BAB
II
PEMBAHASAN
A. Karakteristik Belajar Anak Usia Dini
Dalam
undang-undang tentang sistem pendidikan nasional dinyatakan bahwa pendidikan
anak usia dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak
lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan
pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar
anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut (UU Nomor 20
Tahun 2003 Bab I Pasal 1 Ayat 14).
Di Indonesia anak usia dini adalah anak yang baru dilahirkan sampai usia 6
tahun. Usia ini merupakan usia yang sangat menentukan dalam pembentukan
karakter dan kepribadian anak (http://ebekunt.wordpress.com/2010/07/27/strategi-pembelajaran-untuk-anak-usia-dini/). Usia dini merupakan usia di mana
anak mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang pesat. Oleh karena
itu, Usia dini sering kali disebut sebagai usia emas (golden
age). Makanan yang bergizi yang seimbang serta stimulasi yang intensif
sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perkembangan tersebut. Tetapi
meskipun usia dini merupakan rentang usia dimana anak mengalami masa-masa
golden age bukan berarti anak harus dijejali dengan berbagai pembelajaran yang
memberatkan, melainkan anak harus dibimbing dan dididik berdasarkan pada
karekteristik belajarnya sebagai bentuk mempersiapkan diri untuk kehidupan
selanjutnya.
Anak
memiliki karakteristik yang berbeda dengan orang dewasa dalam berperilaku.
Dengan demikian dalam hal belajar anak juga memiliki karakteristik yang tidak
sama pula dengan orang dewasa. Karakteristik cara belajar anak merupakan
fenomena yang harus dipahami dan dijadikan acuan dalam merencanakan dan
melaksanakan pembelajaran untuk anak usia dini. Adapun karakterisktik cara
belajar anak menurut Masitoh dkk. adalah :
1. Anak belajar melalui bermain.
Dalam
kenyataan di lapangan ternyata masyarakat Indonesia masih memiliki pemikiran
bahwa pembelajaran yang senantiasa dilakukan pada pendidikan dasar adalah
membaca,menulis dan berhitung (calistung) baik itu di sekolah dasar maupun di
Taman kanak-kanak sekalipun. Belajar calistung memang pada dasarnya penting
karena hal tersebut merupakan dasar untuk mengembangkan pengetahuan selanjutnya
yang akan dipelajari anak pada tingkatan yang lebih tinggi. Tetapi berbicara
anak usia dini yang merupakan usia golden age calistung bukanlah suatu hal yang
utama dalam pembelajaran karena pada usia ini pengembangan tidaklah hanya pada
otak kiri saja melainkan harus ada keseimbangan antara otak kiri dan otak
kanan, yang pada dasarnya menurut beberapa penelitian akan terjadi kemampuan
yang luar biasa ketika kedua otak tersebut dapat difungsikan. Selain itu,hasil
temuan Orstein(Sudirjo,2011:64) menjelaskan bahwa orang-orang yang sudah
dilatih untuk menggunakan suatu belahan otak secara eksklusif relatif tidak
mampu menggunakan belahan otak lainnya. Selain itu, temuannya juga menjelaskan
jika bagian otak yang lebih lemah dirangsang dan di dorong untuk difungsikan
bersama-sama dengan bagian yang lebih kuat,maka hasilnya adalah adanya sutu
peningkatan dalam keseluruhan kecakapan. Berdasarkan pada penemuan tersebut
membuktikan bahwa membaca,menulis dan berhitung bukan merupakan fokus utama
dalam pendidikan anak usia dini.
Berdasarkan pada isu diatas, National Association for
the education of young children Amerika Serikat (NAEYC)menertibkan suatu
panduan pendidikan bagia anak usia dini yang salah satunya menekankan penerapan
bermain (termasuk bernyanyi dan bercerita) sebagai alat utama belajar anak.
Sejalan dengan itu, kebijakan pemerintah Indonesia di bidang pendidikan usia
dini (1994/1995)juga menganut prinsip “bermain sambil belajar atau belajar
seraya bermain”.
Tetapi budaya atau anggapan masyarakat tentang
aktifitas bermain yang hanya dianggap membuang-buang waktu anak masih saja ada.
Berkenaan dengan hal tersebut,Maxim (Sudirjo,2011:66) menjelaskan bahwa
sekurang-kurangnya ada dua alasan yang menyebabkan orang kurang menghargai
aktivitas bermain anak. Pertama adalah pengaruh historis dari etika bekerja.
Etika bekerja mengimplikasikan bahwa segala aktivitas yang berhubungan dengan kesenangan
bukanlah bekerja. Kedua adalah karena pengaruh langsuang yang diperolah dari
aktivitas bermain tidak jelas,sedangkan pengaruh langsung dari kegiatan pengajaran
terstruktur dapat dengan mudah diketahui.
2. Anak belajar dengan cara membangun
pengetahuannya.
Hal ini dapat diartikan bahwa anak belajar dengan
pengalamannya secara langsung, guru hanya bertugas memberikan fasilitas dan
stimulus pada anak agar anak terangsang untuk melakukan sebuah aktifitas
pembelajaran sehingga pada akhirnya anak akan mendapatkan sebuah pengalaman
baru yang nantinya akan disimpulkan menjadi sebuah proses belajar yang berawal
dari ketidaktahuan menjadi tahu sebagai akibat dari pengalaman langsung
tersebut
3. Anak belajar secara alamiah.
Anak belajar dengan kemampuan, potensi serta apa yang
dia miliki tanpa ada paksaan atau tuntutan yang berlebihan, sehingga anak tumbuh dan berkembang sesuai dengan
fitrahnya melalui cara
belajar alamiah .
4. Anak belajar paling baik jika apa
yang dipelajarinya mempertimbangkan keseluruhan aspek pengembangan, bermakna,
menarik, dan fungsional.
Dari pernyataan tersebut bisa kita teliti satu
persatu, yang pertama adalah mempertimbangkan keseluruhan aspek pengembangan,
pada dasarnya pembelajaran pada anak usia dini dilakukan secara terintegrasi
dan berdasarkan tema sehingga aspek perkembangan yang dikembangkanpun
bervariasi hal tersebut berdasarkan pada teori multiple intelegensi yang
disampaikan oleh Garner,yang menyatakan bahwa anak memiliki banyak sekali
potensi dan semua potensi tersebut harus berusaha dikembangkan yang pada
akhirnya akan diketahui potensi mana yang dinggap paling menonjol. Kedua
bermakna,system belajar pada anak usia dini harus dilaksanakan seefektif
mungkin sesuai dengan karakteristik anak usia dini itu sendiri sehingga pembelajaran
akan menghasilkan suatu perubahan pada perkembangan anak dan tidak hanya
sekedar pentransferan ilmu saja melainkan harus ada makna dibalik pembelajaran
tersebut. Ketiga menarik, tentu saja ketika anak merasa tertarik dengan
pembelajaran akan timbul semangat dan keingintahuan anak tentang apa yang
dibahas oleh guru, hal tersebut juga melatih anak agar memiliki jiwa kreatif.
Terakhir adalah fungsional yang berarti anak akan belajar apabila yang
dipelajarinya itu sesuai dengan kebutuhan dirinya.
B. Karakteristik Pembelajaran Anak Usia
Dini
Kegiatan
pembelajaran pada anak usia dini, menurut Sujiono
dan Sujiono (Yuliani Nurani Sujiono, 2009: 138) pada
dasarnya adalah pengembangan kurikulum secara konkret berupa seperangkat
rencana yang berisi sejumlah pengalaman belajar melalui bermain yang diberikan
pada anak usia dini berdasarkan potensi dan tugas perkembangan yang harus
dikuasainya dalam rangka pencapaian kompetensi yang harus dimiliki oleh anak.
Atas dasar
pendapat di atas dapat dinyatakan bahwa pembelajaran untuk anak usia dini
memiliki karakteristik sebagai berikut.
1.
Belajar, bermain, dan bernyanyi
Pembelajaran
untuk anak usia dini menggunakan prinsip belajar, bermain, dan bernyanyi
(Slamet Suyanto, 2005: 133). “Pembelajaran untuk anak usia dini diwujudkan
sedemikian rupa sehingga dapat membuat anak aktif, senang, bebas memilih.
Anak-anak belajar melalui interaksi dengan alat-alat permainan dan perlengkapan
serta manusia. Anak belajar dengan bermain dalam suasana yang menyenangkan, Hasil
belajar anak menjadi lebih baik jika kegiatan belajar dilakukan dengan teman
sebayanya. Dalam belajar, anak menggunakan seluruh alat inderanya.”
Kegiatan ini
adalah kegiatan rutinitas bagi anak usia dini, kegiatan ini diselenggarakan di
PAUD adalah untuk memfasilitasi pertumbuhan dan perkembangan anak secara
optimal, bermakna dan menyenangkan.
2.
Pembelajaran yang berorientasi pada
perkembangan
Menurut
Masitoh Pembelajaran yang berorientasi pada perkembangan mengacu pada tiga hal
penting, yaitu : “1) berorientasi pada usia yang tepat, 2) berorientasi pada
individu yang tepat, dan 3) berorientasi pada konteks social budaya.
Pembelajaran
yang berorientasi pada perkembangan harus sesuai dengan tingkat usia anak,
artinya pembelajaran harus diminati, kemampuan yang diharapkan dapat dicapai,
serta kegiatan belajar tersebut menantang untuk dilakukan anak di usia
tersebut.
Manusia
merupakan makhluk individu. Perbedaan individual juga harus manjadi
pertimbangan guru dalam merancang, menerapkan, mengevaluasi kegiatan, berinteraksi,
dan memenuhi harapan anak.
Selain
berorientasi pada usia dan individu yang tepat, pembelajaran berorientasi
perkembangan harus mempertimbangkan konteks sosial budaya anak. Untuk dapat
mengembangkan program pembelajaran yang bermakna, guru hendaknya melihat anak
dalam konteks keluarga, masyarakat, faktor budaya yang melingkupinya.
3.
Belajar Kecakapan Hidup
PAUD mengembangkan diri anak secara menyeluruh. Bagian
dari diri anak yang dikembangkan meliputi bidang fisik-motorik, moral, sosial,
emosional, kreativitas, dan bahasa. “Dalam buku Selamet Suryanto, tujuan
belajar kecakapan hidup ialah agar kelak anak berkembang menjadi manusia yang
utuh yang memiliki kepribadian dan akhlak yang mulia, cerdas dan terampil,
mampu bekerjasama dengan orang lain, dan mampu hidup berbangsa dan bernegara
serta bermasyarakat.”
Belajar memiliki fungsi untuk memperkenalkan anak
dengan lingkungan sekitarnya. Belajar kecakapan hidup adalah salah satu cara
mengasah kemampuan bertahan hidup. Hal tersebut adalah untuk membekali anak
sebagai makhluk individu dan sosial dimasa yang akan datang.
4.
Belajar dari Benda Konkrit
Anak usia
5-6 tahun menurut Piaget (1972) “sedang dalam taraf perkembangan kognitif fase Pra-Operasional.” Anak belajar dengan
baik melalui benda-benda nyata. Pada tahap selanjutnya objek permanency sudah muai berkembang. Anak
dapat belajar mengingat benda-benda, jumlah dan ciri-ciriya meskipun bendanya
sudah tidak ada.
5.
Belajar Terpadu
Pada
Pendidikan Anak Usia Dini, pembelajaran diberikan secara terpadu, tidak belajar
mata pelajaran tertentu. Hal ini didasarkan atas berbagai kajian keilmuan PAUD,
bahwa anak belajar segala sesuatu dari fenomena dan objek yang ditemui. Melalui
air mereka bisa belajar berhitung (matematika), menegenal sifat-sifat air
(IPA), menggambar air mancur (seni), dan fungsi air dalam kehidupan masyarakat
(sosial).
Pembelajaran terpadu dengan tema dasar tertentu
dikenal dengan pembelajaran tematik.
Tema dasar dipilih dari kejadian sehari-hari yang dialami oleh sisiwa.
Dalam tema dasar yang dipilih dikembangkan menjadi tema-tema yang banyak yang
disebut unit tema. Pemilihan unit tema, didasarkan atas berbagai pertimbangan,
seperti muatan kurikulum, pengetahuan, nilai-nilai, keterampilan, dan sikap
yang ingin dikembangkan.
C. Peranan guru dalam belajar dan
pembelajaran
Peranan Guru Dalam proses belajar dan Pembelaran
adalah sebagai berikut :
1. Guru harus menyediakan situasi eksperimental untuk
memfasilitasi penemuan anak.
Peranan guru
disini adalah mengamati setiap kegiatan
yang dilakukan anak tanpa membatasi kegiatannya akan tetapi guru tetap memberi dukungan serta memfasilitasi
perkembangan anak.
2. Per
anan guru adalah mengarahkan pembelajaran pada kekuatan yang dimiliki anak
seraya tetap memberikan tantangan.
Dalam hal ini guru berperan untuk selalu memberi
arahan sesuai dengan kekuatan anak
tetapi dalam pembelajaran yang berlangsung guru tetap memberi tantangan
pada siswa agar siswa mampu memupuk rasa percaya diri yang dimilikinya.
3. Guru
harus menciptakan suasana eksplorasi aktif dan mendukung perkembangan anak.
Peranan guru
adalah memberikan keberanian kepada anak agar mampu bereksplorasi dengan
dunianya atau sekelilingnya dengan selalu memberikan dukungan serta menghilangkan
keterikatan anak.
D.
Manfaat
mempelajari karakteristik belajar dan pembelajaran aud bagi guru
Dilihat dari berbagai karakteristik
belajar dan pembelajaran anak usia dini yang telah dibahas maka akan muncul
pertanyaan untuk apa dan manfaat apa yang bisa didapat dari seorang guru
mempelajari atau mengetahui hal tersebut. Berikut adalah manfaat-manfaatnya :
1. Guru
tidak hanya menekankan kognitif
Belajar tidak lagi ditekankan pada penguasaan ilmu pengetahuan, namun
diartikan sebagai perubahan dalam diri seseorang, berupa adanya pola sambutan
yang baru yang dapat dilihat pada perubahan kognitif, afektif, psikomotor.
2. Guru
tidak hanya mengajar
Dalam hal ini mengajar diartikan mencurahkan atau menyampaikan ilmu
pengetahuan namun lebih ditekankan pada memberikan bimbingan, dorongan dan arah
pada siswa. Masalah utama yang dihadapi guru ialah apa harus dilakukan agar
siswa mau dan berkeinginan untuk belajar. Adanya kemauan dan keinginan saja
bukanlah cukup, namun perlu dibina dan diarahkan agar kegiatan mereka tetap
pada jalan yang benar, sehingga tujuan yang sudah ditetapkan dapat tercapai
3. Guru
dapat merancang pembelajaran dengan baik
Setelah mempelajarai belajar dan pembelajaran tentunya guru akan lebih
mudah merancang pembelajaran dengan baik, baik dikelas maupun diluar kelas,
karena guru sebelumnya sudah mengetahui karakteristik peserta didiknya sehingga
memudahkan guru menjalankan pembelajaran.
4. Guru
dapat memberi peluang kepada siswa untuk berhasil
Dengan mata kuliah ini guru dapat memberikan kesempatan yang lebih besar
keada siswa untuk berhasil, karena dalam hal ini guru tidak hanya mengajar
tetapi melibatkan siswa secara aktif dalam pembelajaran.
E.
Masalah
Belajar dan Pembelajaran yang Sering dihadapi Anak Usia Dini
Kesulitan belajar dan pembelajaran pada anak dapat
dimaknai sebagai ketidsakmampuan
anak dalam mencapai taraf hasil belajar yang sudah ditentukan dalam batas waktu
yang telah ditetapkan dalam program kegiatan belajar, sesuai dengan potensi
yang dimilikinya. Beberapa indikator
dan jenis kesulitan belajar yang mungkin dialami anak adalah sebagai berikut.
1.
Memiliki
tingkat IQ yang rendah
2.
Mengalami
kesulitan yang signifikan dalam bidang yang berkaitan dengan sekolah (terutama
membaca dan matematika).
3.
Perhatian
yang tidak fokus atau
perhatain yang rendah
4.
Hiper aktif (hiperaktivitas)
5.
Kematangan kognitif.
6.
Kurang motivasi dalam belajar
7.
Bersikap dan berkebiasaan buruk dalam
belajar
8.
Sangat lambat dalam belajar
Faktor
timbulnya masalah belajar dan pembelajaran
1.
Faktor yang Bersumber dari Diri Pribadi (Internal)
Faktor yang bersumber dari diri pribadi sendiri yaitu :
a.
Faktor Psikologis
Intelegensi peserta didik yang
mempunyai intelegensi tinggi akan lebih mudah dalam memahami pelajaran yang
diberikan guru atau lebih berhasil dibandingkan dengan peserta didik yang
berintelegensi rendah. Bakat apabila bahan
yang dipelajari oleh siswa tidak sesuai dengan bakatnya maka siswa akan
mengalami kesulitan dalam belajar. Motivasi Prestasi belajar siswa bisa menurun
apabila siswa tersebut tidak mempunyai motivasi dalam belajar.
b.
Faktor Fisiologis
Gangguan-gangguan fisik dapat berupa
gangguan pada alat-alat penglihatan dan pendengaran yang dapat menimbulkan
kesulitan belajar. Seperti gangguan visual yang sering disertai dengan gejala
pusing, mual, sakit kepala, malas, dan kehilangan konsentrasi pada pelajaran.
2.
Faktor
Eksternal
a.
Faktor yang Bersumber dari Lingkungan Sekolah
Apabila guru menggunakan metode yang sama
untuk semua bidang studi dan pada setiap pertemuan akan membosankan siswa dalam
belajar. Hubungan guru dengan guru, guru
dengan siswa, dan siswa dengan siswa. Dalam proses pendidikan, antar guru, guru
dengan siswa, dan antar siswa tidak terjalin hubungan yang baik dan harmonis
untuk bekerja sama, maka siswa akan mengalami kesulitan dalam belajar. Karena
antar personal sekolah akan saling menyebutkan kelemahan dari personal lain dan
terjadinya persaingan yang kurang sehat. Sarana dan prasarana alat-alat belajar
yang kurang atau tidak lengkap, buku-buku sumber yang diperlukan sulit
didapatkan, ruang kelas, ruang kelas tidak mencukupi syarat seperti terlalu
panas, pengap, dan ruang kecil yang tidak sesuai dengan jumlah siswa.
b.
Faktor Keluarga
Keadaan ekonomi keluarga apabila anak hidup
dalam keluarga yang miskin dan harus bekerja membantu mencari tambahan ekonomi
keluarga akan menimbulkan kesulitan bagi anak, mungkin akan terlambat datang,
tidak dapsat membeli
peralatan sekolah yang dibutuhkan, tidak dapat memusatkan perhatian karena
sudah lelah dan sebagainya. Hubungan antar sesama anggota keluarga, apabila hubungan antar keluarga tidak harmonis, seperti orang tua sering
bertengkar, orang tua otoriter, peraturan yang ketat, dan sebagainya, maka anak
tidak bisa berkonsentrasi dalam belajar. Tuntutan orang tua dapat menimbulkan
kesulitan belajar bagi anak apabila tuntutan itu tidak sesuai dengan kemampuan,
minat, dan bakat anak. Dan
terkadang orang tua yang kurang memperhatikan dalam proses belajar anak akan
menghambat semangat anak dalam pembelajarannya, misalnya orang tua yang kurang
peduli terhadap apa yang dilakukan anak di sekolah tidak adanya motivasi dari
orang tua, tidak adanya sentuhan memberikan contoh pembelajaran akan membuat
kesulitan anak dalam proses belajar dan pembelajaran anak.
c.
Faktor Lingkungan Masyarakat.
Faktor yang bersumber dari
lingkungan masyarakat yang dapat menimbulkan kesulitan belajar adalah media
cetak, komik, buku-buku pornografi, media elektronik, TV, VCD, video, play
station, dan sebagainya. Apabila di
dalam lingkungan masyarakat tidak mendukung anak dalam proses belajar dan
pembelajaran anak maka disini anak akan menemukan kesulitan dalam belajarnya.
Upaya Pengentasan Masalah
Belajar
1.
Peningkatan Motivasi Belajar
Guru yang
professional, guru yang bertanggung jawab tentu akan mendukung apa yang anak
kerjakan. Guru akan memberikan motivasi kepada anak dan kepercayaan yang kuat,
sehingga anak tidak akan menemukan kesulitan dalam belajar dan proses
pembelajarannya karena dengan motivasi-motivasi dari guru tersebut. Jika guru
terus memberikan mpotivasi maka nak akan percaya diri terhadap apa yang akan
dikerjakan.
2.
Pengembangan Sikap dan Kebiasaan Belajar yang Baik
Setiap anak diiharapkan
menerapkan sikap dan kebiasaan belajar yang efektif karena prestasi belajar
yang baik diperoleh melalui usaha atau kerja keras. Guru berperan dalam mengembangkan
seluruh bakat, potensi yang dimiliki anak, begitupun dengan cara mengembangkan
sikap dan kebiasaan belajar anak yang baik. Bagaimana seorang guru memberikan
perhatian dan pembiaasaan yang baik dalam upaya mengembangkan sikap dan
kebiasaan yang baik dalam belajarnya, sehingga akan terhindar dari kesulitan
dalam belajar dan pembelajarannya.
3.
Layanan Konseling Individual
Dalam hubungan tatap muka antara
konselor dengan klien (siswa) pada kegiatan konseling diupayakan adanya
pengentasan masalah-masalah klien yang telah disampaikan pada konselor. Tidak hanya dalam perilaku, sikap yang diperbaiki, akan tetapi ketika anak
memiliki masalah dalam kesulitan belajar disini pun harus dilakukannya
konseling guna membantu anak untuk menyelesaikan masalah dalam kesulitannya
belajar dan pembelajaran tersebut.
blogny sangat bermanfaat :)
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusblognya bagus teteapi lebaih bagus lagi jika memanambahakn sumber
BalasHapusMakasih sangant bermanfaat
BalasHapus