SEJARAH BIMBINGAN DAN KONSELING
LAPORAN
diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah
Bimbingan dan Konseling
Dosen :
Oleh:
Rere
anisah nur shabrina 1102322
Nura’nun
Thoyibah 1103782
PROGRAM
STUDI PENDIDIKAN GURU PENDIDIKAN ANAK USIA DINI
UNIVERSITAS
PENDIDIKAN INDONESIA
KAMPUS
CIBIRU
BANDUNG
2012
SEJARAH BIMBINGAN DAN KONSELING
Sejarah lahirnya Bimbingan dan
Konseling di Indonesia diawali dari dimasukkannya Bimbingan dan Konseling
(dulunya Bimbingan dan Penyuluhan) pada setting sekolah. Pemikiran ini
diawali sejak tahun 1960. Hal ini merupakan salah satu hasil Konferensi
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (disingkat FKIP, yang kemudian menjadi
IKIP) di Malang tanggal 20 – 24 Agustus 1960. Perkembangan berikutnya tahun
1964 IKIP Bandung dan IKIP Malang mendirikan jurusan Bimbingan dan Penyuluhan.
Tahun 1971 beridiri Proyek Perintis Sekolah Pembangunan (PPSP) pada delapan
IKIP yaitu IKIP Padang, IKIP Jakarta, IKIP Bandung, IKIP Yogyakarta, IKIP
Semarang, IKIP Surabaya, IKIP Malang, dan IKIP Menado. Melalui proyek ini
Bimbingan dan Penyuluhan dikembangkan, juga berhasil disusun “Pola Dasar
Rencana dan Pengembangan Bimbingan dan Penyuluhan “pada PPSP. Lahirnya
Kurikulum 1975 untuk Sekolah Menengah Atas didalamnya memuat Pedoman Bimbingan
dan Penyuluhan.
Pra Lahirnya Pola 17
Pelaksanaan Bimbingan dan Penyuluhan
di sekolah diselenggarakan dengan pola yang tidak jelas, ketidak jelasan pola
yang harus diterapkan berdampak pada buruknya citra bimbingan dan konseling,
sehingga melahirkan miskonsepsi terhadap pelaksanaan BK, munculnya persepsi
negatif terhadap pelaksanaan BK, berbagai kritikan muncul sebagai wujud
kekecewaan atas kinerja Guru Pembimbing sehingga terjadi kesalahpahaman,
persepsi negatif dan miskonsepsi berlarut. Masalah menggejala diantaranya:
konselor sekolah dianggap polisi sekolah, BK dianggap semata-mata sebagai
pemberian nasehat, BK dibatasi pada menangani masalah yang insidental, BK
dibatasi untuk klien-klien tertentu saja, BK melayani ”orang sakit” dan atau
”kurang normal”, BK bekerja sendiri, konselor sekolah harus aktif sementara
pihak lain pasif, adanya anggapan bahwa pekerjaan BK dapat dilakukan oleh siapa
saja, pelayanan BK berpusat pada keluhan pertama saja, menganggap hasil
pekerjaan BK harus segera dilihat, menyamaratakan cara pemecahan masalah bagi
semua klien, memusatkan usaha BK pada penggunaan instrumentasi BK (tes,
inventori, kuesioner dan lain-lain) dan BK dibatasi untuk menangani
masalah-masalah yang ringan saja.
Pelaksanaan Bimbingan dan Penyuluhan di sekolah diselenggarakan dengan pola
yang tidak jelas, ketidak jelasan pola yang harus diterapkan disebabkan
diantaranya oleh hal-hal sebagai berikut :
1.Belum adanya hukum
Sejak Konferensi di Malang tahun 1960 sampai dengan munculnya Jurusan
Bimbingan dan Penyuluhan di IKIP Bandung dan IKIP Malang tahun 1964, fokus
pemikiran adalah mendesain pendidikan untuk mencetak tenaga-tenaga BP di
sekolah. Tahun 1975 Konvensi Nasional Bimbingan I di Malang berhasil menelurkan
keputusan penting diantaranya terbentuknya Organisasi bimbingan dengan nama
Ikatan Petugas Bimbingan Indonesia (IPBI). Melalui IPBI inilah kelak yang akan
berjuang untuk memperolah Payung hukum pelaksanaan Bimbingan dan Penyuluhan di
sekolah menjadi jelas arah kegiatannya.
2.Semangat luar biasa untuk melaksanakan
BP di sekolahLahirnya SK Menpan No.
026/Menpan/1989 tentang Angka Kredit bagi Jabatan Guru dalam lingkungan
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Merupakan angin segar pelaksanaan
Bimbingan dan Penyuluhan di sekolah. Semangat yang luar biasa untuk
melaksanakan ini karena di sana dikatakan “Tugas guru adalah mengajar dan/atau
membimbing.” Penafsiran pelaksanaan ini di sekolah dan didukung tenaga atau
guru pembimbing yang berasal dari lulusan Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan atau
Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan (sejak tahun 1984/1985) masih
kurang, menjadikan pelaksanaan Bimbingan dan Penyuluhan di sekolah tidak jelas.
Lebih-lebih lagi dilaksanakan oleh guru-guru yang ditugasi sekolah berasal dari
guru yang senior atau mau pensiun, guru yang kekurangan jam mata pelajaran
untuk memenuhi tuntutan angka kreditnya. Pengakuan legal dengan SK Menpan
tersebut menjadi jauh arahnya terutama untuk pelaksanaan Bimbingan dan
Penyuluhan di sekolah.
3.Belum ada aturan main yang jelas
Apa, mengapa, untuk apa, bagaimana, kepada siapa, oleh siapa, kapan dan di
mana pelaksanaan Bimbingan dan Penyuluhan dilaksanakan juga belum jelas. Oleh
siapa bimbingan dan penyuluhan dilaksanakan, di sekolah banyak terjadi
diberikan kepada guru-guru senior, guru-guru yang mau pensiun, guru mata
pelajaran yang kurang jam mengajarnya untuk memenuhi tuntutan angka kreditnya.
Guru-guru ini jelas sebagian besar tidak menguasai dan memang tidak
dipersiapkan untuk menjadi Guru Pembimbing. Kesan yang tertangkap di masyarakat
terutama orang tua murid Bimbingan Penyuluhan tugasnya menyelesaikan anak yang
bermasalah. Sehingga ketika orang tua dipanggil ke sekolah apalagi yang
memanggil Guru Pembimbing, orang tua menjadi malu, dan dari rumah sudah
berpikir ada apa dengan anaknya, bermasalah atau mempunyai masalah apakah. Dari
segi pengawasan, juga belum jelas arah dan pelaksanaan pengawasannya. Selain
itu dengan pola yang tidak jelas tersebut mengakibatkan:
- Guru BP
(sekarang Konselor Sekolah) belum mampu mengoptimalisasikan tugas dan
fungsinya dalam memberikan pelayanan terhadap siswa yang menjadi
tanggungjawabnya. Yang terjadi malah guru pembimbing ditugasi mengajarkan
salah satu mata pelajaran seperti Bahasa Indonesia, Kesenian, dsb.nya.
- Guru
Pembimbing merangkap pustakawan, pengumpul dan pengolah nilai siswa dalam
kelas-kelas tertentu serta berfungsi sebagai guru piket dan guru pengganti
bagi guru mata pelajaran yang berhalangan hadir.
- Guru
Pembimbing ditugasi sebagai “polisi sekolah” yang mengurusi dan menghakimi
para siswa yang tidak mematuhi peraturan sekolah seperti terlambat masuk,
tidak memakai pakaian seragam atau baju yang dikeluarkan dari celana atau
rok.
- Kepala
Sekolah tidak mampu melakukan pengawasan, karena tidak memahami program
pelayanan serta belum mampu memfasilitasi kegiatan layanan bimbingan di
sekolahnya,
- Terjadi
persepsi dan pandangan yang keliru dari personil sekolah terhadap tugas
dan fungsi guru pembimbing, sehingga tidak terjalin kerja sama sebagaimana
yang diharapkan dalam organisasi bimbingan dan konseling.Kondisi-kondisi
seperti di atas, nyaris terjadi pada setiap sekolah di Indonesia.
Lahirnya Pola 17
SK Mendikbud No. 025/1995 sebagai
petunjuk pelaksanaan Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya terdapat
hal-hal yang substansial, khususnya yang menyangkut bimbingan dan konseling
adalah : 1. Istilah “bimbingan dan penyuluhan” secara resmi diganti menjadi
“bimbingan dan konseling.” 2. Pelaksana bimbingan dan konseling di sekolah
adalah guru pembimbing, yaitu guru yang secara khusus ditugasi untuk
itu. Dengan demikian bimbingan dan konseling tidak dilaksanakan oleh semua guru
atau sembarang guru. 3. Guru yang diangkat atau ditugasi untuk melaksanakan
kegiatan bimbingan dan konseling adalah mereka yang berkemampuan melaksanakan
kegiatan tersebut; minimum mengikuti penataran bimbingan dan konseling selama
180 jam. 4. Kegiatan bimbingan dan konseling dilaksanakan dengan pola yang
jelas : a. Pengertian, tujuan, fungsi, prinsip dan asas-asasnya. b. Bidang
bimbingan : bimbingan pribadi, sosial, belajar dan karir c. Jenis layanan :
layanan orientasi, informasi, penempatan/penyaluran, pembelajaran, konseling
perorangan, bimbingan kelompok dan konseling kelompok.d. Kegiatan pendukung :
instrumentasi, himpunan data, konferensi kasus, kunjungan rumah dan alih tangan
kasus. Unsur-unsur di atas (nomor 4) membentuk apa yang kemudian disebut “BK
Pola-17” 5. Setiap kegiatan bimbingan dan konseling dilaksanakan melalui
tahap :a. Perencanaan kegiatanb. Pelaksanaan kegiatanc. Penilaian hasil
kegiatand. Analisis hasil penilaiane. Tindak lanjut6. Kegiatan bimbingan dan
konseling dilaksanakan di dalam dan di luar jam kerja sekolah. Hal-hal yang
substansial di atas diharapkan dapat mengubah kondisi tidak jelas yang sudah
lama berlangsung sebelumnya. Langkah konkrit diupayakan seperti :1.
Pengangkatan guru pembimbing yang berlatar belakang pendidikan bimbingan dan konseling.2.
Penataran guru-guru pembimbing tingkat nasional, regional dan lokal mulai
dilaksanakan.3. Penyususnan pedoman kegiatan bimbingan dan konseling di
sekolah, seperti :a. Buku teks bimbingan dan konselingb. Buku panduan
pelaksanaan menyeluruh bimbingan dan konseling di sekolahc. Panduan penyusunan
program bimbingan dan konselingd. Panduan penilaian hasil layanan bimbingan dan
konselinge. Panduan pengelolaan bimbingan dan konseling di sekolah4.
Pengembangan instrumen bimbingan dan konseling5. Penyusunan pedoman Musyawarah
Guru Pembimbing (MGP) Dengan SK Mendikbud No 025/1995 khususnya yang menyangkut
bimbingan dan konseling sekarang menjadi jelas : istilah yang digunakan
bimbingan dan konseling, pelaksananya guru pembimbing atau guru yang sudah mengikuti
penataran bimbingan dan konseling selama 180 jam, kegiatannya dengan BK
Pola-17, pelaksanaan kegiatan melalui tahap perencanaan, pelaksanaan,
penilaian, analisis penilaian dan tindak lanjut. Pelaksanaan kegiatan bisa di
dalam dan luar jam kerja. Peningkatan profesionalisme guru pembimbing melalui
Musyawarah Guru Pembimbing, dan guru pembimbing juga bisa mendapatkan buku teks
dan buku panduan.
Pelayanan Konseling dalam system
pendidikan Indonesia mengalami beberapa perubahan nama. Pada kurikulum 1984
semula disebut Bimbingan dan Penyuluhan (BP), kemudian pada Kurikulum 1994
berganti nama menjadi Bimbingan dan Konseling (BK) sampai dengan sekarang.
Layanan BK sudah mulai dibicarakan di Indonesia sejak tahun 1962. Namun BK baru
diresmikan di sekolah di Indonesia sejak diberlakukan kurikulum 1975. Kemudian
disempurnakan ke dalam kurikulum 1984 dengan memasukkan bimbingan karir
didalamnya. Perkembangan BK semakin mantap pada tahun 2001.
Perkembangan bimbingan dan konseling sebelum kemerdekaan
Masa ini merupakan masa penjajahan Belanda dan Jepang, para siswa didiik untuk mengabdi emi kepentingan penjajah. Dalam situasi seperti ini, upaya bimbingan dikerahkan. Bangsa Indonesia berusaha untuk memperjuangkan kemajun bangsa Indonesia melalui pendidikan. Salah satunya adalah taman siswa yang dipelopori oleh K.H. Dewantara yang menanamkan nasionalisme di kalangan para siswanya. Dari sudut pandang bimbingan, hal tersebut pada hakikatnya adalah dasar bagi pelaksanaan bimbingan.
Dekade 40-an
Dalam bidang pendidikan, pada decade 40-an lebih banyak ditandai dengan perjuangan merealisasikan kemerdekaan melalui pendidikan. Melalui pendidikan yang serba darurat mkala pada saat itu di upayakan secara bertahap memecahkan masalah besar anatara lain melalui pemberantasan buta huruf. Sesuai dengan jiwa pancasila dan UUD 45. Hal ini pulalaah yang menjadi focus utama dalam bimbingan pada saat itu
Dekade 50-An
Bidang pendidikan menghadapi tentangan yang amat besar yaitu memecahkan masalah kebodohan dan keterbelakangan rakyat Indonesia. Kegiatan bimbingan pada masa dekade ini lebih banyak tersirat dalam berbagai kegiatan pendidikan dan benar benar menghadapi tantangan dalam membantu siswa disekolah agar dapat berprestasi.
Dekade 60-an
Beberapa peristiwa penting dalam pendidikan pada dekade ini :
- Ketetapan MPRS tahun 1966 tentang dasar pendidikan nasional
- Lahirnya kurikulum SMA gaya Baru 1964
- Lahirnya kurikulum 1968
- Lahirnya jurusan bimbingan dan konseling di IKIP tahun 1963
Keadaan diatas memberikan tantangan bagi keperluan pelayanan bimbingan dan konseling disekolah
Dekade 70-an
Dalam dekade ini bimbingan di upayakan aktualisasi nya melalui penataan legalitas sistem, dan pelaksanaannya. Pembangunan pendidikan terutama diarahkan kepada pemecahan masalah utama pendidikan yaitu :
- Pemerataan kesempatan belajar,
- Mutu,
- Relevansi, dan
- Efisiensi.
Pada dekade ini, bimbingan dilakukan secara konseptual, maupun secara operasional. Melalui upaya ini semua pihak telah merasakan apa, mengapa, bagaimana, dan dimana bimbingan dan konseling.
Dekade 80-an
Pada dekade ini, bimbingan ini diupayakan agar mantap. Pemantapan terutama diusahakan untuk menuju kepada perwujudan bimbingan yang professional. Dalam dekade 80-an pembangunan telah memasuki Repelita III, IV, dan V yang ditandai dengan menuju lepas landas.
Beberapa upaya dalam pendidikan yang dilakukan dalam dekade ini:
- Penyempurnaan kurikulum
- Penyempurnaan seleksi mahasiswa baru
- Profesionalisasi tenaga pendidikan dalam berbagai tingkat dan jenis
- Penataan perguruan tinggi
- Pelaksnaan wajib belajar
- Pembukaan universitas teruka
- Ahirnya Undang – Undang pendidikan nasional
Beberapa kecenderungan yang dirasakan pada masa itu adalah kebutuhan akan profesionalisasi layanan, keterpaduan pengelolaan, sistem pendidikan konselor, legalitas formal, pemantapan organisasi, pengmbangan konsep – konsep bimbingan yang berorientasi Indonesia, dsb.
Meyongsong era Lepas landas
Era lepas landas mempunyai makna sebagai tahap pembangunan yang ditandai dengan kehidupan nasional atas kemampuan dan kekuatan sendiri khususnya dalam aspek ekonomi. Cirri kehidupan lepas landas ditandai dengan keberadaan dan berkembang atas dasar kekuatan dan kemampuan sendiri, maka cirri manusia lepas landas adalah manusia yang mandiri secara utuh dengan tiga kata kunci : mental, disiplin, dan integrasi nasional yang diharapkan terwujud dalam kemampuannya menghadapi tekanan – tekanan zaman baru yang berdasarkan peradaban komunikasi informasi.
Bimbingan berdasarkan pancasila
Bimbingan mempunyai peran yang amat penting dan strategis dalam perjalanan bangsa Indonesia secara keseluruhan. Manusia Indonesia yang dicita-citakan adalah manusia pancasila dengan cirri-ciri sebagaimana yang terjabar dalam P-4 sebanyak 36 butir bagi bangsa Indonesia, pancasila merupakan dasar Negara, pandangan hidup, kepribadian bangsa dan idiologi nasional. Sebagai bangsa, pancasila menuntut bangsa Indonesia mampu menunjukkan ciri-ciri kepribadiannya ditengah-tengah pergaulan dengan bangsa lain. Bimbingan sebagai bagian yang tak terpisahkan dari pendidikan dan mempunyai tanggung jawab yang amat besar guna mewujudkan manusia pancasila karena itu seluruh kegiatan bimbingan di Indonesia tidak lepas dari pancasila.
Sejarah bimbingan dan konseling di Dunia Internasional
Sampai awal abad ke-20 belum ada konselor disekolah. Pada saat itu pekerjaan-pekerjaan konselor masih ditangani oleh para guru.
Gerakan bimbingan disekolah mulai berkembang sebagai dampak dari revolusi industri dan keragaman latar belakang para siswa yang masuk kesekolah-sekolah negeri. Tahun 1898 Jesse B. Davis, seorang konselor di Detroit mulai memberikan layanan konseling pendidikan dan pekerjaan di SMA. Pada tahun 1907 dia memasukkan program bimbingan di sekolah tersebut.
Pada waktu yang sama para ahli yang juga mengembangkan program bimbingan ini diantaranya; Eli Weaper, Frank Parson, E.G Will Amson, Carlr. Rogers.
Eli Weaper pada tahun 1906 menerbitkan buku tentang “memilih suatu karir” dan membentuk komite guru pembimbing disetiap sekolah menengah di New York. Kamite tersebut bergerak untuk membantu para pemuda dalam menemukan kemampuan-kemampuan dan belajar tentang bimbingan menggunakan kemampuan-kemampuan tersebut dalam rangka menjadi seorang pekerja yang produktif.
Frank Parson dikenal sebagai “Father of The Guedance Movement in American Education”. Mendirikan biro pekerjaan tahun 1908 di Boston Massachussets, yang bertujuan membantu pemuda dalam memilih karir uang didasarkan atas proses seleksi secara ilmiyah dan melatih guru untuk memberikan pelayanan sebagai koselor.
Bradley (John
J.Pie Trafesa et. al., 1980) menambah satu tahapan dari tiga tahapan tentang
sejarah bimbingan menurut Stiller, yaitu sebagai berikut:
- Vocational exploration : Tahapan yang menekankan tentang analisis
individual dan pasaran kerja
- Metting Individual Needs : Tahapan yang menekankan membantu individu
agar meeting memperoleh kepuasan kebutuhan hidupnya. Perkembangan BK pada
tahapan ini dipengaruhi oleh diri dan memecahkan masalahnya sendiri.
- Transisional Professionalism : Tahapan yang memfokuskan perhatian
kepada upaya profesionalisasi konselor
- Situasional Diagnosis : Tahapan sebagai periode perubahan dan inovasi
pada tahapan ini memfokuskan pada analisis lingkungan dalam proses
bimbingan dan gerakan cara-cara yang hanya terpusat pada individu.
Di Amerika Serikat
Bimbingan
dimulai pada abad 20 di amerika dengan didirikannya suatu vocational bureau
tahun 1908 oleh Frank Parsons yang utuk selanjutnya dikenal dengan nama the
father of guidance yang menekankan pentingnya setiap individu diberikan
pertolongan agar mereka dapat mengenal atau memahami berbagai perbuatan dan
kelemahan yang ada pada dirinya dengan tujuan agar dapat dipergunakan
secara intelijensi denga memilih pekerjaan yang terbaik yang tepat bagi
dirinya.
Menurut Arthur E. Trax and Robert D North, dalam bukunya yang berjudul “Techniques of Guidance”, (1986), disebutkan beberapa kejadian penting yang mewarnai sejarah bimbingan diantaranya :
1. Pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20.
Timbul suatu gerakan kemanusiaan yang menitik beratkan pada kesejahteraan manusia dan kondisi sosialnya. Geraka ini membantu vocational bureau Parsons dalam bidang keungan agar dapat menolong anak-anak muda yang tidak dapat bekerja dengan baik.
2. Agama
Pada rohaniman berpandangan bahwa dunia adalah dimana ada pertentangan yang secara terus menerus antara baik dan buruk.
3. Aliran kesehatan mental
Timbul dengan tujuan perlakuan yang manusiawi terhadap penderita penyakit jiwa dan perhatian terhadap berbagai gejala, tingkat penyakit jiwa, pengobatan, dan pencegahannya, karna ada suatu kesadaran bahwa penyakit ini bias diobati apabila ditemukan pada tingkat yang lebih dini. Gerakan ii mendorong para pendidik untuk lebih peka terhadap masalah-masalah gangguan kejiwaan, rasa tidak aman, dan kehilangan identitas diantra anak-anak muda.
4. Perubahan dalam masyarakat
Akibat dari perang dunia 1 dan 2, pengangguran, depresi, perkembangan IPTEK, wajib belajar, mendorong beribu-ribu anak untuk masuk sekolah tanpa mengetahui untuk apa mereka bersekolah. Perubahan masyarakat semacam ini mendorong para pendidik untuk memperbaiki setiap anak sesuai dengan kebutuhannya agar mereka dapat menyelesaikan pendidikannya dengan berhasil.
5. Gerakan mengenal siswa sebagai individu
Gerakan ini erat sekali kaitannya dengan gerakan tes pengukuran. Bimbingan diadakan di sekolah disebabkan tugas sekolah untuk mengenal atau memahami siswa-siswanya secara individual. Karena sulitnya untuk mengenal atau memahami siswa secara individual atau pribadi, maka diciptakanlah berbagai teknik dan instrument diantaranya tes psikologis dan pengukuran.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar