Laman

Rabu, 20 Maret 2013

KONSEP DASAR DAN TEORI BELAJAR DAN PEMBELAJARAN PAUD


BAB II
PEMBAHASAN

A.              Pengertian Belajar dan Pembelajaran
            Sebagai landasan penguraian mengenai apa yang dimaksud dengan belajar,   terlebih dahulu akan dikemukakan beberapa devinisi.
1.               Hilgard dan bower, dalam buku therois oflearning (1975) mengemukakan . “belajar berhubungan  dengan perubahan tingkah laku seseorang tetrhadap suatu situasi  tertentu yang disebabkan oleh pengalamannya yang berulang-ulang dalam situasi itu, dimana perubahan tingkah laku itu tidak dapat dijelaskan atau dasar kecenderungan respon pembawaan, kematangan, atau keadaaan-keadaan sesaat seseoramg (misalnya kelelahan, pengaruh orang, dan sebagainya).
2.               Gange, dalam buku the conditions of learning (1977) menyatakan bahwa : “ belajar  terjadi apabila suatu situasi stimulus bersama dengan isi ingatan mempengaruhi siswa sedemikian rupa sehinnga perbuatannya (performance-nya) berubah dari waktu sebelum ia mengalami situasi itu ke waktu sesudah ia mengelami situasi tadi.
3.               Crow dan crow (1958) merumuskan pengertian belajar sebagai perolehan kebiasaan-kebiasaan, pengetahuan, dan sikap. Hal tersebut termasuk cara-cara lain  untuk melakukan suatu usaha penyesuaian diri terhadap situasi yang baru.
4.               Surya (1985) mengemukakan pengertian belajar sebagai proses usaha ynag dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku secara keseluruhan, sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksinya dengan lingkungan.
            Tentu kita sudah tidak asing lagi dengan istilah “belajar”. Kata ini, secara efektif sudah kita kenali sejak kita bersekolah di kelompok bermain maupun taman kanak-kanak.  Dari beberapa pernyataan menurut para ahli mengenai pengertian belajar, untuk memudahkan memahami konsep belajar simaklah ilustrasi berikut ;
            Gina sebelum masuk sekolah TK tingkat A, belum bisa membaca. Di TK, ia bersama teman-temannya dikenalkan berbagai abjad oleh ibu citra, sang guru. Dengan menggunakan alat peraga ibu citra menunjukan kepada siswa-sisawanya huruf  A sampai dengan Z. Sambil menunjuan huruf-huruf  itu, ibu citra meminta kepada siswa-siswanya menirukan apa yang dikatakannya. Bu citra melafalkan huruf A serentak siswa-siswa mengucapkan A. Seiring dengan berjalannya waktu, di akkhir tahun ajaran, gina beserta teman-temannya dapat menlis dan membaca.
            Belajar  adalah belajar itu sendiri adalah hubungan yang dapat membuat perubahan tingkah laku akibat adanya stimulus dan juga pengulangan yang dilakukan oleh guru
            Adapun Pengertian pembelajarn menurut para ahli adalah sebagai berikut:
a.                Belajar menurut Aaron Quinn Sartain adalah Suatu perubahan prilaku sebagai hasil pengalaman. Sugandi (2000:4).
b.               Belajar merupakan suatu bentuk pertumbuhan atau perubahan diri seseorang yang dinyatakan dalam cara-cara bertingkah laku yang baru, berkat pengalaman dan latihan. Pengertian lain belajar yaitu suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Slameto, (2003:2).
c.                Dalam proses belajar mengajar (PBM) akan terjadi interaksi antara peserta didik dan pendidik. Peserta didik atau anak didik adalah salah satu komponen manusiawi yang menempati posisi sentral dalam proses belajar-mengajar. Slameto, (2003:109), sedang pendidik adalah salah satu komponen manusiawi dalam proses belajar-mengajar, yang ikut berperan dalam usaha pembentukan sumber daya manusia yang potensial dibidang pembangunan. Slameto. (2003:123).
      Pembelajaran merupakan proses komunikasi dua arah, mengajar dilakukan oleh pihak guru sebagai pendidik, sedangkan belajar dilakukan oleh peserta didik atau murid.sehingga mengupayakan terjadinya interaksi anatara guru dan murid.
      Konsep pembelajaran menurut Coey(1986:195) adalah suatu proses dimana lingkungan seseorang secara di segaja di kelola untuk memungkinkan ia turut serta dalam tingkah laku tertentu dalam kondisi-kondisi khusus atau menghasilkan respons terhadap situasi tertentu, pembelajaran merupakan subset khusus dari pendididkan.
      Dalam pembelajaran guru harus memahami hakekat materi pembelajaran yang di ajarkannya sebagai suatu pelajaran yang dapat mengembangkan keampuan berfikir siswa dan memahami berbagai model pembelajaran yang dapat merangsang kemampuan siswa untuk belajar dengan perencanaan pengajaran yang matang oleh guru. Jika guru menguasai materi pelajaran, diharuskan juga menguasai metode pengajaran yang sesuai kebutuhan materi ajar yang mengacu pada prinsip pedagogik, yaitu memahami karakteristik peserta didik. Jika metode dalam pemelajaran tidak dikuasai , maka penyampaian materi ajar menjadi tidak maksimal.
B.              Konsep Belajar dan Pembelajaran
1.               Konsep belajar
            Belajar merupakan komponen ilmu pendidikan yang berkenaan dengan tujuan dan bahan acuan interaksi, baik yang bersifat eksplisit maupun implisit (tersembunyi).  Teori-teori yang di embangkan dalm teori ini meliputi teori tentang tujuan pendidikan, organisasi kurikulum, isis kurikulum, dan modul-modul pengembangan kurikulum. Kegiatan atau tingkah laku belajar terdiri dar kegiatan psikis dan fisik yang saling bekerja sama secara terpadu dan konferhensif integral. Dengan demikian belajar dapat dipahami sebagai suatu usaha atau latihan supaya mendapat kepandaian.dalam implementasinya, belajar adalah kegiatan individu memperoleh pengetahuan, perilaku dan keteramoilan dengan cara mengolah bahan belajar.para ahli psikologi dan guru-guru pada umumnya memandang belajar sbagai kelakuan yang berubah, pandangan ini memisahkan pengertian yang tegas antara pengertian proses belajar degan kegiatan yang semata-mata bersifat hafalan.
            Untuk menangkap isi dan pesan belajar, maka dalam belajar tersebut individu menngunakan kemampuan pada anak-anak:
a.                Kognitif, yaitu kemampuan yang berkenaan dengan pengetahuan, penalaran atau pikiran, terdiri darikategori pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, dan evaluasi.
b.               Afektif, yaitu kemampuan yang mengutamakan perasaa emosi, dan reaksi-reaksi yang berbeda dengan penalaran yang terdiri dari kategori penerimaan, partisipasi, penilaian atau penentuan sikap, organisasi dan pembentukan pola hidup.
c.                Psikomotorik, yaitu kemampuan yang mengutamakan keterampilan jasmani terdiri dari persepsi, kesiapan, gerakan terbimbing, gerakan terbiasa, gerakan kompleks, penyasuaian pola gerakan, dan kreatifitas.
          Belaajar sebagai proses akan terarah pada tercapainya tujuan, dalam aspek ini dapat dilihat dari pihak siswa intuk mencapai sesuatu yang berarti baginya maupun guru sesuai dengan tujuan. Belajar merupakan komponen paling vital dalam setiap usaha penyelenggaraan jenis dan jenjang pendidikan, sehingga tanpa proses belajar tidak pernah ada pndidikan.
            Belajar  dikatakan berhasil manakala seseorang mampu mengulangi kembali materi yang telah dipelajarinya, kemudian jika telah dipelajari itu mamp disampaikan dan diekspresikan dalam bahasa sendiri. Belajar disimpulkan terjadi bila tampak tanda-tanda bahwa perilaku manusia berubah sebagai akibat terjadinya proses pembelajaran.
2.               konsep pembelajaran
          sering dikatakan mengajar adalah mengorganisasikan aktifitas siswa dalam arti yang luas. Peranan guru bukan semata-mata memberikan informasi, melainkan juga mengarahkan dan memberikan fasilitas belajar agar proses belajar lebih memadai. Pembelajaran mengandung arti setiap kegiatan yang dirancang untuk membantu seseorang mempelajari suatu kemampuan dan atau nilai yang baru. Proses pembelajaran pada awalnya meminta guru untuk mengetahui kemampuan dasar yang dimilki oleh siswa meliputi kemampuan dasarnya, motivasinya, latar belakang akademisnya, latar belakang sosial ekonominya, dan lain sebagainya.kesiapan guru untuk mengenal karakteristik siswa dalam pembelajaran merupakan modal utama penyampaian bahan belajar dan menjadi indikator suksesnya pelaksanaan pembelajaran.
            Bahan pelajaran dalam proses pembelajaran hanya merupakan perangsang tindakan pendidik atau guru, juga hanya merupakan tindakan memberikan dorongan dalam belajar yang tertuju pada pencapaian tujuan belajar. Anata belaja dan mengajar dengan pendidikan bukanlah sesuaatu yang terpisah ataau bertentangan. Justru proses pembelajaran adalah merupakan aspek yang terintegrasi dari proses pendidikan.
          Hanya saja sudah menjai kelaziman bahwa proses pembelajaran dipandang sebagai aspek pendidikan jika berlangsung disekolah saja. Hal ini menunjukan bahwa proses pembelajaran merupakan proses yaang mendasar dalam aktivitas pendidikan disekolah. Dari proses pembelajaran tersebut siswa memperoleh hasil belajar yang merupakan hasil dari suatu intraksi tindak belajar yaitu mengalami prose untuk meningkatkan kemampuan mentalnya dan tindak mengajar yaitu membelajarkan siswa. Guru sebagai pendidik melakukan rekayasa pembelajaran berdasarkan kurikulum yang berlaku dalam tindakan tersebut guru menggunakan asas pendidikan maupun teori pendidikan. Guru membuat desai instruksional, mengacu pada dessain ini para siswa menyusun program pembelajaran dirumah dan bertanggung jawab sendiri atas jadwal belajar yang di buatnya. Sementara itu siswa sebagai pembelajar disekolah memilki kepribadian, pengalaman, dan tujuan. Siswa tersebut mengalami perkembangan jiwa sesuai asas emansipasi dirinya menuju keutuhan dan kemandirian.

C.              Teori Belajar dan Pembelajaran Menurut Para Ahli
1.               Teori-teori Belajar.
            Setelah mengetahui definisi belajar, maka pendidik sebaiknya mengetahui dan memahami teori-teori belajar  yang menjadi acuan dalam proses pembelajaran. Berikut ini dikemukakan tiga teori belajar, yaitu:
a.                Teori Belajar Ilmu Jiwa Daya.
            Menurut teori ini otak manusia terdiri dari bagian-bagian atas daya-daya seperti kognisi, emosi, konasi, afektif, dan psikomotor. Dalam hal ini, peserta didik dapat dilatih otaknya dengan memberikan problem solving sehingga dapat dilihat bagaimana cara anak memecahkan masalah tersebut, sehingga proses untuk mendapatkan informasi-informasi atau jawaban dari pemecahan masalah tersebut diproses melalui pola pikir. Misalnya, anak sedang bermain perosotan, sehingga ia harus sabar menugnggu giliran bergantian, dalam hal ini anak sedang dilatih  untuk mengembangkan emosional nya meski tanpa anak sadari, sehingga jelas lah bahwa anak belajar dengan cara melibatkan struktur mental.
b.               Teori Belajar Asosiasi
            Teori ini disebut juga dengan S-R Bond Theory artinya menurut teori ini aktivitas pendidik didalam pembelajaran harus memberikan stimulus-stimulus sehingga peserta didik dapat belajar dengan baik. Dengan demikian, adanya perubahan perilaku yang ditunjukkan oleh anak merupakan respone dari akibat adanya rangsangan yang diberikan oleh pendidik. Misalnya di taman kanak-kanak, dengan menciptakan pembelajaran yang menyenangkan melalui bermain maka akan memudahkan anak dalam mencerna bahan ajar yang disampaikan sehingga kemampuan yang dimiliki oleh anak berupa keterampilan fisik-motorik, kognitif,bahasa, sosial emosional, moral agama dan seni anak dapat dikembangkan dengan baik.
c.                Teori Belajar Organismegestalt
            Menurut teori ini, peserta didik dipandang sebagai suatu keseluruhan organisme yang dinamis dan berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu. Artinya bahwa seseorang belajar karena berdasarkan pengalaman-pengalaman langsung dari suatu lingkungan,seseorang belajar karena seseorang dihadapkan pada suatu masalah dan harus dipecahkan dengan cara-cara yang logis atau faktual. Dengan demikian, belajar merupakan suatu proses yang bermakna dengan melibatkan pengalaman langsung, pola pikir, perasan dan melibatkan inisiatif.
            Berdasarkan ke tiga teori-teori belajar diatas, dapat disimpulkan bahwa teori-teori belajar merupakan acuan-acuan bagi pendidik dalam proses pembelajaran sehingga  mampu memberikan bahan ajar yang sesuai dan tepat dengan karakter yang dimiliki anak yang  melibatkan struktur mental melalui pengalaman langsung dan memberikan stimulus-stimulus sehingga adanya respone berupa tanggapan dari peserta didik.
            Selain teori-teori belajar yang dikemukakan diatas, berikut ini dikemukakan tiga kelompok teori belajar menurut para ahli berdasarkan keyakinannya.
1.               Teori Behaviorisme
            Pada dasarnya teori behaviorisme mamandang bahwa manusia sepenuhnya adalah mahkluk reaktif yang perilakunya dikontrol oleh faktor-faktor yang datangnya dari luar, dengan kata lain, lingkungan merupakan faktor penentu dari perilaku manusia. Tokoh yang terkenal dalam teori ini adalah Thondrike, Ivan Pavlov dan B.F Skinner.
a.                Teori Belajar Thondrike
Menurut Thondrike (Rakhmat dkk, 2002) mengemukakan bahwa proses pendidikan Behavioristik mengandung tiga unsur penting, yaitu stimulus, respon dan penguatan (reinforcement). Selain itu Thondrike mengemukakan bahwa belajar pada binatang juga berlaku bagi manusia yaitu belajar coba-coba. Hasil percobaannya melahirkan tiga prinsip yaitu :
1)               Law of Readiness atau hukum kesiapan, artinya keberhasilan belajar akan tercapai jika peserta didik telah siap untuk melakukan pembelajaran tersebut, kesiapan tersebut berupa kesiapan mental dan fisik peserta didik sehingga dalam proses pembelajaran dapat berjalan dengan baik. Contohnya ketika anak mulai belajar berjalan maka anak dapat di fasilitasi dengan alat bantu yang terbuat dari bambu dan di tancapkan di halaman rumah.
2)               Law of Exercise atau hukum latihan, menyatakan bahwa belajar memerlukan banyak latihan atau ulangan-ulangan. Artinya anak diberikan latihan untuk dapat memecahkan suatu masalah yang berkaitan dengan konsep  atau teori sehingga anak mendapatkan pemahaman yang dapat digunakan untuk belajar lebih lanjut.
3)               Law of effect, atau hukum mengetahui hasil, artinya supaya peserta didik dapat belajar lebih bersemangat lagi maka hasil belajar anak perlu untuk diketahuinya.


b.     Teori Belajar Ivan Pavlov
            Ivan Pavlop telah membuktikan bahwa beberapa aktivitas belajar manusia dihasilkan oleh proses pengontrolan (conditioning), sebagaimana ia melakukan percobaanya terhadap anjing. Dalam hal ini peserta didik diberikan stimulasi belajar karena  telah diatur dalam suatu kondisi tertentu. Misalnya anak usia dini melakukan kegiatan berbaris setelah di bunyikan bel dahulu lalu setelah itu masuk kelas untuk belajar. Teori ini memberikan gambaran terutama pada guru akan pentingnya menciptakan kondisi pembelajaran yang teratur, disiplin yang pada akhirnya akan mengantarkan peserta didik untuk mengikuti berbagai aturan, norma, kaidah dan etika.
c.        Teori Belajar Skinner
Teori belajar Skinner dikenal dengan teori penguatan atau teori pembiasaan perilaku respon (operant conditioning), yaitu adanya respon balik dari pendidik terhadap anak akibat dari hasil proses belajarnya. Jika tingkah laku operant diiringi dengan stimulus penguat, maka kekuatan tingkah laku tersebut akan meningakat, tetapi sebaliknya jika timbulnya tingkah laku operant yang telah diperkuat melalui proses conditioning itu tidak diiringi dengan stimulus penguat maka kekuatan tingkah laku tersebut akan menurun atau hilang. Misalnya anak yang memenangkan lomba mewarnai diberi hadiah, tujuannya supaya anak dapat mempertahankan dan meningkatkan prestasinya.
2.     Teori kognitivisme
            Teori kognitivisme adalah teori yang lebih menekankan terhadap pentingnya proses internal yaitu mental manusia, artinya tingkah laku manusia yang tampak tidak dapat diukur dan diterangkan tanpa melibatkan proses mental seperti motivasi, kesengajaan, keyakinan dan sebagainya. Ciri utama dari teori kognitivisme itu adalah adanya kecenderungan untuk memahami pikiran. Prinsip dari teori ini adalah pengenalan individu terhadap lingkuungannya adalah hasil transformasi yang bukan hanya dilakukan oleh organ indra tetapi juga oleh sisitem yang mengolah menterjemahkan masukan-masukan indria.
      Tokoh-tokoh yang mendukung teori belajar kognitif diantaranya adalah Piaget dan Howard Gardner.
a.      Teori Piaget
            Piaget menyatakan bahwa untuk meningkatkan kemampuan berpikirnya maka anak harus diberikan berbagai pertanyaan sehingga kemampuan berpikir anak akan berkembang dengan ditandai adanya tanggapan berupa jawaban dari anak. Selain itu Piaget mengungkapkan bahwa perkembangan kognitif adalah interaksi dari hasil kematangan manusia dan pengaruh lingkungan. Manusia aktif mengadakan hubungan dengan lingkungan, menyesuaikan diri terhadap objek-objek yang ada diskitarnya yang merupakan proses interaksi untuk mengembangkan aspek kognitif.
      Menurut Piaget perkembangan kognitif anak dibagi kedalam empat tahap, yaitu :
1)          Faseu Sensoris Motor (0 - 2) tahun
Pada tahap ini anak akan berinteraksi dengan lingkungannya melalui panca indera. Dimulai dengan adanya gerakan reflek yang dimiliki sejak lahir yaitu dengan gerakan instink yang disebabkan oleh dorongan dalam diri untuk memuaskan dorongan itu, misalnya bayi menyusu dan tahu bagaimana caranya, kemudian dapat menggenggam, melihat, melempar hinngga pada akhir 2 tahun anak  sudah dapat menggunakan satu benda dengan tujuan yang berbeda, misalnya anak memegangi meja untuk membantunya berjalan.
2)   Faseu Pra Operasioanal (2-7) tahun
            Faseu ini merupakan masa permulaan anak untuk membangun kemampuannya dalam menyusun pikirannya. Pada tahap ini dapat berpikir secara simbolik , memiliki kemampuan berbahasa yang  baik sehingga dapat menggunakan kata-katanya untuk menandai suatu objek. Selain itu, anak melihat dunia berdasarkan perspektifnya sendiri (egosentris). Anak dapat memutuskan sesuatu bukan berdasarkan analisis rasional melainkan secara intuitif artinya dalam menciptakan sesuatu anak tidak tahu pasti mengapa ia melakukan hal tersebut, misalnya anak menyusun balok atau menggambar. Tetapi pada tahap ini juga anak dapat mengklasifikasi objek sesuai dengan kelompoknya.


3)   Faseu Operasional konkrit
            Pada tahap ini anak mulai dapat berpikir secara logis. Anak telah mampu memecahkan masalah yang bersifat konkret dan masih sulit memecahkan masalah yang bersifat abstrak.
4)   Faseu Operasional Formal
            Pada tahap ini anak dapat berpikir secara abstrak seperti mengemukakan ide-ide, memprediksi kejadian yang akan terjadi, berpikir masa depan secara realistik, mengerti bahasa kiasan dan mampu menyimpulkan sebuah berita.
b.     Teori Multiple Intelligence
      Teori Multiple Intelligence adalah sebuah teori yang di gagas oleh Dr.Howard Gardner di Hardvard University. Multiple Intelligence merupakan penilaian yang melihat secara deskriptif tentang bagaimana anak memecahkan masalahnya  dengan menggunakan kecerdasan-kecerdasan yang dimilikinya, sehingga mendapatkan sesuatu yang bernilai.
      Berikut ini merupakan delapan kecerdasan jamak yang dikemukakan oleh Howard Gardner.
1)   Kecerdasan Linguistik (Word Smart)
            Kecerdasan Linguistik adalah kecerdasan dalam mengolah kata, atau kemampuan anak dalam menggunakan kata dengan baik dan benar melalui tulisan ataupun lisan. Kecerdasan ini memiliki empat keterampilan yaitu, menyimak, membaca, menulis dan berbicara. Orang yang memiliki kecerdasan ini dapat dilihat ketika ia berargumentasi, menghibur, meyakinkan orang lain melalui kata-kata yang diucapkannya.
            Upaya yang digunakan oleh guru dalam mengembangkan kcerdasan ini dapat melalui mengajak anak berbicara, membacakan cerita, bermain huruf, merangkai crita, berdiskusi atau bercakap-cakap, bermain peran, dan maemperdengarkan lagu anak-anak.
2)   Kecerdasan Logika-Matematika
     Kecerdasan Logika-Matematika adalah kemampuan yang melibatkan keterampilan mengolah angka dan menggunakan akal sehat atau logika. Kecerdasan ini pada dasarnya melibatkan kemampuan-kemampuan menganalisis masalah secara logis.
            Upaya yang dapat dilakukan oleh guru dalam mengembangkan kecerdasan ini yaitu dengan melalui, bermain puzzle, mengenal bentuk geometri, mengenalkan bilangan melalui sajak berirama dan lagu, melalui diskusi dan olah pikir ringan, pengenalan pola, eksperimen di alam, memperkaya pengalaman berinteraksi dengan konsep matematika, dan games.
3)   Kecerdasan kinestetik (Body Smart)
            Kecerdasan kinestetik adalah kecerdasan dengan menggunakan gerakan-gerakan motorik baik itu motorik kasar maupun motorik halus. Kecerdasan Kinestetik adalah kecerdasan yang mencakup berbagai kemampuan untuk berpikir melalui gerakan, menggunakan tubuh secara ekspresif, tahu kapan dan bagaimana untuk bereaksi, dan meningkatkan keterampilan fisik.
            Upaya yang dapat dilakukan untuk mengembangkan kecerdasan kinestetik adalah dengan menari, bermain peran, drama, latihan fisik, dan pantomim. Melalui kegiatan ini anak akan melakukan gerakan-gerakan yang baik seperti berlari.
4)   Kecerdasan Visual Spasial (Picture Smart)
Kecerdasan Visual Spasial adalah kecerdasan dimana anak dapat berpikir melalui gambar. Misalnya dengan menyajikan video, gambar, menggunakan model dan atau diagram.
            Upaya yang dapat dilakukan oleh guru untuk mengembangkan kecerdasan visual ini yaitu dengan menggambar dan melukis, mencorat-coret, menyanyi dan mengenal serta membayangkan suatu konsep, membuat prakarya, mengunjungi berbagai tempat, dan permainan yang konstruktif.
5)   Kecerdasan Intrapersonal (Self Smart )
Kecerdasan Intrapersonal adalah kecerdasan yang mengetahui akan kesadaran diri kritis atau tinggi, kesadaran akan kekuatan dan kelemahan diri individu serta mampu merefleksikan kemampuan berpikir atau proses belajar. Upaya yang dapat dilakukan dalam mengembangkan kecerdasan ini adalah dengan menciptakan diri yang positif, menulis intropeksi, menuangkan isi hati dalam jurnal pribadi, berckap-cakap tentang minat dan keadaan diri anak, memberikan kesempatan menggambar diri sendiri dari sudut pandang anak, membayangkan diri di masa datang, serta mengajak berimajinasi jadi satu tokoh sebuah cerita.
6)   Kecerdasan Interpersonal (People Smart)
Kecerdasan Interpersonal adalah kecerdasan memahami suasana hati dan perasaan orang lain, memiliki hubungan yang baik dari orang lain, serta memegang peran dalam kepemimpinan. Seseorang yang memiliki kecerdasan interpersonal dapat diketahui melalui kterampilan dalam berkomunikasi serta berinteraksi dengan orang lain.
Upaya yang dapat dilakukan oleh pendidik dalam mengembangakan kecerdasan interpersonal adalah melalui kegiatan belajar kelompok, menetapkan aturan tingkah laku, memberi kesempatan tanggung jawab di rumah, bersama-sama menyelesaikan konflik, melakukan kegiatan sosial di lingkungan, menumbuhkan sikap ramah dan santun, serta mendengarkan pembicaraan orang lain terlebih dahulu.
7)   Kecerdasan Musikal (music smart)
            Kecerdasan musikal adalah kecerdasan yang mengembangkan kemampuan menangani bentuk-bentuk musikal, kecerdasan musikal dilakukan dengan berpikir melalui suara dan irama, memproduksi musik dan notasi dalam lagu serta ditandai dengan sering memainkan instrumen.
Upaya yang dapat dilakukan oleh guru dalam mengembangkan kecerdasan musikal yaitu dengan melalui memberikan kesempatan pada anak untuk mengembangkan pemahaman tentang musik serta dengan memberikan stimulus-stimulus ringan seperti melalui kegiatan karya wisata ke stadion radio.
8)   Kecerdasan Natural  (Nature Smart )
            Kecerdasan naturalis adalah kecerdasan yang mengembangkan kepekaan anak terhadap lingkungan alamiah atau fenomena alam misalnya fenomena awan dan gunung-gunung. Seseorang yang memiliki kecerdasan naturalis dapat dilihat jika ia senang berinteraksi dengan makhluk hidup dan tumbuhan.
Strategi pembelajaran kecerdasan naturalis dapat dilakukan dengan jalan-jalan di alam terbuka, dengan mengajak anak berbicara mengenai apa yang terjadi di lingkungan sekitar, mendekorasi luar kelas dengan adanya tanaman-tanaman di pot, menanam bunga di kebun, serta mengajak anak untuk karya wisata dengan tema “menanam 1000 pohon”
9)   Kecerdasan Spiritual
Kecerdasan spiritual adalah kecerdasan yang dimiliki anak untuk mematuhi perintah Tuhan Yang Maha Kuasa dan menjauhi laranganNya. Upaya yang dapat dilakukan oleh guru untuk mengembangkan kecerdasan spiritual yaitu dengan mengajarkan do’a atau pujian kepada Sang Pencipta. Serta yang lebih penting adalah dengan melalui keteladanan dalam wujud nyata yang diwujudkan perilaku baik lisan, tulisan maupun perbuatan yang dilakukan oleh orang dewasa sehingga anak terbiasa untuk meniru perilaku baik.
3.     Teori Humanisme
      Teori Humanisme adalah teori yang meyakini bahwa belajar menjadi lebih bermakna dengan melibatkan kemampuan intelektual maupun emosional peserta didik. Tokoh yang terkenal pada aliran ini adalah belajar menurut J.J Rousseau,  Abraham Maslow dan C. Rogers.
a.      Teori menurut J.J Rousseau
            Rouseau menyatakan bahwa peserta didik memiliki potensi atau kekuatan yang masih terpendam, yaitu potensi berpikir, berperasaan, berkemauan, keterampilan, berkembang, mencari dan menemukan sendiri apa yang diperlukannya. Melalui berbagai kegiatan dan usaha belajar peserta didik mengembangkan segala potensi yang dimilikinya. Oleh karena itu, Rosseau menganjurkan agar peserta didik tidak usah terlalu banyak diatur dan diberi, biarkan mereka mencari dan menemukan dirinya sendiri, sebab peserta didik dapat berkembang sendiri.
b.     Teori menurut pandangan maslow
            Tokoh humanisme lainnya yang sangat populer menurut nasution (1991)
Dan rockler (1988) adalah maslow yang memandang bahwa aktualisasi peserta didik merupakan suatu kebutuhan asasi. Tiap peserta didik memiliki “self”  masing-masing yang tidak di kenal dan di dasarinya,yang teersembunyi atau tertekan dan karena itu perlu di bangkitkan dan di kembangkan . maslow termasuk salah satu tokoh humanistik yang menginginkan pendidikan membebaskan peserta didik agar lebih otonom dan bersikap lebih sehat terhadap dirinya,terhadap temannya,dan terhadap pelajarannya. Oleh karena itu dalam proses pembelajaran harus terdapat hubungan baik antara guru dan peserta didik dalam susana saling percaya, peserta didik belajar tanpa adanya paksaan dari pihak guru.
c.      Belajar Menurut Pandangan C. Rogers
      Teori psikologi belajar yang termassuk golongan humanistik adalah teori belajar yang dikemukakan oleh C. Rogers (1969). Teori ini membedakan dua jenis belajar yaitu cognitif learning yang berhubungan dengan pengetahuan terapan. Menurut teori ini  proses  belajar dengan adanya keterlibatan pribadi, inisiatif diri, dan evalusi diri. Experiantial Learning menyimpulkan bahwa  belajar harus dilakukan oleh peserta didik, sedangkan guru hanya sebagai fasilitator. Guru menciptakan ligkungan yang kondusif yang baik. Pada teori humanisme selain menganut aliran-aliran pendidikan romantik, menurut syaodih (1997) juga berpefang pada konsep Gestalt. Bahwa anak harus   dipandang sebagai suatu keseluruhan organisme ang mencapai suatu tujuan tertentu (Arbi dan Syahrun, 1992). Dalam pendidikan Gestalt, pendidikan hendaknya diarahkan untuk membina peserta didik yang utuh bukan saja pada aspek fisik dan intelektual akan tetapi juga aspek sosial dan afektif (emosi, sikap, erasaan dan nilai). Sedangkan menurut Nasution (1991) para Gestalist menginginkan adanya integrasi, pikiran dan perbuatan yang memberika  kebulatan pengalaman yang menyenangkan sesuai dengan keinginan peserta didik..
Beberapa pengaruh teori humanisme terhadap prosese pembelajaran.
1)     Individualisasi : perlakuan individual didasrkan pada kebutuhan dan individualitas/kepribadian;
2)     Motivasi :Motivasi belajar bersifat intrinsik, bersasarkan pemuasan kebutuhan individu;
3)      Metodologi : Menggunakan pendekatan proyek yang terpadu, menekankan pada mempelajari kehidupan sosial;
4)     Tujuan-tujuan kulikuler :Memusatkan diri pada pengembangan sosial, keterampilan berkomunikasi, tanggap pada kebutuhan kelomok dan individu;
5)     Bentuk pengelolaan kelas : Peseta didik diberi kebebasan memilih, sedangkan guru membantu bukan mengarahkan.
            Teori belajar behaviorisme, untuk saat ini kurang relevan bila dibandigkan dengan teori kognitivisme dan humanisme. Pada teori humanisme dan kognitivisme saat ini dianggap relevan untuk dikembangkan dalam berbagai pembelajaran.      
2.       Teori pembelajaran
a.                Teori deskriptif dan Teori Preskriptif
            Bruner mengemukakan bahwa teori pembelajaran adalah preskriptif dan teori belajar adalah deskriptif, preskriptif karena tujuan utama teori pembelajaran adalah menetapkan metode pembelajaran yang optimal, dan deskriptif karena tujuan utama teori belajar adalah memerika proses belajar. Teori belajar menaruh perhatian pada hubungan di antara variabel-variabel yang menentukan hasil belajar, atau sebagaimana seseorang belajar. Teori pembelajaran menaruh perhatian pada bagaimana seseorang mempengaruhi orang lain agar terjadi hal belajar atau upaya mengontrol variabel-variabel yang dispesifikasi dalam teori belajar agar dapat memudahkan belajar.
            Teori belajar yang deskriptif menempatkan variabel kondisi dan metode pembelajaran sebagai given, dan memerikan hasil pembelajaran sebagai variabel yang diamati atau kondisi dan metode pembelajaran sebagai variabel bebas dan hasil pembelajaran sebagai variabel tergantung. Sedangkan teori pembelajaran yang preskriptif, kondisi dan hasil pembelajaran ditempatkan sebagai given dan metode yang optimal dtempatkan sebagai variabel yang diamati, atau metode pembelajaran sebagai variabel tergantung. Teori preskriptif adalah goal oriented(untuk mencapai tujuan), sedangkan teori deskriptif adalah goal free(untuk memerikan hasil). Variabel yang diamati dalam pengembangan teori-teori pembelajaran yang preskriptif adalah metode yang optimal untuk mencapai tujuan, sedangkan dalam pengembangan teori-teori pembelajaran deskriptif variabel yang diamati adalah hasil sebagai efek dari interasi antara metode dan kondisi. Jadi, teori ini mengemukakan bahwa adanya keterkaitan antara belajar dengan pembelajaran. Ketercapaian belajar merupakan hasil dari tercapainya tujuan dari pembelajaran.
b.               Teori Behavioristik
            Teori behavioristik mengatakan bahwa belajar adalah perubahan tingkah laku. Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika ia telah mampu menunjukkan perubahan tingkah laku. Pandangan behaviouristik mengakui pentingnya masuan atau input yang berupa stimulus dan keluaran atau output yang berupa respon. Sedangkan apa yang terjadi di antara stimulus dan respon di anggap tidak penting diperhatikan sebab tidak bisa diamati dan diukur. Yang bisa diamati dan diukur hanyalah stimulus dan respons.
            Penguatan (reinforcement) adaah faktor penting dalam belajar. Penguatan adalah apa saja yang dapat memperkuat timbulnya respon. Bila penguatan ditambahkan (positif reinforcement) maka respon akan semakin kuat. Demikian juga jika penguatan dikurangi (negative reinforcement) maka respon juga akan menguat. Tokoh-tokoh penting teori behaviouristik antara lain Thorndike, Watson, Skiner, Hull dan Guthrie.
            Aplikasi teori ini dalam pembelajaran, bahwa kegiatan belajar ditekankan sebagai aktifitas “mimetic” yang menuntut siswa untuk mengungkapkan kembali pengetahuan yang sudah dipelajari. Penyajian materi pelajaran mengikuti urutan dari bagian-bagian keseluruhan. Pembelajaran dan evaluasi menekankan pada hasil, dan evaluasi menuntut suatu jawaban benar. Jawaban yang benar menunjukkan bahwa siswa telah menyelesaikan tugas belajarnya.
c.                Teori Kognitif
            Pengertian belajar menurut teori kognitif adalah perubahan persepsi dan pemahaman, yang tidak  selalu berbentuk tingkah laku yang dapat diamati dan dapat diukur. Asumsi teori ini adalah bahwa setiap orang telah memiliki pengetahuan dan pengalaman yang telah tertata dalam bentuk struktur kognitif yang dimilikinya. Proses belajar akan berjalan dengan baik jika materi pelajaran atau informasi baru beradaptasi dengan struktur kognitif yang telah dimiliki seseorang.

            Dalam kegiatan pembelajaran, keterlibatan siswa secara aktif amat dipentingkan. Untuk menarik minat dan meningkatkan retensi belajar perlu mengkaitkan pengetahuan baru dengan steruktur kognitif yag telah dimilii siswa. Materi pelajaran disusun dengan menggunakan pola atau logika tertentu, dari sederhan ke kompleks. Perbedaan individual pada diri siswa perlu diperhatikan, karena faktor ini sangat mepengaruhi keberhasilan siswa.
d.               Teori Konstruktivistik
      Usaha mengembangkan manusia dan masyarakat yang memiliki kepekaan, mandiri, bertanggungjawab, dapat mendidik dirinya sendiri sepanjang hayat, serta mampu berkolaborasi dalam memecahkan masalah, diperlukan layanan pendidikan yang mampu  melihat kaitan antara ciri-ciri manusia tersebut, dengan praktek-praktek pendidikan dan pembelajaran untuk mewujudkannya. Pandangan konstruktivistik yang mengemukakan bahwa belajar merupakan usaha pemberian makna oleh siswa kepada pengalamnnya melalui asimilasi dan akomodasi yang menuju pada pembentukan struktur kognitifnya, memungkinkan mengarah kepada tujuan tersebut. Oleh karena itu, pembelajaran diusahakan agar dapat memberikan kondisi terjadinya proses pembentukan tersebut secara optimal pada diri siswa.
            Proses belajar sebagai suatu usaha pemberian makna oleh siswa kepada pengalamannya melalui proses asimilasi dan akomodasi, akan membentuk suatu kunstruksi pengetahuan yang menuju pada kemutakhiran struktur kognitifnya. Guru-guru konstrutivistik yang mengakui dan menghargai dorongan dari manusia atau siswa untuk mengkonstruksikan pengetahuannya sendiri, kegiatan pembelajaran yang dilakukannya akan diarahkan agar terjadi aktifitas konstruksi pengetahuan oleh siswa secara optimal.
e.                Teori Humanistik
            Menurut teori humanistik tujuan belajar adalah untuk memanusiakan manusia. Proses belajar dianggap berhasil jika siswa telah memahami lingkungannya dan dirinya sendiri. Dengan kata lain, siswa telah mampu mencapai aktualisasi diri secara optimal. Teori humanistik cenderung bersifat eklektik, maksudnya teori ini dapat memanfaatkan teori apa saja asal tujuannya tercapai.
            Aplikasi teori humanistik dalam kegiatan pembelajaran cenderung mendorong siswa untuk berfikir induktif. Teori ini juga amat mementingan faktor pengalaman dan keterlibatan siswa secara aktif dalam belajar. 
f.                Teori Sibernetik
            Teori sibernetik menekankan bahwa belajar adalah pemrosesan informasi. Teori ini lebih mementingkan system informasi dari pesan atau materi yang dipelajari. Bagaimana proses belajar akan berlangsung sangat ditentukan oleh system informasi dari pesan tersebut. oleh sebab itu, teori sibernetik berasumsi bahwa tidak ada satu jenispun cara belajar yang ideal untuk segala situasi. Sebab cara belajar sangat ditentukan oleh system informasi.
            Proses pengolahan informasi dalam ingatan dimulai dari proses penyandian informasi (encoding), diikuti dengan penyimpanan informasi (storage), dan diakhiri dengan mengungkapkan kembali informasi-informasi yang telah disimpan dalam ingatan (retrieval). Ingatan terdiri dari struktur informasi yang terorganisasi dan proses penulusuran bergerak secara hirakhis, dari informasi yang paling umum dan inklusif ke informasi yang paling umum dan rinci, sampai informasi yang diinginkan diperoleh.
            Konsepsi landa dengan model pendekatannya yang disebut algoritmik dan heuristik mengatakan bahwa belajar algoritmik menuntut siswa untuk berpikir sistematis, tahap demi tahap, linear , menuju pada target tujuan tertentu, sedangkan belajar heuristic menuntut siswa untuk berpikir devergan, menyebar ke beberapa target tujuan sekaligus.
            Aplikasi teori pengolahan informasi dalam pembelajaran antara lain dirumuskan dalam teori Gagne dan Briggs yang mempreskripsikan adanya 1) kapabilitas belajar, 2) peristiwa pembelajaran dan 3) pengorganisasian atau urutan pembelajaran.
g.               Teori Revolusi-Sosiokultural
            Pandangan yang dianggap lebih mampu mengakomodasi tuntunan sosiocultural-revolution adalah teori belajar yang dikembangkan oleh Vygotsky. dikemukakan bahwa peningkatan fungsi-fungsi mental seseorang terutama berasal dari kehidupan social atau kelompoknya, dan bukan sekedar dari individu itu sendiri. teori Vygotsky sebenarnya lebih tepat disebut pendekatan ko-konstruktivisme.
            Konsep-konsep penting dalam teorinya yaitu genetic low of development, zona of proxsimal development, dan mediasi, mampu membuktikan bahwa jalan pikiran seseorang harus dimengerti dari latar social budaya dan sejarahnya. perolehan pengetahuan dan perkembangan kognitif seseorang seturut dengan teori sociogenesis. dimensi kesadaran social bersifat primer sedangkan dimensi individual bersifat sekunder.
            Berdasarkan teori Vygotsky maka dalam kegiatan pembelajaran hendaknya anak memperoleh kesempatan yang luas untuk mengembangkan zona perkembangan proxsimalnya atau potensinya melalui belajar dan berkembang. guru perlu menyediakan berbagai jenis dan tingkatan bantuan yang dapat memfasilitasi anak agar mereka dapat memecahkan masalah yang dihadapinya. bantuan dapat dalam bentuk contoh, pedoman, bimbingan orang lain atau teman yang lebih kompeten. bentuk-bentuk pembelajarn kooperatif –kolaboratif serta belajar kontekstual sangat tepat digunakan. sedngkan anak yang telah mampu belajar sendiri perlu ditingkatkan tuntutannya, segingga tidak perlu menunggu anak yang berada di bawahnya dengan demikian diperlukan pemahaman yang tepat tentang karaktristik siswa dan budayanya sebagai pijakan dalam pembelajaran.
h.               Teori Kecerdasan Ganda
            Kecerdasan ganda yang dikemukakan oleh Gardner yang kemudian dikembangkan oleh para tokoh lain, terdiri dari kecerdasan verbal/bahasa, kecerdasan logika/matematik, keserdasan visual/ruang, kecerdasan tubuh/gerak tubuh, kecerdasan musical/ritmik, keceedasan interpersonal, kecerdasan intrapersonal, kecerdasan naturalis, kecerdasan spiritual, dan kecerdasan  eksistensial, perlu dilatihkan dalam rangka mengembangkan keterampilan hidup. semua kecerdasan ini sebagai satu kesatuan yang utuh dan terpadu. komposisi keterpaduannya berbeda-beda pada masing-masing orang dan pada masing-masing budaya, namun secara keseluruhan semua kecerdasan tersebut dapat diubah dan ditingkatkan. kecerdasan yang paling menonjol akan mengontrol kecerdasan-kecerdasan lainnya dalam memecahkan masalah.
            Para pakar kecerdasan sebelum Gardner cenderung memberikan tekanan terhadap kecerdasan hanya terbatas pada aspek kognitif, sehingga manusia telah tereduksi menjadi sekedar komponen kognitif. Gardner melakukan hal yang berbeda, ia memandang manusia tidak hanya sekedar komponen kognitif, namun suatu keseluruhan. melalui teori kecerdasan ganda ia berusaha menghindari adanya penghakiman terhadap manusia dari sudut pandang kecerdasan (inteligensi). tidak ada manusia yang sangat cerdas dan tidak cerdas untuk seluruh aspek yang ada pada dirinya. yang ada adalah ada manusia yang memiliki kecerdasan tinggi pada salah satu kecerdasan yang dimilikinya. mungkin seseorang memiliki kecerdasan tinggi untuk kecerdasan logika-matematika tetapi tidak untuk kecerdasan music atau kecerdasan bidy-kinestetik.
Srategi pembelajaran kecerdasan ganda bertujuan agar semua potensi anak dapat berkembang. strategi dasar pembelajarannya dimulai dengan (1) membangunkan/memicu kecerdasan, (2) memperkuat kecerdasan, (3) mengajarkan dengan /untuk kecerdasan, dan (4) mentransfer kecerdasan.
D.    Implementasi Pembelajaran PAUD Berdasarkan Konsep Dasar dan Teori
Belajar dan pembelajaran memiliki pengertian berbeda namun saling berkaitan. Setelah memahami konsep dan teori belajar dan pembelajaran, pendidik perlu mengaplikasikannya ke dalam kehidupan nyata. Konsep dan teori terus berkembang seiring zaman, namun perubahan tersebut jarang di aplikasikan langsung oleh para pendidik. Informasi yang diterima oleh pendidik hanya menjadi pengetahuan belaka. Tak jarang sarajana pendidikan yang memiliki prestasi akademik dan pengetahuan tinggi namun tidak mampu mengimplementasikannya ketika ia mengajar. Kebanyakan beralasan bahwa mereka ragu dan takut untuk memperbaharui sistem pembelajaran yang sudah ada di sekolah tempat mengajar yang umumnya kasus ini terjadi pada guru-guru muda. Oleh karena itu pelatihan dan penataran untuk semua kalangan guru sangat diperlukan agar semua guru memiliki visi dan misi yang sejalan.
Pada sebelumnya, guru hanya sebagai pengajar yang berarti memberikan materi pelajaran pada anak didiknya. Namun sekarang guru bukan hanya sebatas memberikan materi saja namun guru merupakan pendidik yang berarti memberikan materi pelajaran dan memastikan bahwa anak didiknya mampu memahami maksud pembelajaran tersebut. Kini guru juga tidak hanya memberikan materi saja namun juga memberikan didikan, memotivasi, memberi teladan, serta membetuk karakter anak didiknya juga.
Berdsarkan konsep pembelajaran, anak dapat belajar melalui stimulus yang diberikan oleh guru yang kemudian akan di respon oleh anak dalam perilakunya. Maka dari itu pendidik, baik itu guru ataupun orang tua perlu berhati-hati dalam memberikan stimulus pada anak sebab hal tersebut akan berkaitan langsung dengan respon yang dipertunjukkan anak. Itulah sebabnya mengapa pendidik tidak hanya sekedar perlu mengetahui konsep dan teori namun perlu memahami dan mengaplikasikannya.
Pengaplikasian pembelajaran tentunya berbeda berdasarkan tingkat usia dan perkembangan anak sebab kemampuan dan kematangannya juga berbeda. Pada pembelajaran anak usia dini tentunya berbeda dengan anak yang sudah berusia lebih dari 8 tahun. Pada pembelajaran anak usia dini dipusatkan pada kegiatan bermain yang bertujuan untuk mengoptimalkan perkembangannya. Sebaiknya guru dapat menstimulus anak agar ia mampu menemukan dan mengembangkan pengetahuannya sendiri. Guru juga tidak hanya cukup memahami teori saja namun juga perlu memahami karakter setiap anak didiknya agar mampu mengaplikasikan ilmunya dengan tepat dan optimal. Anak usia dini merupakan peniru ulung dan menyerap apa yang mereka temukan sebagai pengetahuannya, maka guru ataupun pendidik perlu menciptakan lingkungan yang berpotensi baik.

1 komentar: