Laman

Rabu, 16 Maret 2016

MEWUJUDKAN KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA

MEWUJUDKAN KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA

MAKALAH

Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah
Seminar Pendidikan Agama Islam.

Dosen:
Dra. Titing Rohayati, M.Pd.








Disusun Oleh :
Ayu Wahyuningsih 1103771
Meti Rahmawati 1102353
Wulan Oktaviani 1105741




Kelompok 9
5 B


PROGRAM  STUDI PENDIDIKAN GURU PENDIDIKAN ANAK USIA DINI
KAMPUS CIBIRU
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
BANDUNG
2013


KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah swt. karena berkat rahmat dan hidayah-Nya kami telah mampu menyelesaikan makalah berjudul “Mewujudkan Kerukunan Antar Umat Beragama”. Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Belajar dan Pembelajaran PAUD.
Penulis menyadari bahwa selama penulisan makalah ini penulis banyak terima kasih kepada:
1. Ibu Dra. Titing Rohayati, M.Pd selaku dosen mata kuliah yang telah membantu penulis selama menyusun makalah ini;
2. rekan-rekan seangkatan yang telah memotivasi penulis untuk menyelesaikan penyusunan makalah ini;
3. semua pihak yang tidak bisa penulis sebut satu per satu.
Makalah ini bukanlah karya yang sempurna karena masih memiliki banyak kekurangan, baik dalam hal isi maupun sistematika dan teknik penulisannya. Oleh sebab itu, penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi kesempurnaan makalah ini. Akhirnya semoga makalah ini bisa memberikan manfaat bagi penulis dan bagi pembaca. Amin.

Bandung,      September  2013



 Penyusun









DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang masalah 1
B. Rumusan Masalah 2
C. Tujuan Penulisan Makalah 3
D. ManfaatPenulisanMakalah 3
E. Prosedur Penulisan Makalah 3
BAB II KAJIAN TEORI
A. Definisi Kerukunan 4
B. Pengertian Antar Umat Beragama Mernurut Islam 4
C. Kerja Sama Antar Umat Beragama 6
D. Devinisi Toleransi 8
BAB III PEMBAHASAN
A. Kendala Yang Dihadapai Dalam Mewujudkan Kerukunan Antar Umat Beragama 11
B. Sikap Toleransi Beragama Di Tengah Masyarakat Yang Beragam 15
C. Solusi Untuk Memecahkan Kendala Dalam Meujudkan Kerukunan Beragama 19
BAB IV PENUTUP
A. Simpulan 23
B. Saran 23
DAFTAR PUSTAKA






BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Di Dunia ini terdapat banyak wilayah atau daerah yang didalamnya terdapat banyak keragaman atau prularisme, dimana keragaman kelompok masyarakat yang berbeda adat, budaya dan agama berada dalam satu wilayah. Adanya keragaman tersebut tentunya menuntut masyarakat dimanapun untuk mampu bertoleransi terhadap keragaman atau perbedaan agar terciptanya keharmonisan atau kerukunan. Namun, salah satu aspek keragaman tersebut saat ini menjadi hal yang mengkhawatirkan karena konflik yang terjadi didalamnya. Aspek tersebut adalah aspek agama. Konflik-konflik terjadi akibat adanya perseteruan yang melebar sehingga menyangkut aspek agama atau konflik yang murni terjadi dengan mengatasnamakan agama.
 Agama adalah suatu keyakinan seseorang dan sebagai sesuatu yang mendasari kehidupan umat manusia. Agama menjadi pegangan hidup dan sebagai tolak ukur manusia dalam menjalalni hidupnya. Namun, agama pada era modernisasi ini sering ada pada posisi yang tidak tepat. Seringnya agama dikaitkan dengan masalah yang terjadi pada kalangan tertentu dan juga dikaitkan dengan kata jihad untuk melawan kalangan tertentu dalam memberantas kalangan berbeda paham. Agama seperti dikambing hitamkan dengan mengatasnamakan agama untuk mancapai tujuan tertentu. Sehigga timbullah permasalahan hubungan antar umat beragama. Terjadinya perpecahan yang tidak hanya dapat menguras air mata tapi juga pada akhirnya meliputi pertumpahan darah. Semua hal tersebut tentunya menjadi suatu kekhawatiran yang nyata bagi seluruh umat beragama di dunia. Bukankah didunia ini kita inginkan kerukunan dan keharmonisan?
Tidak dipungkiri terkadang perbedaan pandangan dan pemahaman merupakan suatu persoalan yang mendasar dan pokok yang menjadikan permasalahan atau sebuah konflik itu terjadi dan melebar sehingga memecahbelahkan ukhuwah antar umat. Akan tetapi pada dasarnya perbedaan pemahaman dan pandangan adalah sesuatu yang wajar dan manusiawi dan sebagai konsekuensi kemanusiaan bahkan dipandang sebagai dinamika yang akan menjadi rahmat bagi seluruh umat Islam.
Allah SWT. Telah menjelaskan dalam Al-Qur’an Surat Al-Hujurat, 49:10.


Artinya: “Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara. Sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat”.
Pada ayat tersebut Allah SWT menegaskan bahwa sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara seperti hubungan persaudaraan antara orang-orang seketurunan karena sama-sama menganut unsur keimanan yang sama dan kekal. Seiring dengan hal tersebut umat manusia dituntut untuk dapat memecahkan permasalahan yang ada dengan merekatkan perbedaan melalui sikap saling toleransi beragama demi terciptanya kerukunan dan keharmonisan. Perbedaan tidak harus dipermaslahkan melainkan harus disikapi secara arif, sepanjang perbedaan itu berdasarkan argumentasi yang benar dan merujuk kepada sumber yang sama.
Berkenaan dengan urgensi di atas, perlu disusun sebuah makalah yang mampu menjadi wahana bagi kita untuk menambah wawasan, pengetahuan, dan untuk menjadi tolak ukur bagi kita dalam bersikap baik itu secara teoritis maupun secara praktis. Oleh sebab itu penyusun menyusun sebuah makalah yang bertajuk “Mewujudkan Kerukunan Antar Umat Beragama”.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, penulisan merumuskan rumusan masalah sebagai berikut.
a. Kendala apa yang dihadapai dalam mewujudkan kerukunan antar umat beragama?
b. Bagaimana mengembangkan sikap toleransi beragama di tengah masyarakat yang beragam?
c. Bagaimana solusi untuk memecahkan kendala dalam meujudkan kerukunan beragama?

C. Tujuan Penulisan Makalah
Sejalan dengan rumusan masalah di atas, makalah ini disusun dengan tujuan untuk mengetahui dan mendeskripsikan:
a. Mengetahui kendala yang dihadapai dalam mewujudkan kerukunan antar umat beragama;
b. Memahami sikap toleransi beragama di tengah masyarakat yang beragam;
c. Mengetahui solusi untuk memecahkan kendala dalam meujudkan kerukunan beragama.

D. Manfaat Penulisan Makalah
Makalah disusun dengan harapan memberikan keguanaan baik secara teoretis maupun secara praktis. Secara teoretis makalah ini berguna sebagai penambah wawasan mengenai sikap toleransi dalam mewujudkan kerukunan antar umat beragama. Secara praktis makalah ini diharapkan bermanfaat bagi:
1. Penulis, sebagai penambah pengetahuan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan upaya mewujudkan kerukunan antar umat beragama;
2. Pembaca, sebagai media informasi tentang hal-hal yang berkaitan dengan upaya mewujudkan kerukunan antar umat beragama.

E. Prosedur Penulian Makalah
Makalah ini disusun dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Adapun metode yang digunakan adalah metode deskriptif. Dimana  penulis menguraikan permasalahan yang dibahas secara jelas dan komprehensif. Data teoritis dikumpulkan dengan menggunakan teknik studi pustaka yaitu penulis mengambil data melalui kegiatan membaca dari berbagai literatur yang sesuai dengan tema makalah. Kemudian data tersebut diolah dengan teknik analisis isi dengan melakukan kegiatan pengeksposisian data serta menerapkan data tersebut dalam konteks tema makalah.

BAB II
KAJIAN TEORI
A. Definisi kerukunan
Kerukunan adalah istilah yang dipenuhi oleh muatan makna “baik” dan “damai”. Intinya, hidup bersama dalam masyarakat dengan “kesatuan hati” dan “bersepakat” untuk tidak menciptakan perselisihan dan pertengkaran (Depdikbud, 1985:850) Bila pemaknaan tersebut dijadikan pegangan, maka “kerukunan” adalah sesuatu yang ideal dan didambakan oleh masyarakat
Kamus Besar Indonesia mengemukakan bahwa “Kerukunan berasal dari kata ruku, bahasa Arab, artinya tiang atau tiang-tiang yang menopang rumah, penopang yang memberi kedamain dan kesejahteraan kepada penghuninya”. secara luas bermakna adanya suasana persaudaraan dan kebersamaan antar semua orang walaupun mereka berbeda secara suku, agama, ras, dan golongan. Kerukunan juga bisa bermakna suatu proses untuk menjadi rukun karena sebelumnya ada ketidakrukunan; serta kemampuan dan kemauan untuk hidup berdampingan dan bersama dengan damai serta tenteram.
Dari pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa kerukunan itu adalah satu tata pikir atau sikap hidup (thalent attitude) yang menunjukkan kesabaran dan kelapangan dada menghadapi pikiran-pikiran, pendapat-pendapat, dan pendirian orang. Dalam istilah agama islam,kerukunan itu dinamakan tasamuh, yaitu membiarkan secara sadar terhadap pikiran atau pendapat orang lain. Orang yang demikian dinamakan toleran.
Sehingga kerukunan umat beragama yaitu hubungan sesama umat beragama yang dilandasi dengan toleransi, saling pengertian, saling menghormati, saling menghargai dalam kesetaraan pengamalan ajaran agamanya dan kerja sama dalam kehidupan masyarakat dan bernegara.

B. Pengertian Antar Umat Beragama Mernurut Islam
Kerukunan umat beragama dalam islam yakni Ukhuwah Islamiah. Ukhuah islamiah berasl dari kata dasar “Akhu” yang berarti saudara, teman, sahabat, Kata “Ukhuwah” sebagai kata jadian dan mempunyai pengertian atau menjadi kata benda abstrak persaudaraan, persahabatan, dan dapat pula berarti pergaulan. Sedangkan Islaiyah berasal dari kata Islam yang dalam hal ini menjadi atau memberi sifat Ukhuwah, sehingga jika dipadukan antara kata Ukhuwah dan Islamiyah akan berarti persaudaraan islam atau pergaulan menurut islam.
Dapat dikatakan bahwa pengertian Ukhuah Islamiyah adalah gambaran tentang hubungan antara orang-orang islam sebagai satu persaudaraan, dimana antara yang satu dengan yang lain seakan akan berada dalam satu ikatan. Ada hadits yang mengatakan bahwa hubungan persahabatan antara sesame islam dalam menjamin Ukhuwah Islamuah yang berarti bahwa antara umat islam itu laksana satu tubuh, apabila sakit salah satu anggota badan itu, maka seluruh badan akan merasakan sakitnya. Dikatakan juga bahwa umat muslim itu bagaikan sutu bangunan yang saling menunjang satu sama lain.  Pelaksanaan Ukhuwah Islamiyah menjadi actual, bila dihubungkan dengan masalah solidaritas social. Bagi umat Islam, Ukhuwah Islamiyah adalah suatu yang masyru’ artinya diperintahkan oleh agama. Kata persatuan, kesatuan, dan solidaritas akan terasa lebih tinggi bobotnya bila disebut dengan Ukhuwah. Apabila bila kata Ukhuwah dirangkaikan dengan kata Islamiyah, maka ia akan menggambarkan satu bentuk dasar yakni Persaudaraan Islam merupakan potensi yang obyektif.
Ibadah seperti zakat, sedekah, dan lain-lain mempunyai hubungan konseptual dengan cita ukhuwah islamiyah. Ukhuwah islamiyah itu sendiri bukanlah tujuan, Ukhuwah Islamiyah adalah kesatuan yang menjelmakan kerukunan hidup umat dan bangsa, juga untuk kemajuan agama, Negara, dan kemanusiaan. Allah berfirman dalam surat Ali’imran ayat 103:








Artinya:”Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk.”

Dan di perkuat lagi dalam ayat berikutnya yaitu:




Artinya: “Dan janganlah kamu menyerupai orang-orang yang bercerai-berai dan berselisih sesudah datang keterangan yang jelas kepada mereka. Mereka itulah orang-orang yang mendapat siksa yang berat”.

Manusia ditakdirkan Allah Sebagai makhluk sosial yang membutuhkan hubungan dan interaksi sosial dengan sesama manusia. Sebagai makhluk social, manusia memerlukan kerja sama dengan orang lain dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, baik kebutuhan material maupun spiritual. Ajaran Islam menganjurkan manusia untuk bekerja sama dan tolong menolong (ta’awun) dengan sesama manusia dalam hal kebaikan. Dalam kehidupan sosial kemasyarakatan umat Islam dapat berhubungan dengan siapa saja tanpa batasan ras, bangsa, dan agama.

  C. Kerja Sama Antar Umat Beragama
Memahami dan mengaplikasikan ajaran Islam dalam kehidupan masyarakat tidak selalu hanya dapat diharapkan dalam kalangan masyarakat muslim. Islam dapat diaplikasikan dalam masyarakat manapun, sebab secara esensial ia merupakan nilai yang bersifat universal. Kendatipun dapat dipahami bahwa Islam yang hakiki hanya dirujukkan kepada konsep al-quran dan As-sunnah, tetapi dampak sosial yanag lahirdari pelaksanaan ajaran isalam secara konsekwen dapat dirasakan oleh manusia secara keseluruhan.
Demikian pula pada tataran yang lebih luas, yaitu kehidupan antar bangsa,nilai-nilai ajaran Islam menjadi sangat relevan untuk dilaksanakan guna menyatukan umat manusia dalam suatu kesatuan kkebenaran dan keadilan. Dominasi salah satu etnis atau negara merupakan pengingkaran terhadap makna Islam, sebab ia hanya setia pada nilai kebenaran dan keadilan yang bersifat universal. Universalisme Islam dapat dibuktikan anatara lain dari segi, dan sosiologo. Dari segi agama, ajaran Islam menunjukkan universalisme dengan doktrin monoteisme dan prinsip kesatuan alamnya. Selain itu tiap manusia, tanpa perbedaan diminta untuk bersama-sama menerima satu dogma yang sederhana dan dengan itu ia termasuk ke dalam suatu masyarakat yang homogen hanya dengan tindakan yang sangat mudah ,yakni membaca syahadat. Jika ia tidak ingin masuk Islam, tidak ada paksaan dan dalam bidang sosial ia tetap diterima dan menikmati segala macam hak kecuali yang merugikan umat Islam.
Ditinjau dari segi sosiologi, universalisme Islam ditampakkan bahwa wahyu ditujukan kepada semua manusia agar mereka menganut agama islam, dan dalam tingkat yang lain ditujukan kepada umat Islam secara khusus untuk menunjukan peraturan-peraturan yang harus mereka ikuti. Karena itu maka pembentukan masyarakat yang terpisah merupakan suatu akibat wajar dari ajaran Al-Qur’an tanpa mengurangi universalisme Islam. Melihat Universalisme Islam di atas tampak bahwa esensi ajaran Islam terletak pada penghargaan kepada kemanusiaan secara univarsal yang berpihak kepada kebenaran, kebaikan, dan keadilan dengan mengedepankan kedamaian. menghindari pertentangan dan perselisian, baik ke dalam intern umat Islam maupun ke luar. Dengan demikian tampak bahwa nilai-nilai ajaran Islam menjadi dasar bagi hubungan antar umat manusia secara universal dengan tidak mengenal suku,bangsa dan agama. Hubungan antara muslim dengan penganut agama lain tidak dilarang oleh syariat Islam, kecuali bekerja sama dalam persoalan aqidah dan ibadah. Kedua persoalan tersebut merupakan hak intern umat Islam yang tidak boleh dicamputi pihak lain, tetapi aspek sosial kemasyarakatan dapat bersatu dalam kerja samayang baik.
Kerja sama antar umat bergama merupakan bagian dari hubungan sosial anatar manusia yang tidak dilarang dalam ajaran Islam. Hubungan dan kerja sama ydalam bidang-bidang ekonomi, politik, maupun budaya tidak dilarang, bahkan dianjurkan sepanjang berada dalam ruang lingkup kebaikan.

D. Devinisi Toleransi
Toleransi adalah suatu sikap atau perilaku manusia di mana seseorang menghargai atau menghormati setiap tindakan yang orang lain lakukan. Secara sederhana sikap toleransi ini adalah Sikap yang sangat perlu dikembangkan karena manusia adalah makhluk sosial dan akan menciptakan adanya kerukunan hidup. Berikut ada beberapa pengertian  mengenai toleransi menurut beberapa literatur.
Wikipedia (7 April 2011) menuliskan bahwa “Toleransi adalah istilah dalam konteks sosial, budaya dan agama yang berarti sikap dan perbuatan yang melarang adanya diskriminasi terhadap kelompok-kelompok yang berbeda atau tidak dapat diterima oleh mayoritas dalam suatu masyarakat. Contohnya adalah toleransi beragama, dimana penganut mayoritas dalam suatu masyarakat mengizinkan keberadaan agama-agama lainnya. Istilah toleransi juga digunakan dengan menggunakan definisi "kelompok" yang lebih luas, misalnya partai politik, orientasi seksual, dan lain-lain. Hingga saat ini masih banyak kontroversi dan kritik mengenai prinsip-prinsip toleransi, baik dari kaum liberal maupun konservatif. Dari devinisi ini, jelaslah bahwa arti dari toleransi itu adalah mengenai menghargai orang lain baik itu dari kegiatan ataupun pendapat yang di kemukakan”.
Sejalan dengan hal di atas Dr. Harun nasution (24 september 2013) mengemukakan bahwa “ secara istilah, kata toleransi memiliki makna menahan perasaan tanpa disertai protes. Artinya, seseorang tidak memiliki hak protes atas argumen orang lain, walaupun itu adalah pendapat yang salah dalam keyakinan”. Selain itu Dr. Harun nasution mengemukakan pandangannya mengenai “toleransi dalam pandangan islam yaitu dengan istilah tasamuh. Tasamuh ini memiliki arti tasahul berarti kemudahan. Artinya, islam memberikan kemudahan bagi siapa saja dalam menjalankan apa yang dia yakini sesuai dengan ajaran masing-masing tanpa adanya suatu tekanan dan sama sekali tidak mengusik ketauhidan atau keyakinan seseorang”. Dan Dr. Harun nasution mengemukakan bahwa “mencoba melihat kebenaran yang ada di luar agama lain. Artinya, kebenaran tidak hanya ada dalam islam, tapi kebenaran juga ada dalam agama selain islam. Selain itu toleransi berarti cara membina rasa persaudaraan satu Tuhan”.
Adapun pendapat lain yang mendefinisikan Toleransi adalah Dr.Yusup Al-Qaradhawi dalam karyanya yang berjudul Ghairal Muslimin Fil Mujtama Il Islami yang mengemukakan bahwa “ konsep tasamuh sebagai suatu keyakinan terhadap kemuliaan manusia, apa pun agamanya, kebangsaannya, dan kerukunannya. Selain itu, tasamuh pun berarti keyakinan bahwa Allah SWT memerintahkan untuk berbuat adil dan mengajak kepada budi pekerti mulia walaupun kepada orang musyrik”.
Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa Toleransi pada dasarnya adalah suatu sikap yang harus dimiliki oleh manusia guna menghargai keberadaan orang lain baik itru dalam kondisi keyakinannya yang berbeda, kebudayaannya maupun kebisaannya. Sejalan dengan hal tersebut sikap toleransi ini sangatlah di butuhkan untuk menjaga hubungan baik antar sesama demi terciptanya persahabatan, persaudaraan, dan persatuan antar masyarakat yang berbeda. dengan Sikap toleransi juga dapat memberikan peluang terhadap adanya dialog antar individu yang memiliki perbedaan pemahaman untuk menemukan persamaan. Persamaan disini seperti persamaan prinsip, diantaranya mengenai konsep penyembahan terhadap tuhan yang sama. Dan hal ini sesuai dengan firman Allah SWTdalam surat Ali-Imran ayat 64:




Artinya:  katakanlah: “ hai ahli kitab, marilah (berpegang) kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara kami dan kamu, bahwa tidak kami sembah kecuali Allah dan tidak kita persekutukan Dia dengan sesuatupun dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan sebagian lain sebagai tuhan selain Allah.” Jika mereka berpaling maka katakanlah kepada mereka: “saksikanlah, bahwa kami adalah orang-orang yang berserah dari (kepada Allah).”

Selain itu mengenai toleransi ini dipertegas dalam firman Allah surat Yunus ayat 40-41 yang berbunyi:




Artinya:  “Diantara mereka ada orang-orang yang beriman kepada Al-Quran, dan di antaranya ada (pula) orang-orang yang tidak beriman kepadanya. Tuhanmu lebih mengetahui orang-orang yang berbuat kerusakan”.

C.
D.

Artinya: jika mereka mendustakan kamu, maka katakanlah: “bagiku pekerjaanku dan bagimu pekerjaanmu. Kamu terlepas diri terhadap apa yang aku kerjakan dan akupun terlepas diri terhadap apa yang kamu kerjakan.

Allah SWT telah menurunkan Al-Qur`an sebagai pedoman hidup bagi umat manusia, namun tidak semua orang dapat menerimanya, dalam surat yunus ayat 40 pun telah jelas Allah menerangkan bahwa Allah maha mengetahui mana yang mengimani Al-Qur`an dan mana yang tidak mengimani. Oleh sebab itu Allah menciptakan manusia dengan berbagai suku bangsa karena dengan pewrbedaan tersebut diperuntukan untuk manusia dapat saling mengenal dan juga saling memahami satu sama lain namun pada kenyataannya masih sering kali terjadi pertikaian yang disebabkan oleh perbedaan sikap dan pendapat.Oleh sebab itulah kita di tuntut untuk dapat memahami sikap toleransi agar dapat dijadikan sebagai pedoman hidup dalam berhubungan dengan orang lain.


BAB III
PEMBAHASAN

A. Kendala-Kendala Yang Dihadapai Dalam Mewujudkan Kerukunan Antar Umat Beragama
Dalam mewujudkan cita-cita luhur untuk mewujudkan kerukunan umat bergama kita dihadapkan dengan berbagai kendala-kendala yang menjdikan harapan tersebut susah untuk terwujud. Adapun kendala-kendala yang dihadapi dalam mewujudkan hal tersebut adalah sebagai berikut :
1. Rendahnya Sikap Toleransi
Toleransi mengandung arti sikap saling menghargai, sikap yang pro kerukunan dan kontra pada perpecahan. Toleransi terhadap agama – agama bukan berarti manyakini, apalagi mengikuti ajaran agama – agama tersebut. Hal tersebut dikarenakan tiap agama mempunyai pegangan dan keyakinan masing-masing. Masing-masing pihak tidak usah saling memaksa untuk mengikuti kehendak masing-masing. Pada pada era modern ini masyarakat belum sepenuhnya pemikirannya ikut modern dengan lebih bisa menghargai perbedaan. Sebagian orang menganggap bahwa agama adalah urusan pribadi dengan Tuhannya. Namun, kesalahpahaman sering terjadi disini. Yaitu bahwa masyarakat menganggap bentuk toleransi yang sebisanya di aplikasikan yaitu dengan sikap cuek atau acuh tak acuh, seperti yang tidak mau tahu. Sikap seperti ini menurut beberapa ahli mengarah pada sikap toleransi malas-malasan.
 Menurut Dr. Ali Masrur, M.Ag, salah satu masalah dalam komunikasi antar agama sekarang ini adalah munculnya sikap toleransi malas-malasan (lazy tolerance) sebagaimana diungkapkan P. Knitter. Sikap ini muncul sebagai akibat dari pola perjumpaan tak langsung (indirect encounter) antar agama, khususnya menyangkut persoalan teologi yang sensitif. Sehingga kalangan umat beragama merasa enggan mendiskusikan masalah-masalah keimanan. Tentu saja, dialog yang lebih mendalam tidak terjadi, karena baik pihak yang berbeda keyakinan/agama sama-sama menjaga jarak satu sama lain.
Masing-masing agama mengakui kebenaran agama lain, tetapi kemudian membiarkan satu sama lain bertindak dengan cara yang memuaskan masing-masing pihak. Yang terjadi hanyalah perjumpaan tak langsung, bukan perjumpaan sesungguhnya. Sehingga dapat menimbulkan sikap kecurigaan diantara beberapa pihak yang berbeda agama, maka akan timbullah yang dinamakan konflik.

2. Kepentingan Politik
Dalam Islam politik tidak terpisah dari aqidah, syariat dan ahlak. Islam tidak mengenal semboyan “tujuan menghalalkan segala cara". Islam tidak mengikuti alasan untuk kebenaran dengan menggunakan kebatilan. Namun faktor politik ini terkadang menjadi faktor penting sebagai kendala dalam mencapai tujuan sebuah kerukunan antar umat beragama. Kendala yang menjadikan susah terwujudnya kerukunan umat beragama terkait dengan urusan politik menjadikan harapan tersebut susah untuk diraih. Banyaknya politisi-politisi yang mengatasnamakan agama dalam kampanyenya, dan mencaci lawan politisinya karena tidak sesuai dengan agama yang dianutya. Dalam buku Yusuf Al-qardhawi (2004: 50) di ungkapkan bahwa,
“dalam aspek politik manusia baiknya berusaha kembali kepada pemikiran Islam yang murni, yang berprinsip bahwa imamah (kepemimpinan) adalah kedudukan agama dan politik sekaligus. Imamah adalah kepemimpinan secara umum dalam urusan dunia dan agama atau wakil Rasulullah dalam menjaga urusan agama dan menyiasati dunia secara bersamaan, seperti yang diajarkan oleh para ulama kita”.
Dari pernyatan tersebut dapat dipahami bahwa seorang pemimpin (politisi) dalam berpolitik haruslah dibarengi dengan agama, namun yang dimaksudkan bukan mengatasnamakan agama untuk melawan atau memerangi lawan politisinya atau untuk mecapai tujuan tertentu. Karena sekali lagi ditegaskan bahwa politik dalam Islam berkaitan erat dengan aqidah dan akhlak tentunya yang dimaksud adalah akhlakulkarimah (akhlak yang baik), maka sesuaikan aqidah dan perilaku serta bersikap dalam posisi apapun dengan aqidah dan akhlak yang sesuai yang telah di atur oleh agama Islam.
Selain itu, fenomena yang menjadi pemberitaan publik saat ini dan menjadi suatu kekhawatiran bagi siapapun yang mendengarnya adalah munculnya kekacauan politik yang ikut memengaruhi hubungan antaragama dan bahkan memorak-porandakannya seolah petir menyambar yang dengan mudahnya merontokkan “bangunan dialog” yang sedang kita selesaikan. Seperti yang sedang terjadi pada negara Mesir saat ini. Mesir menjadi panas ketika kisruh di Mesir yang aslinya adalah murni krisis politik, lantas dihubungkan dengan agama Islam, dengan alasan ukhuwah, solidaritas, jihad, dan lain sebagainya. Selanjutnya adalah kasus Palestina-Israel yang sampai saat ini masih saja panas, dan semakin gencar dengan banyaknya dan tak henti-hentinya serangan Israel ke Palestina.
Kasus-kasus tersebut mampu menyita perhatian masyarakat di seluruh penjuru dunia, terutama oleh negara-negara yang mayoritas penduduknya muslim. Karena pada kenyataannya negara yang menjadi objeknya adalah negara Muslim. Sehingga tak sedikit masyarakat khususnya masyarakat Indonesia yang berbondong-bondong menjadi partisipan yang ikut menggalakan dana dan mengadakan bentuk bantuan lainnya yang ditujukan untuk membantu negara-negara tersebut
Dari kasus tersebut kita tidak hanya menangis melihat political upheavels di dunia ini, tetapi lebih dari itu yang mengalir bukan lagi air mata, tetapi darah; darah saudara-saudara kita, yang mudah-mudahan diterima di sisi-Nya. Tanpa politik kita tidak bisa hidup secara tertib teratur dan bahkan tidak mampu membangun sebuah negara, tetapi dengan alasan politik juga kita seringkali menunggangi agama dan memanfaatkannya.

3. Sikap Fanatisme
Kesenjangan pemikiran dan pemahaman dalam kehidupan masyarakat masih sering terjadi, terutama dalam hal kehidupan beragama. Agama sering kali berada pada posisi yang sulit, di satu sisi agama diharapkan menjadi suatu problem solver (pemecah masalah) namun di sisi lain agama oleh beberapa kelompok dijadikan sebagai faktor penyebab masalah perpecahan. Salah satu penyebab hal tersebut adalah kuatnya pola pikir masyarakat terhadap agama dan kepercayaan yang dianut sehingga munculah fanatisme.
Sepeti yang kita ketahui faham yang selalu menciderai kehidupan umat beragama dan merusak keharmonisan interaksi sosial, memberi satu sudut pandang yang salah dan tidak memiliki sandaran teori yang jelas. Suatu kekeliruan jika masyarakat menganggap fanatisme adalah sikap yang paling benar dalam beragama, karena biasanya seseorang yang bersikap fanatik hanya memandang suatu hal dari satu sisi tanpa dilatarbelakangi alasan teoritis dan logis yang dapat diterima. Selain itu, kekeliruan sikap dalam beragama yang menjadikan masyarakat bersikap fanatik adalah hadirnya sikap ekslusivisme.
. Komarudin H. (Atang dan mubarok, 2006: 6) menyebutkan bahwa terdapat beberapa tipologi sikap keberagamaan yaitu eksklusivisme, inklusivisme, plurarisme, eklektivimse dan universalisme.
Salah satu tipologi sikap beragama yang merupakan kecenderungan sikap masyarakat dalam beragama yang mengarah pada munculnya fanatisme adalah  sikap eksklusivisme, yaitu masyarakat berpandangan bahwa ajaran yang paling benar hanyalah agama yang dipeluknya, sedangkan agama lain di anggap sesat dan wajib di kikis, karena agama yang dianut dan pemeluknya tersebut dinilai terkutuk dalam pandangan Tuhan. Perkembangan sikap ekslusif ini saat ini dapat dikategorikan sebagai Islam radikal dan fundamentalis, yakni pemahaman keagamaan yang menekankan praktik keagamaan tanpa melihat bagaimana sebuah ajaran agama seharusnya diadaptasikan dengan situasi dan kondisi masyarakat. Misalnya bagi masyarakat yang beragama Islam masih berpandangan bahwa Islam adalah satu-satunya agama yang benar dan dapat menjamin keselamatan manusia. Jika orang ingin selamat, ia harus memeluk Islam. Segala perbuatan orang-orang non-Muslim, menurut perspektif aliran ini, tidak dapat diterima di sisi Allah.
Pandangan-pandangan semacam ini tidak mudah dikikis karena masing-masing aliran dalam agama tertentu, Islam misalnya, juga memiliki agen-agen dan para pemimpinnya sendiri-sendiri. Islam tidak bergerak dari satu komando dan satu pemimpin. Ada banyak aliran dan ada banyak pemimpin agama dalam Islam yang antara satu sama lain memiliki pandangan yang berbeda-beda tentang agamanya dan terkadang bertentangan. Tentu saja, dalam agama Kristen juga ada kelompok eksklusif seperti ini. Kelompok Evangelis, misalnya, berpendapat bahwa tujuan utama gereja adalah mengajak mereka yang percaya untuk meningkatkan keimanan dan mereka yang berada “di luar” untuk masuk dan bergabung. Bagi kelompok ini, hanya mereka yang bergabung dengan gereja yang akan dianugerahi salvation atau keselamatan abadi. Dengan saling mengandalkan pandangan-pandangan setiap aliran dalam agama teersebut, maka timbullah sikap fanatisme yang berlebihan.

B. Toleransi Beragama Di Tengah Masyarakat Yang Beragam
Sejalan dengan adanya kendala yang telah di paparkan sebelumnya adapun dalam upaya mewujudkan kerukunan di tengah masyarakat yang beragam, kita tentunya sudah mengetahui dengan adanya konsep Toleransi. Dimana kita harus saling menghargai satu sama lain baik itu dalam hal perbedaan suku, budaya bahkan agama. Dengan adanya konsep tersebut kita di tuntut untuk dapat mengembangkannya dalam kehidupan sehari-hari agar terciptanya keselarasan antara hubungan  masing-masing individu maupun dengan  kelompok.
Dengan adanya pemahaman diatas, itu menjadi suatu tolak ukur bagi kita untuk dapat bersikap dengan baik, bahkan masalah toleransi ini sudah jelas tergambar dalam kitab suci yang di pahami oleh masing-masing agama, salah satunya yang tergambar jelas dalam firman Allah:





Artinya:  Katakanlah: "Hai orang-orang kafir, Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah. Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah, dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah. Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku”.(QS. Al-Kafirun, 109:1-6)

dalam firman Allah tersebut tergambar jelas bahwasanya tidak ada saling usik dalam beribadah dan tidak ada yang namanya saling singgung satu sama lain. Bahkan di anjurkan untuk hidup dengan kepercayaannya masing-masing oleh sebab itu tidak ada lagi alasan untuk saling bercerai berai karena Allah pun tidak menyukai hal tersebut.
Dengan adanya pemahaman di atas hendaknya kita saling memperkuat iman masing-masing dan menelaah kembali makna yang sudah tersurat dalam kitab suci kita masing-masing agar kerukunan antar umat beragama dapat terwujud dan dapat dijalani dengan baik agar tidak ada lagi pertikaian satu sama lain.
Adapun bentuk-bentuk kegiatan yang dapat dilakukan dalam membangun sikap toleransi yaitu dengan:
1. Gotong royong
Kegiatan gotong royong ini memanglah kegiatan yang sederhana namun sekarang sudah mulai hilang karena semakin sibuknya masing-masing individu dengan kegiatannya yang menyebabkan kurang terjalinnya silaturahmi antar lingkungan masyarakat. Mengapa dengan gotong royong dapat membangun sikap toleransi?, karena dalam kegiatan gotong royong masyarakat akan berkumpul dalam satu lingkungan tanpa melihat siapa dan apa yang di anutnya. Dalam kegiatan ini masyarakat akan menyatu dan bahu membahu untuk menciptakan tujuan yang sudah di rencanakan, selain itu dengan kegiatan ini tercipta pula hubungan silaturahmi yang semakin erat antara yang satu dengan yang lainnya,
2. Saling tolong menolong
Kegiatan ini sebenarnya merupakan kegiatan yang paling sederhana dimana ketika kita melihat orang yang ada di sekeliling kita butuh pertolongan segeralah bantu dan jangan melihat latar belakangnya, kenapa demikian karena pada dasarnya manusia adalah mahluk sosial yang hakikatnya saling membutuhkan satu sama lain,
3. Menghormati pendapat orang lain
Hal ini lah yang sekarang kurang di indahkan oleh manusia yaitu menghargai pendapat orang lain, dimana saling memperkuat argumen itu menjadi prioritas utama. Padahal menghargai pendapat orang lain adalah hal yang paling utama dalam menumbuhkan sikap toleransi karena dengan kita menghargai pendapat orang lain kita akan memahami permasalahan yang sedang terjadi dan tidak akan menimbulkan pertengkaran karena satu dengan yang lain berusaha mencerna apa yang sedang di kemukakan, Dan bentuk kegiatan-kegiatan yang lainnya.
Sejalan dengan hal yang sudah di jelaskan di atas ada pula prinsip-prinsip toleransi yang yang harus kita pahami, seperti yang di kemukakan oleh A. Toto suryana A.F (suryana, toto Dkk. 1997:185) mengenai prinsip-prinsip toleransi yang ada dalam islam guna dijadikan sebagai tuntunan dalam bermasyarakat yaitu:
a. Dilarang melakukan pemaksaan dalam beragama baik secara halus apalagi kasar. Prinsip ini didasarkan pada firman Allah :





Artinya:  “tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (islam) karena telah jelas mana yang benar dan mana yang salah.  Oleh Karena itu barang siapa yang ingkar kepada takdir dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”.(QS. Al-Baqarah, 2:256)
b. Manusia berhak memilih, memeluk agama, dan beribadat menurut keyakinannya. Hal ini berdasarkan firman Allah:





Artinya: Dan katakanlah: "Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu; maka barangsiapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan barangsiapa yang ingin (kafir) biarlah ia kafir." Sesungguhnya Kami telah sediakan bagi orang-orang zalim itu neraka, yang gejolaknya mengepung mereka. Dan jika mereka meminta minum, niscaya mereka akan diberi minum dengan air seperti besi yang mendidih yang menghanguskan muka. Itulah minuman yang paling buruk dan tempat istirahat yang paling jelek.(QS. Al-Kahfi, 18:29)
c. tidak berguna memaksa seseorang agar menjadi seorang muslim. Firman Allah:


Artinya: “Sesungguhnya Kami telah menunjukinya jalan yang lurus. Adakalanya ia (orang itu) bersyukur, adakalanya ia menolak jalan yang lurus itu”. (QS. Al-Insan, 76:3)



Artinya: Dan apabila tuhan mu menghendaki, orang yang ada di muka bumi ini akan beriman seluruhnya. Apakah engkau hendak memaksa manusia supaya mereka menjadi orang-orang yang beriman.(QS. Yunus, 10:99)
d. Allah tidak melarang hidup bermasyarakat dengan orang yang tidak sepaham atau tidak seagama, selama tidak memusuhi islam, firman Allah:




Artinya: Tuhan tidak melarang kamu berbuat kebaikan dan bersikap jujur terhadap orang-orang yang tidak memerangi kamu karena agama dan tidak mengusir kamu dari kampungmu. Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang jujur.(QS. Al-Mumtahanah, 60:8)
Dengan adanya prinsip-prinsip diatas semakin memperjelas pemahaman kita akan sikap toleransi dan bagaimana seharusnya kita bersikap dan membangun sikap toleransi itu sendiri.

C. Solusi Untuk Memecahkan Kendala Dalam Mewujudkan Kerukunan Beragama
Dalam beberapa dekade terakhir ini banyak konflik yang terjadi baik di Indonesia maupun di dunia Internasional dengan berlatar belakang mengatasnamakan agama pada kasus-kasusnya. Tentu saja bila hal tersebut dibiarkan dan tidak mendapatkan respon apapun secara otomatis akan mengancam keutuhan dan persatuan pada negara terkait. Untuk mengatasi konfik tersebut banyak jalan alternatif yang bisa dilakukan. Jalan alternatif berupa solusi demi memecahkan masalah yang dihadapi dunia ini dalam mewujudkan kerukunan anatr umat beragama.
Adapun alternatif solusi yang dapat dilakukan dalam menghadapi kendala-kedala dan konflik tersebut adalah sebagai berikut.
1. Dialog Antar Agama
Dialog antar umat beragama menjadi jalan strategis dan sangat baik dipilih sebagai cara untuk mengakhiri konflik-konflik yang terjadi. Dalam kesempatan atau forum itulah diharapkan pihak-pihak terkait dapat berbicara dan mengeluarkan segala aspirasinya dengan mata hati dan nuraninya demi kepentingan dunia ini. Tanpa komitmen yang kuat dan kepedulian yang serius pada pentingnya kesejahteraan dan perdamaian dunia, mustahil konflik tersebut dapat diatasi.
Dialog yang dilakukan tentunya bukan dialog yang hampa makna karena hanya sekedar wacana dan minus dalam implementasinya. Dialog yang dimaksud adalah dialog yang tidak hanya saling beradu argumen dan mempertahankan pendapat masing-masing yang dianggap paling benar.
Tarmizi Taher, (2004 : 80) dalam bukunya mengatakan bahwa, jalan alternatif yang lebih tepat untuk mengatasi konflik adalah mengembangkan sinergi antara dialog struktural atau formal (intelektual-teologis) di kalangan elit dan dialog kultural di kalangan masyarakat bawah.
Pada ugkapan tersebut dibenarkan bahwa dialog yang baik adalah dialog yang sifatnya konfrehensif atau menyeluruh dengan melibatkan seluruh kalangan, sebab bila hanya satu aspek saja yang diambil maka itu tidak akan seimbang dan bisa jadi tidak segera menemukan target sasaran jitu dan tepat waktu. Namun, perlu diingat bahwa pada dasarnya  dialog agama adalah suatu percakapan bebas, terus terang dan bertanggung jawab yang didasari rasa saling pengertian dalam menanggulangi masalah kehidupan bangsa baik berupa materil maupun spiritual. Diharapkan dengan adanya dialog agama ini tidak terjadi kesalahpahaman yang nantinya dapat memicu terjadinya konflik. Dialog antar umat beragama digunakan sebagai salah satu solusi untuk menyelesaikan konflik yang terjadi antara umat.

2. Bersikap Optimis
Walaupun berbagai hambatan menghadang jalan untuk menuju sikap terbuka, saling pengertian dan saling menghargai antaragama, tidak perlu bersikap pesimis. Sebaliknya, kita perlu dan seharusnya mengembangkan optimisme dalam menghadapi dan menyongsong masa depan dialog. Paling tidak ada tiga hal yang dapat membuat kita bersikap optimis.
Pertama, pada beberapa dekade terakhir ini studi agama-agama, termasuk juga dialog antaragama, semakin merebak dan berkembang di berbagai universitas, baik di dalam maupun di luar negeri. hal itu bisa menjadi pertanda dan sekaligus harapan bagi pengembangan paham keagamaan yang lebih toleran dan pada akhirnya lebih manusiawi.
Kedua, para pemimpin masing-masing agama semakin sadar akan perlunya perspektif baru dalam melihat hubungan antar-agama. Mereka seringkali mengadakan pertemuan, baik secara reguler maupun insidentil untuk menjalin hubungan yang lebih erat dan memecahkan berbagai problem keagamaan yang tengah dihadapi bangsa kita dewasa ini. Kesadaran semacam ini seharusnya tidak hanya dimiliki oleh para pemimpin agama, tetapi juga oleh para penganut agama sampai ke akar rumput sehingga tidak terjadi jurang pemisah antara pemimpin agama dan umat atau jemaatnya. Kita lebih mementingkan bangunan-bangunan fisik peribadatan dan menambah kuantitas pengikut, tetapi kurang menekankan kedalaman (intensity) keberagamaan serta kualitas mereka dalam memahami dan mengamalkan ajaran agama.
Ketiga, masyarakat harus semakin dewasa dalam menanggapi isu-isu atau provokasi-provokasi. Masyarakat sebisa mungkin mudah disulut dan diadu-domba serta dimanfaatkan, baik oleh pribadi maupun kelompok demi target dan tujuan politik tertentu. Meskipun berkali-kali tempat ibadah diledakkan, tetapi semakin teruji bahwa masyarakat kita sudah bisa membedakan mana wilayah agama dan mana wilayah politik. Ini merupakan ujian dan merupakan tugas kita bersama untuk mengatasi hal tersebut. Yakni pemerintah, para pemimpin agama, dan masyarakat untuk mengingatkan para aktor politik di negeri kita untuk tidak memakai agama sebagai instrumen politik dan tidak lagi menebar teror untuk mengadu domba antarpenganut agama.
Jika tiga hal ini bisa dikembangkan dan kemudian diwariskan kepada generasi selanjutnya, maka setidaknya kita para pemeluk agama masih mempunyai harapan untuk dapat berkomunikasi dengan baik dan pada gilirannya bisa hidup berdampingan sebagai kawan daripada sebagai lawan.
Selain beberapa alternatif di atas terdapat beberapa hal yang mendukung dalam kaitannya memecahkan konflik serta menjadikan jalan keluar yang dapat di tempuh oleh setiap masyarakat.
a. Pendidikan Multikultural
Perlu ditanamkannya pemahaman mengenai pentingnya toleransi antar umat beragama sejak dini. Hal ini dapat dilakukan melalui jalur pendidikan. kita sadari bahwa dunia ini memiliki keanekaragaman yang harus di hormati dan dihargai. Hal tersebut juga dapat diwujudkan melalui sebuah implementasi berupa sikap sebagai berikut :
1. Menanamkan sikap tenggang rasa kepada sesama.
2. Saling hormat-menghormati antar pemeluk agama yang berbeda-beda.
3. Menghilangkan sikap fanatic yang berlebihan, yang selalu mengagung-agungkan agama sendiri secara berlebihan.
4. Meningkatkan sikap solidaritas terhadap sesama. Karena Allah menyayangi mahluknya terlepas dia seorang muslim ataupun nonmuslim, begitupun Rasulallah tidak pernah membedakan kasih sayangnya terhadap orang kafir ataupun orang muslim. Karena Islam tidak memperbolehkan umatnya untuk menyakiti atau memerangi orang kafir kecuali mereka yang memulai.
5. Menyelesaikan masalah dengan musyawarah.
6. Menonjolkan segi-segi persamaan dalam agama,tidak memperdebatkan segi-segi perbedaan dalam agama.
7. Melakukan kegiatan sosial yang melibatkan para pemeluk agama yang berbeda.
8. Meningkatkan pengetahuan nilai-nilai agama masing-masing. Melalui pembinaan ini individu akan terarah pada terbentuknya pribadi yang memiliki budi pekerti luhur dan akhlakul karimah.
Solusi tersebut tidak lain merupakan perwujudan dari sikap toleransi yang harus dimiliki agar tidak lagi terjadi konflik antar umat.





















BAB IV
PENUTUP
A. Simpulan
Dalam mewujudkan kerukunan antar umat beragama terdapat kendala-kendala yang dihadapi yaitu rendahnya sikap toleransi, mementigkan kepentingan politik serta tingginya sikap fanatisme. Dalam upaya membangun sikap toleransi dapat dilakuakn dengan mengadakankegiatan-kegiatan seperti gotong royong, saling menolong dan juga menghargai pendapat orang lain selain itu dengan memahami prinsip-prinsip dari toleransi itu sendiri dapat ikut membantu mewujudkan sikap toleransi pada individu.
Terdapat beberapa alternatif solusi dalam menghadapi kendala dan konflik yang dihadapi yaitu dengan dilakukannya dialog antar pemuka agama, bersikap optimisme serta bentuk kegiatan-kegiatan yang mengarah pada toleransi terhadap perbedaan, khususnya perbedaab pada aspek agama.

B. Saran
Sejalan dengan simpulan diatas, penyusun merumuskan saran sebagai berikut.
1. Masyarakat mampu sadar terhadap pentingnya mewujudkan kerukunan umat beragama..
2. Para tokoh agama dan pemerintah mampu bersinergi dalam mengatasi berbagai kendala yang menyabakan konflik yang mennggoyahkan kehidupan umat beragama.














DAFTAR PUSTAKA

Al-Qaradhawi, Yusup. (2004) Konsep Islam Solusi Utama Bagi Umat. Jakarta: Senayan Abadi Publishing.

Al-Qaradhawi, Yusup. (2005) Ghairal Muslimin Fil Mujtama Il Islami. Jakarta: Senayan Abadi Publishing.

Al-Qur`An dan Terjemah

Abd Hakim, Atang. dan Mubarok, Jaih. (2006) Metodologi Studi Islam. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya Offset.

Halim, Andreas. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Surabaya: Sulita Jaya.

Suryana, Toto. DKK. (1997) Pendidikan Agama Islam. Bandung: Tiga Mutiara.

Taher, Tarmizi. (2004) Agama Kemanusiaan Agama Masa Depan. Jakarta: Grafindo.

Nasution, Harun. (2011) Pemahaman Makna Toleransi. [Online]. Tersedia: Http://\Harun.nasution/pemahaman-makna-toleransi.Html. [24 september 2013]

www.wikipedia.com. [23 september 2013]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar