami di korbankan kepada orang lain
untuk menrurusnya.
3.
Lebih bijak dalam mengambil keputusan
besar dalam hidup.
DAFTAR
PUSTAKA
Yayat .(2012), Pengertian Gender Menurut Para Ahli, (online), ,http://www.sarjanaku.com/2012/06/pengertian-gender-menurut-para-ahli.html.
(23 September 2013).
Manshur, AQ. (2012), Buku Pintar Fikih Wanita, TANGERANG :
ZAMAN
Wahyu, A, (2000), Dunia Wanita Dalam Islam, JAKARTA : LENTERA
Barr. FM. (2005), Dosa-dosa kaum
perempuan. DEPOK: IQRA KURMIA GEMILANG
Usman, U. (2011), Shahih Fiqih Wanita.SOLO: INSAN KAMIL
AL-warisy, (2012), Pemikiran Islam Ilmiah Menjawab
tantangan zaman. SURABAYA : YAYASAN AL-KAHFI
http://ceritahatiku168.blogspot.com/2017/06/cerita-jenny-kisah-inspirasi-jawaban.html
BalasHapushttp://ceritahatiku168.blogspot.com/2017/06/cerita-jenny-kisah-nyata-kasih-ibu.html