BAB II
PEMBAHASAN
Pada awalnya antropologi
menggambarkan kebudayaan masyarakat yang ada di luar Eropa. Awal mulanya banyak
cerita-cerita dari orang perorang yang bertemu dengan orang-orang yang
kehidupannya amat unik, sederhana dan bersahajah. Cerita ituu diperkuat dengan
laporan perjalanan para ilmuan yang berpetualang ke daerah asia. Sejumlah
informasi-informasi tersebut menjadi data untuk bahan analisi para ilmuan untuk
dilakukannya sebuah penelitian yang sistematis mengenai kehidupan bangsa diluar
eropa.
Hasil penelitian awal berupa
laporan yang diarahkan pada deskripsi yang sangat jelas mengenai satu budaya
dimasyarakat tersebut. Tetapi sejak dirasakan perlu dilakukan penelitian yang
berkesinambunagn antara satu budaya dengan budaya lain, maka penelitian mulai
mulai menghasilkan teori-teori. Dalam hal ini antropolog berhasil
menggeneralisasikan perbedaan perbedaan dan persamaan kebudayaan setiap bangsa,
termasuk kebudayaan eropa.
A.
Transmisi
Budaya, Enkulturasi dan Sosialisai sebagai Landasan dalam Kajian Antropologi Pendidikan
Kebudayaan
merupakan hasil yang diperolehan manusia selama menjalin interaksi kehidupan dengan
lingkungannya, baik lingkungan fisik maupun non fisik yang melahirkan sistem
gagasan, tindakan dan hasil karya manusia sebagai hasil pembelajaran manusia
dengan alam untuk mengelola keadaan menjadi sesuatu yang berguna bagi
kehidupannya kelak. Untuk menjaga kelangsungan eksistensi masyarakat serta
kebudayaanya, maka masyarakat selalu melakukan sosialisasi dan enkulturasi juga
transmisi budaya terhadap generasi mudanya yang ada dimasyarakat.
Transmisi
dapat diartikan sebagai pengiriman, penerusan atau penyebaran. Jadi dapat
dikatakan transmisi budaya merupakan pengiriman, penerusan atau penyebaran
budaya yang telah ada kepada generasi berikutnya agar budaya tersebut tidak
punah.
Menurut Imran Manan enkulturasi adalah suatu proses
dimana individu belajar cara berpikir, cara bertindak dan merasa yang
mencerminkan kebudayaan masyarakatnya. Jadi dapat disimpulkan enkulturasi
adalah proses penerusan kebudayaan dari generasi yang satu kepada generasi
berikutnya selama hidup seorang individu dimulai dari institusi keluarga. Dalam
enkulturasi kita mempelajari budaya, bukan hanya mewariskannya. Budaya disebarkan
melalui proses belajar bukan dengan gen. Sedangkan Menurut Peter
L. Berger (Effendi, 2010:49) mendefinisika sosialisasi sebagai “a process by which a child learns to be a
participant member of society” yaitu suatu proses dimana seorang anak
belajar menjadi seorang anggota yang berpartisipasi dalam masyarakat. sosialisasi
berartiproses
dimana seseorang dapat berinteraksi dan berpartisipasi dengan masyarakat yang
ada disekitarnya. Sosialisasi sangat erat kaitannya dengan berinteraksi, maka
interaksi sangat dibutuhkan dalam mentransmisikan budaya juga enkulturasi
budaya dimasyarakat. Melalui sosialisasi
kita bisa menyampaikan apa yang kita maksud dalam proses mentransmisikan juga
enkulturasi budaya.
Anak akan
mengetahui perannya dalam kehidupan bermasyarakat setelah ia melakukan
sosialisasi dengan masyarakat dimana ia tinggal. Sedangkan mengenai kebudayaan
perlu ia pelajari melalui enkulturasi. Jika anak tidak mengalami sosialisasi
dan/atau enkulturasi, maka ia tidak akan dapat berinteraksi sosial, ia tidak
akan dapat melakukan tindakan sosial sesuai status dan peranannya serta
kebudayaan masyarakat. Sosialisasi menekankan kepada pengambilan peran,
sedangkan enkulturasi menekankan kepada pemerolehan kompetensi budaya.
Pendidikan
pada hakikatnya meliputi sosialisasi dan enkulturasi. Didalam sosialisasi melekat
juga kebudayaan. Karena kebudayaanlah yang menentukan arah dan cara-cara
sosialisasi yang dilaksanakan oleh masyarakat. Oleh karena itu, didalam proses
sosialisasi terjadi juga proses enkulturasi. Dimana didalam enkulturasi ini
seorang individu mempelajari dan menyesuaikan alam pikiran serta sikapnya
dengan adat istiadat, sistem norma, dn peraturan-peraturan yang hidup dalam
kebudayaannya.
Kajian
masalah pendidikan dalam antropologi pendidikan tidak bersifat parsial,
melainkan secara holistik dengan menempatkan dalam pranata sosial. Dalam
lingkungan masyarakat yang bersahaja dan sederhana, keluarga dipandang sebagai
unit sosial terkecil namun memiliki peranan yang amat besar bagi pembentukan
anggota masyarakat, dengan demikian enkulturasi atau pembudayaan nilai-nilai
yang dianut masyarakat dilakukan melalui keluarga baik keluarga kecil maupun
besar. Begitu pula konsep sosialisasi selalu memperhatikan pembelajaran yang
dilakukan melalui mensosialisasikan nilai-nilai budaya yang berlangsung antar
individu, kelompok, tetangga, dan masyarakat lainnya.
Enkulturasi
dan sosialisasi adalah turunana dari konsep transmisi budaya yang dijadikan
“jurus” dalam membidik masalah keberlangsungan suatu kebudayaan dalam masyarakat
sederhana. Fokus kajian dapat dimulai dengan permasalahan sistem nilai dan
norma dalam adat-istiadat, aturan-aturan, keterapilan-keterampilan yang hidup dalam
budaya suatu masyarakat. Kekuatan konsep enkulturasi dan sosialisasi juga dalam
batas-batas tertentu dapat mengkaji pola pendidikan keluarga dilingkungan
perkotaan dan pedesaan, mengingat kenyataan samapai saat ini perhatian pada
fungsi keluarga, khususnya dalam menanamkan sistem nilai dan norma masih
dipandang penting dalam konteks pembentukan kepribadian anak.
Transmisi
kebudayaan ini dapat pula digunakan untuk mengkaji perubahan nilai budaya yang
berlangsung dalam suatu linkungan keluarga, lingkungan pedesaan maupun
lingkungan perkotaan.
B. Perkembangan penelitian antropologi
di Indonesia
Penelitian mengenai antropologi di Indonesia masih
sangat minim, menurut Meyer Fortes (1990) penelitian transmisi budaya dalam
antropologi relatif masih sangat sedikitdilakukan oleh para antropolog. Meyer
Fortes meneliti mengenai transmisi kebudayaan pada suku Taeland di Ghana Utara.
Kurang tertariknya antropolog meneliti masalah pendidikan karena masalah
pendidikan sudah dipandang menjadi bagian dari psikologi pendidikan.
Lewat konferensi itu memberikan rekomendasi
untukpemerintah mendanai serangkaian penelitian antropologi pendidikan
dipersekolahan, mengingat jalur perubahan sosial salah satunya dapat dilakukan
melalui pendidikan formal. Banyak penelitian menunjukan bahwa sistem pendidikan
dinegara-negara baru diorientasikan untuk mengokohkan kelompok sosial tertentu
yang berada dalam kekuasaan.
Adapaun beberapa orang yang melakukan penelitian
antropologi di Indonesia, david redcliffe (1971) yang melakukan penelitian
mengenai pendidikan Ki Hajar Dewantara mengenai dengan perubahan sosialnya. Hildrer
geertz (1983) yang mengungkapkan pola pengasuhan keluarga jawa dalam konteks
demokrasi. Dan Jane Belo (1986) mengenai pola pembelajaran budaya wayang yang
berorientasi pada masa lalu pada masyarakat bali.
Peneletian mengenai sosiologi antropologi oleh
orang-orang indonesia sendiridilakukan dalam bentuk thesis merek, diantaranya
tahun 1990 oleh Selly Riawaty yang membuktikan adanya teori reproduksidalam
pendidikan kolonial di Indonesia. Penelitian yang dilakukan oleh Hajriano
Tohari tahun 1993 mengenai pola pewarisan kebudayaan batik. Penelitian Jajang
Gunawijaya tahun 1995 tentang sistem pengasuhan anak di Bogor. Peneliti Z.A.M
Syadili mengenai sosialisasi siswa dalam suatu lingkungan sekolah formal
keagamaan. Dan juga mengenai pola bertahannya pendidikan melukis pada
masyarakat jelekong-Bandung yang ditulis oleh Ayat Suryatna tahun 1996.
C. Konsep budaya belajar sebagai
kajian antropologi pendidikan
Pendidikan berperan sebagai agen pengajaran
nilai-nilai budaya dalam proses pembentukan kualitas manusia sesuai dengan
kodrat budaya yang dimiliki. Dan kebuadayaan diturunkan kepada generasi
penerusnya lewat proses pendidikan.Pendidikan menjadi instrumen kekuatan sosial
masyarakat untuk mengembangkan suatu sistem pembinaan anggota masyarakat dalam
kebudayaan yang sesuai dengan tuntutan perubahan zaman.Pendidikan hadir dalam
bentuk sosialisasi kebudayaan, berinteraksi dengan nilai-nilai masyarakat
setempat dan memelihara hubungan timbal balik yang menentukan proses-proses perubahan
tatanan sosio-kultur masyarakat dalam rangka mengembangkan kemajuan
peradabannya.Landasan yang menjadi dasar kajian oleh para antropolog budaya
adalah berasal dari pengamatan empirik bahwa salah satu sifat budaya dimanapun
senantiasa dipelajari oleh individu atau kelompok sosial dilingkungannya, baik
secara sadar maupun tidak sadar.
Konsep ini menunjukan makna berupa adanya
seperangkat pengetahuan yang berisi model pewarisan budaya yang berupa sistem
pengetahuan, nilai keterampilan belajar dari suatu individu atau kelompok
kepada individu atau kelompok lainnya. Mewariskan budaya dengan budaya belajar ini dilakukan oleh individu
atau kelompok yang sudah mapan(orang dewasa) ke[ada mereka yang belum mapan
(belum dewasa). Individu atau kelompok yang belum mapan adalah anggota
masyarakat yang telah mengembangkan potensi belajarnya untuk menjlankan fungsi
dan peran sosialnya dalam kehidupan bermasyarakat.
Menurut Keesing & Keesing, () budaya belajar
merupakan pola kelakuan manusia yang berfungsi sebagai pedoman hidupyang dianut
secara bersama.Sedangkan menurut Ember budaya belajar adalah sistem
pembelajaran yang berlangsung dalam kehidupan masyarakat yang dilakukan secara
terus menerus dengan melibatkan banyak pihak, termasuk didalamnya melibatkan
pendidikan formal. Jadi dapat disimpulkan bahwa budaya belajar adalah pola atau
sistem pembelajaran yang berlangsung dan dipakai dalam kehidupan masyarakat
yang berfungsi sebagai pedoman hidup masyarakat tersebut.
Konsep budaya belajar ditafsirkan bukan sebagai kebiasaan-kebiasaan
belajar yang bersifat statis, melainkan sebagai pengetahuan belajar yang
dinamis yang bersifat fleksibel untuk menghadapi berbagai masalah perubahan
yang berlangsung dilingkungannya. Budaya belajar diciptakan dan diprtahankan
oleh masyarakat sebagai sarana untuk mempertahankan kehidupannya. Pola budaya
belajarnya berlangsung pada 2 arah, yaitu sebagai pola bagi pewarisan dan juga
dapat menjadi pola dari pewarisan. Sebagai pola bagi pewarisan berarti bahwa
budaya belajar bersifat mempertahankan usaha pewarisan. Sedangkan pola dari
pewarisan berarti budaya belajar dapat mengembangkan usaha pewarisan. Perbedaan
antara satu masyarakat dengan masyarakat lainnya terletak pada percepatan
perubahannya. Pola belajar suatu masyarakat akan mengikuti perubahan yang ada
dimasyarakatnya. Implikasinya adalah dapat ditemukannya teori-teori perubahan
budaya belajar dari masyarakat, baik dalam segi keluarga, masyarakat, nasional
maupun global.
Penemuan teknologi informasi telah mendorong
pengembangan budaya belajar. Pada umumnya budaya belajar masyarakat indonesia
sesuai dengan karakter pembangunan itu sendiri yang pada dasarnya adalah suatu
proses perubahan. Gejala global yang terjadi menjadi fenomena semakin minimnya
budaya, baik secara langsung maupun tidak langsung yang berdampak pada
percepatan pengembangan pola budaya belajar yang terjadi dalam suatu
masyarakat.
Budaya belajar yang dilakukan oleh individu atau
kelompok pada suatu masyarakat pada dasarnya ditunjukan untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya. Fungsi budaya belajar akan terus dipertahankan ketika masih
berdaya guna dalam mencaoai kebutuhan hidupnya. Budaya belajar akan
dimodifikasi bahkan diubah apabila sudah dipandang tidak efektif lagi digunakan
untuk pemenuhan kebutuhan hidup. Budaya belajar telah diciptakan, dipertahankan
dan dikembangkan oleh suatu masyarakat agar individu atau kelompok dapat
mempertahankan dan mengembangkan kehidupan.
Menurut Talcott Parson ada beberapa
prasyarat-prasyarat dalm upaya mempertahankan den mengembangkan kebudayaannya.
1. Adaptasi
(adaptation)
Adaptasi merupakan suatu keharusan bagi sistem
budaya belajar harus bisa menyesuaikan diri dengan lingkunagn yang dihadapi
pada masyarakat disekitarnya.
2. Pencapaian
Tujuan (goal ettainment)
Pencapaian tujuan yaitu keharusan bagi sistem budaya
belajar untuk bertindak dalam kerangka dalam pencapaian tujuan bersama.
3. Integrasi
(integration)
Integrasi yaitu keharusan bagi sistem budaya belajar
untuk memiliki kemampuan agar tetap menjaga solidaritas dan kerelaan bekarja
antar anggotanya.
4. Latensi
(latent pattern maintenance)
Latensi yaitu persyaratan fungsional yang mengarah
pada keharusan sistem budaya belajar memiliki kemampuan menjamin tindakan yang
sesuai dengan aturan-aturan dan norma-norma yang berlaku.
Upaya menciptakan budaya
belajar pada suatu masyarakat akan senantiasa mengikuti perubahan dan sekaligus
menyesuaikan lingkunagna bersangkutan. Nilai-nilai, notma-norma dan
aturan-aturan dijadikan petunjuk dalam modifikasi budaya belajar agar dapat
mencapai tujuan yang diharapkan.Proses pengubahan budaya belajar berlangsung
secara terus menerus dalam hubungannya dengan pengalaman yang didapat dari
lingkungannya melalui komunikasi simbolik. Pengembangan budaya belajar akan
mengarahkan pada suatu program yang menyeluruh yang mencakup sejumlah
pengetahuan, keterampilan dan kmampuan lain. Budaya belajar berikut
pengembangannya adalah serangkaian tindakan dan stategi adaptif yang dipilih
dan disesuaikan dengan lingkungan setempat.
Lingkungan keluarga sebagai
unit sosial terkecil yang memiliki peranan besar bagi keberlangsungan budaya
belajar. Lingkunagn keluarga menjadi awal bagi setiap individu dalam menggali
kebudayaanya yakni melalui upaya sosialisasi dalam bentuk pola pengasuhan anak.
Lembaga pendidikan sebagai sarana budaya
belajar yang dikelola oleh orang yang profesional berfungsi ganda, yaitu
sebagai sarana mempertahankan nilai, norma dan aturan yang berlangsung dalam
kehidupan dan sebagai sarana mengembangkan nilai norma dan aturan yang
dibutuhkan dalam kehidupan masyarakat.
D.
Peran
guru dalam mengembangkan antropologi pendidikan
Sejak dini anak harus diajarkan bagaimana untuk
menumbuhkan kesadaran terhadap banyaknya keragaman yang terjadi di masyarakat.
Anak harus diajarkan saling memahami saling menghargai melalui interaksi dan
pembelajaran yang bermakna antar satu dengan yang lainnya. Maka pembelajaran
sebaiknya berorientasi pada keragaman latar sosialnya. Adapun prinsip-prinsip
yang harus diperhatikan oleh seorang pendidik antara lain:
1. Penyelenggaraan
pendidikan harus memperhatikan pada kesadaran adanya keberagaman
2. Memahami
dan mengenali pengalaman setiap individu peserta didik berdasarkan pada etnis
dan keturunan
3. Orientasi
pelayanan bertolak dari kondisi keberagaman menuju kebersamaan
4. Kiat
menunjukan perbedaan untuk membangun kesamaan dan tidak memperbesar
perbedaannya.
Konsep hubungan antara pendidik dan interaksi
sosialisasi memberikan harapan bagi setiap orang untuk dapat menaikan
status/golongan didalam status sosialnya. Konsep ini akan dapat dijadikan acuan
oleh para guru untuk memberikan dorongan atau motivasi bagi para siswanya agar
mereka belajar untuk mencapai prestasi yang setinggi-tingginya dan belajar
sampai jenjang pendidikan tertinggi. Guru hendaknya dapat memberikan contoh
atau teladan mengenai interaksi sosialisasi tersebut. Sangat tidak diharapkan
apabila guru tidak yakin dengan kemampuan siswanya dan memandang rendah para
siswanya tersebut khususnya yang berasal dari golongan rendah. Sikap guru yang
seperti itu akan menghalangi untuk terjadinya mobilitas sosial. Para guru
hendaknya menyadari betul bahwa pendidikan khususnya sekolah memiliki fungsi
interaksi sosial yang tinggi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar