Laman

Senin, 20 Januari 2014

URGENSI KHILAFAH DALAM MERPERSATUKAN UMAT

URGENSI KHILAFAH
DALAM MERPERSATUKAN UMAT

MAKALAH

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah
Seminar Pendidikan Agama Islam

Dosen
Dra. Hj. Titing Rohayati, M. Pd.







Oleh:
Dellena Alfianeu                    (1105557)
Iin Muharomah                       (1102452)
Nurainun Thoyibah                (1103782)

V B PG-PAUD



PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU PENDIDIKAN ANAK USIA DINI
KAMPUS CIBIRU
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
BANDUNG
2013
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah swt. karena, berkat rahmat dan hidayah-Nya penulis mampu menyelesaikan makalah yang berjudul  “Urgensi Khilafah dalam Mempersatukan Umat.” Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Seminar Pendidikan Agama Islam.
Pada saat ini kesatuan umat merupakan tantangan terbesar yang harus ditingkatkan, sehingga benar-benar menjadi kesatuan. Padahal sejarah mencatat bahwa kesatuan umat dapat diwujudkan, bahkan dalam satu kekuasaan islam yaitu khilafah islam. Dalam hal ini banyak umat islam yang tidak memahami pentingnya khilafah dalam persatuan umat. Padahal sangatlah perlu kiranya mengetahui bagaimana sejarah kekhilafahan pada masa Khilafaur Rasyidin? Kenapa khilafah bisa berakhir? Bagaimana dampaknya? dan sikap seperti apa yang harus dimiliki umat dalam menghadapi ketidak digunakannya kekhilafahan? Pertanyaan inilah yang akan menjadi fokus makalah yang disusun penulis. Semoga dengan uraian yang komprehensif ini, diharapkan dapat meningkatkan pemahaman tentang urgensi khilafah dalam mempersatukan umat.
Penulis menyadari bahwa selama penulisan makalah ini penulis banyak mendapatkan bantuan dari berbagai pihak yang tidak bisa penulis sebut satu persatu. Oleh sebab itu, penulis mengucapkan terima kasih dan semoga Allah swt. memberikan balasan yang berlipat ganda.
Makalah ini bukanlah karya yang sempurna karena masih memiliki banyak kekurangan, baik dalam hal isi maupun sistematika dan teknik penulisannya. Oleh sebab itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesenpurnaan makalah ini. Akhirnya semoga makalah ini bisa memberikan manfaat bagi penulis dan pembaca.

Bandung, 9 September 2013
   

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i

DAFTAR ISI ii

BAB I PENDAHULUAN..................................................................................... 1
A.    Latar Belakang ............................................................................................... 1
B.    Rumusan Masalah .......................................................................................... 3
C.    Tujuan Penulisan Makalah ............................................................................ 3
D.    Manfaat Penulisan Makalah .......................................................................... 3
E.     Metode Penulisan Makalah ........................................................................... 3
F.     Sistematika Penulisan Makalah..................................................................... 4

BAB II KAJIAN TEORI...................................................................................... 5
BAB III URGENSI KHILAFAH DALAM MEMPERSATUKAN UMAT....... 11
A.      Kekhilafahan pada Masa Khilafaur Rasyidin............................................... 11
B.      Penyebab Berakhirnya Sistem Khilafah........................................................ 15
C.      Dampak Berakhirnya Sistem Khilafah.......................................................... 18
D.      Sikap Umat Islam Saat Ini dengan tidak Menggunakan Sistem Kekhilafahan  19

BAB IV PENUTUP 24
A.    Kesimpulan .................................................................................................... 24
B.    Saran .............................................................................................................. 24

DAFTAR PUSTAKA




BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang
Di era globalisasi saat ini, salah satu yang menjadi tantangan umat islam di tanah air ataupun dunia adalah mempersatukan umat islam, sayangnya hal tersebut sangat sulit untuk diwujudkan. Fakta membuktikan bahwa umat islam saat ini terpecah belah, terkotak-kotak, menganggap bahwa masing-masing berbeda antara satu dengan yang lainnya.
Padahal persatuan umat merupakan hal yang mutlak harus ditegakan. persatuan merupakan salah satu nikmat yang besar dari Allah swt., yang harus senantiasa disyukuri dan dipelihara sebaik-baiknya. Bagaimana tidak, bahwa dengan persatuan maka akan semakin menguatkan dan mengokohkan islam dalam menghadapi musuh-musuhnya. Dengan demikian apabila dalam lingkup umat islamnya saja terpecah belah, maka bagaimana kekuatan yang akan dimiliki terkokohkan. Sebagaimana Allah swt. berfirman dalam Q. S. Al-imran: 103.
(#qßJÅÁtGôã$#ur È@ö7pt¿2 «!$# $YèÏJy_ Ÿwur (#qè%§xÿs? 4 (#rãä.øŒ$#ur |MyJ÷èÏR «!$# öNä3øn=tæ øŒÎ) ÷LäêZä. [ä!#yôãr& y#©9r'sù tû÷üt/ öNä3Î/qè=è% Läêóst7ô¹r'sù ÿ¾ÏmÏFuK÷èÏZÎ/ $ZRºuq÷zÎ) ÷LäêZä.ur 4n?tã $xÿx© ;otøÿãm z`ÏiB Í$¨Z9$# Nä.xs)Rr'sù $pk÷]ÏiB 3 y7Ï9ºxx. ßûÎiüt6ムª!$# öNä3s9 ¾ÏmÏG»tƒ#uä ÷/ä3ª=yès9 tbrßtGöksE ÇÊÉÌÈ  
Artinya: Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, Maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk. (Q. S. Al Imran: 103).

Selain itu, pada dasarnya islam adalah rahmatan lilalamin yaitu rahmat bagi seluruh alam. Namun demikian hal ini bisa diwujudkan apabila umat mampu bersatu dan menjalankan islam secara kaffah.
Sejarah membuktikan bahwa kesatuan umat dapat diwujudkan, bahkan dalam satu kekuasaan islam yaitu khilafah islam. Awalnya pada masa nabi Muhamad saw, beliau mampu menyatukan dua negara yang pada saat itu telah berperang selama ratusan tahun. Pada masanya, semua permasalahan berada pada satu orang yaitu beliau. Begitupun setelah beliau wafat, persatuan bahkan penyebaran islam semakin luas, yang pada saat itu semua permasalahan digantikan kepemimpinannya oleh para Khulafaur Rasyidin yaitu pemimpin pemerintahan yang adil dan benar yang merupakan sahabat-sahabat dari Rasulullah. Mereka adalah Abu Bakar, Umar bin Khattab, Usman bin Affan, dan Ali bin Abu Thalib. Kepemimpinan Khulafaur Rasyidin berlangsung selama 30 tahun, yang kemudian dilanjutkan pada masa Bani Umayyah, Bani Abbasyiah sampai Turki Ismani, yang pada saat ini khilafah islam mulai menimbulkan bibit perpecahan. Lalu sejak saat itu kekhalifahan berakhir, karena saat itu para penguasa berebut tahta kekhilafahan dan  kecintaan mereka pada dunia melebihi kecintaannya terhadap Allah, sehingga dalam hal ini kepercayaan umat terhadap khilafah menjadi terkikis. Selanjutnya para umat lebih mempercayakan kepemimpinan kepada penguasa-penguasa di negaranya. Dalam hal ini secara tidak langsung kesatuan umat menjadi terpecah belah, begitupun dengan sistem khilafah menjadi tidak dipergunakan lagi.
Dari sejarah tersebut, maka dapat dikatakan bahwa salah satu upaya untuk mewujudkan persatuan umat, diperlukan kepemimpinan islam (khilafah) yang benar-benar kaffah untuk menjadi pegangan guna memelihara dan menjaga keutuhan dan kesatuan umat. Namun demikian banyak umat islam sendiri yang kurang memahami hal ini.
Berdasarkan uraian di atas maka perlu disusun sebuah makalah yang mampu menambah wawasan dan pemahaman dalam upaya menegakan persatuan umat. Adapun dalam hal ini penulis menyusun sebuah makalah yang berjudul “Urgensi Khilafah dalam Mempersatukan Umat”
B.  Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas penulis merumuskan rumusan masalah sebagai berikut:
1.   Bagaimana kekhilafahan pada masa Khulafaur Rasyidin?
2.   Bagaimana penyebab berakhirnya sistem kekhilafahan?
3.   Bagaimana dampak dari berakhirnya sistem khilafah?
4.   Bagaimana sikap umat islam saat ini dengan tidak menggunakan sistem kekhilafahan?

C.  Tujuan Penulisan Makalah
Sejalan dengan rumusan masalah di atas maka penulis menentukan tujuan penulisan makalah sebagai jalan untuk  mengetahui dan mendeskripsikan:
1.     Kekhilafahan pada masa Khulafaur Rasyidin.
2.     Penyebab berakhirnya sistem kekhilafahan.
3.     Dampak dari berakhirnya sistem khilafah.
4.     Sikap umat islam saat ini dengan tidak menggunakan sistem kekhilafahan.

D.    Manfaat Penulisan Makalah
Makalah ini disusun dengan harapan memberikan kegunaan, baik secara teoritis maupun secara praktis. Secara teoritis makalah ini berguna sebagai pengetahuan mengenai urgensi khilafah dalam mempersatukan umat , secara praktis makalah ini diharapkan bermanfaat bagi :
1.   penulis, sebagai penambah pengetahuan mengenai urgensi khilafah dalam mempersatukan umat.
2.   pembaca, sebagai media informasi mengenai urgensi khilafah dalam mempersatukan umat.

E.    Metode Penulisan Makalah
Makalah ini disusun dengan menggunakan metode deskriptif. Artinya melalui metode ini penulis akan menguraikan permasalahan yang dibahas secara jelas dan komprehensif. Data teoritis dalam makalah ini dikumpulkan malalui studi pustaka, artinya penulis mengambil data melalui kegiatan membaca berbagai literatur yang relevan dengan tema makalah. Data tersebut diolah dengan teknik analis isi melalui kegiatan mengeksposisiskan data serta mengaplikasikan data tersebut dalam konteks tema makalah.

F.     Sistematika Penulisan Makalah
           Kata Pengantar, Daftar Isi, Bab I Pendahuluan (Latar Belakang, Rumusan Masalah, Tujuan Penulisan Makalah, Manfaat Penulisan Makalah, Metode Penulisan Makalah, Sistematika Penulisan Makalah), Bab II Kajian Teori, Bab III Urgensi Khilafah dalam Mempersatukan Umat, Bab IV (Kesimpulan, Saran).



BAB II
KAJIAN TEORI

A.      Definisi Khilafah
Ajaran islam sangatlah lengkap dan terperinci, seluruh aspek kehidupan tercantum didalamnya, termasuk aspek yang berkaitan dengan hubungan antar umat, termasuk di dalamnya ada yang dikenal dengan kekhilafahan. Berikut disajikan beberapa pengertian khilafah menurut para ahli.
Tim Dosen Pendidikan Agama Islam UPI (2004: 25) menyatakan bahwa khilafah adalah konsep pemerintahan dalam islam yang dipimpin oleh seorang khalifah.
Adapun yang dimaksud khalifah menurut Departemen Agama RI, Tim Tashih DEPAG (1991: 87) menyatakan bahwa “khalifah berarti seseorang yang dijadikan pengganti dari yang lain atau seorang yang dibeberi wewenang untuk bertindak dan berbuat sesuai dengan ketentuan dari yang memberi wewenang. “
Sejalan dengan pengertian di atas Yatim, Badri (2008: 37) mengemukakan bahwa khalifah adalah pemimpin yang diangkat sesudah nabi wafat untuk menggambarkan beliau melanjutkan tugas-tugas sebagai pemimpin agama dan kepala pemerintahan.
Lebih lanjut Drs H Inu Kencana Syafi’ie, M. Si (2004: 140) mengemukakan “khilafah menurut bahasa berarti penggantian. Istilah khilafah ialah penggantian terhadap diri Rosulallah saw dalam menjaga dan memelihara agama serta mengatur urusan dunia.
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa khilafah adalah konsep pemeritah islam yang dipimpin khalifah untuk melanjutkan tugas-tugas Rasulullah dalam menjaga dan memelihara agama serta mengatur urusan dunia. Sedangkan khalifah adalah pemimpin yang menggantikan Rasulullah.
Adapun dalam islam itu ada yang dikenal dengan Khulafaur Rasyidin. Menurut Tim Dosen Pendidikan Agama Islam UPI (2004: 27) menyatakan bahwa Khulafaur Rasyidin diartikan “khalifah-khalifah yang dapat dipercaya.”

B.      Dalil mengenai Fenomena Terpecah Belahnya Umat dan Solusinya
Saat ini tidak dapat dipungkiri lagi bahwa umat islam sudah terpecah belah, dan bahkan sudah terkotak-kotak yang kemudian melahirkan berbagai golongan. Munculnya golongan, berarti ada perbedaan satu sama lain, khususnya mengenai pemahaman dan pendapat masing-masing yang menganggap bahwa golongannya yang benar dan yang lain salah. Firman Allah dalam Q. S. Almu’minun, 23: 53
(#þqãè©Üs)tGsù OèdtøBr& öNæhuZ÷t/ #\ç/ã ( @ä. ¥>÷Ïm $yJÎ/ öNÍköys9 tbqãm̍sù ÇÎÌÈ  
Artinya: Kemudian mereka (pengikut-pengikut Rasul itu) menjadikan agama mereka terpecah belah menjadi beberapa pecahan. tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada sisi mereka (masing-masing). (Q. S. Almu’minun, 23: 53).
Begitupun dengan firman allah dalam Q.S. Ar-Rum 31-32:
* tûüÎ6ÏYãB Ïmøs9Î) çnqà)¨?$#ur (#qßJŠÏ%r&ur no4qn=¢Á9$# Ÿwur (#qçRqä3s? šÆÏB tûüÅ2ÎŽô³ßJø9$# ÇÌÊÈ   `ÏB šúïÏ%©!$# (#qè%§sù öNßguZƒÏŠ (#qçR%Ÿ2ur $YèuÏ© ( @ä. ¥>÷Ïm $yJÎ/ öNÍköys9 tbqãm̍sù ÇÌËÈ  
Artinya:  Dengan kembali bertaubat kepada-Nya dan bertakwalah kepada-Nya serta dirikanlah shalat dan janganlah kamu Termasuk orang-orang yang mempersekutukan Allah,.Yaitu orang-orang yang memecah-belah agama mereka dan mereka menjadi beberapa golongan. tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada golongan mereka.(Q.S. Ar-Rum 31-32).
Dalam hal ini, maksudnya adalah bahwa orang-orang yang memecah agama itu termasuk orang-orang yang mempersekutukan Allah, meninggalkan agama tauhid dan menganut berbagai kepercayaan menurut hawa nafsu mereka.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwasannya keterpecahbelahan umat terjadi karena perbedaan pemahaman yang dilandasi egoisme masing-masing golongan, menganggap golongannya benar dan yang lain salah. Padahal seharusnya mereka kembali dan hanya berpegang kepada agama Allah. Yang kemudian hanya Allahlah yang dapat menyatukannya. Firman Allah dalam Q. S. Al Imran: 103
(#qßJÅÁtGôã$#ur È@ö7pt¿2 «!$# $YèÏJy_ Ÿwur (#qè%§xÿs? 4 (#rãä.øŒ$#ur |MyJ÷èÏR «!$# öNä3øn=tæ øŒÎ) ÷LäêZä. [ä!#yôãr& y#©9r'sù tû÷üt/ öNä3Î/qè=è% Läêóst7ô¹r'sù ÿ¾ÏmÏFuK÷èÏZÎ/ $ZRºuq÷zÎ) ÷LäêZä.ur 4n?tã $xÿx© ;otøÿãm z`ÏiB Í$¨Z9$# Nä.xs)Rr'sù $pk÷]ÏiB 3 y7Ï9ºxx. ßûÎiüt6ムª!$# öNä3s9 ¾ÏmÏG»tƒ#uä ÷/ä3ª=yès9 tbrßtGöksE ÇÊÉÌÈ  
Artinya: Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah secara berjamaah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, Maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk. (Q. S. Al Imran: 103)
Adapun dalam surat lain, apabila Allah menghendaki  maka semua manusia itu akan beriman dan merupakan umat yang satu, tetapi kebijakasanaan yang diambilNya menyerahkan urusan iman dan kufur kepada pribadi manusia sendiri,  masing-masing bebas menentukan kemauannya sendiri, namun demikian ketika manusia menentukan kekufuran dan tidak mengikuti petunjuk Rasulullah maka mereka akan celaka dan menyesali diri sendiri. Sebagaimana firman Allah dalam Q.S. As Syuura, 8: 42

öqs9ur uä!$x© ª!$# öNßgn=yèpgm: Zp¨Bé& ZoyÏnºur `Å3»s9ur ã@Åzôム`tB âä!$t±o Îû ¾ÏmÏFuH÷qu 4 tbqçHÍ>»©à9$#ur $tB Mçlm; `ÏiB <cÍ<ur Ÿwur AŽÅÁtR ÇÑÈ  
Artinya: Dan kalau Allah menghendaki niscaya Allah menjadikan mereka satu umat (saja), tetapi Dia memasukkan orang-orang yang dikehendaki-Nya ke dalam rahmat-Nya. dan orang-orang yang zalim tidak ada bagi mereka seorang pelindungpun dan tidak pula seorang penolong. (As Syuura, 8: 42).
Adapun dalam hal ini, sejarah mengatakan bahwa kesatuan umat pernah diwujudkan, bahkan dalam satu kekuasaan islam yaitu khilafah. Hal ini dibuktikan dengan kepemimpinan Rasulullah yang mampu memepersatukan negara yang sudah mengalami peperangan. Begitupun setelah Rasulullah wafat, persatuan bahkan penyebaran islam semakin luas. Pada kekhilafahan dalam sejarah islam di mulai. Pada saat ini kekhilafahan di serahkan pada khalifah-khalifah yang dikenal dengan Khilafaur Rasyidin artinya khalifah-khalifah yang dapat dipercaya (Tim Dosen Pendidikan Agama Islam UPI: 2004, 27). Adapun firman Allah dalam Q.S. Al-Baqarah, 2: 30.
øŒÎ)ur tA$s% š/u Ïps3Í´¯»n=yJù=Ï9 ÎoTÎ) ×@Ïã%y` Îû ÇÚöF{$# ZpxÿÎ=yz ( (#þqä9$s% ã@yèøgrBr& $pkŽÏù `tB ßÅ¡øÿム$pkŽÏù à7Ïÿó¡our uä!$tBÏe$!$# ß`øtwUur ßxÎm7|¡çR x8ÏôJpt¿2 â¨Ïds)çRur y7s9 ( tA$s% þÎoTÎ) ãNn=ôãr& $tB Ÿw tbqßJn=÷ès? ÇÌÉÈ  
Artinya: Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Para Malaikat: "Sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, Padahal Kami Senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui." (Q.S. Al-Baqarah, 2: 30).
Dari ayat tersebut, dapat dilihat bahwa Allah swt. membenarkan ucapan dari malaikat, namun demikian bahwa apa-apa yang akan dilakukan Allah swt. adalah berdasarkan pengetahuan dan hikmat Nya yang Maha Tinggi walaupun tak dapat diketahui oleh para malaikat, termasuk pengangkatan nabi Adam a.s menjadi khalifah di bumi.
Adapun yang dimaksud dengan ke khalifahan nabi a.s di bumi adalah kedudukannya sebagai khalifah atau wakil Allah swt. di bumi ini, untuk melaksanakan perintah-perintahnya dan memakmurkan bumi serta memanfaatkan segala apa yang ada padanya. Dari pengertian ini lahirlah ungkapan yang mengatakan bahwa manusia adalah khalifatullah di bumi (Departemen Agama RI, Tim Tashih DEPAG) : 1991, 87.
Ayat ini juga merupakan dalil yang mewajibkan umat memilih dan mengangkat seorang pemimpin tertinggi sebagai tokoh pemersatu antara seluruh kaum muslimin yang dapat memimpin umat untuk melaksanakan hukum-hukum Allah swt. di bumi ini.
Selain itu, kewajiban dari khalifah sebagai pelaksana khilafah juga harus benar-benar ditegakan diantaranya melaksanakan perintah-perintah Allah dan menjauhi segala larangannya, jangan mengikuti hawa nafsu, serta mampu memakmurkan bumi, Adapun firman Allah dalam Q.S. Shaad, 38: 26
ߊ¼ãr#y»tƒ $¯RÎ) y7»oYù=yèy_ ZpxÿÎ=yz Îû ÇÚöF{$# Läl÷n$$sù tû÷üt/ Ĩ$¨Z9$# Èd,ptø:$$Î/ Ÿwur ÆìÎ7®Ks? 3uqygø9$# y7¯=ÅÒãŠsù `tã È@Î6y «!$# 4 ¨bÎ) tûïÏ%©!$# tbq=ÅÒtƒ `tã È@Î6y «!$# öNßgs9 Ò>#xtã 7ƒÏx© $yJÎ/ (#qÝ¡nS tPöqtƒ É>$|¡Ïtø:$# ÇËÏÈ  
Artinya: Hai Daud, Sesungguhnya Kami menjadikan kamu khalifah (penguasa) di muka bumi, Maka berilah keputusan (perkara) di antara manusia dengan adil dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan Allah. Sesungguhnya orang-orang yang sesat darin jalan Allah akan mendapat azab yang berat, karena mereka melupakan hari perhitungan. (Q.S. Shaad, 38: 26).
Selanjutnya apabila khalifahnya sudah benar-benar menjalankan kewajibannya, maka umat harus senantiasa taat kepadanya. Sesuai dengan sabda Rasulullah saw. yang artinya “Barang siapa yang taat kepadaku, maka sungguh ia taat kepada Allah dan barang siapa yang memaksiati aku maka sungguh ia telah memaksiati Allah. Barang siapa yang mentaati amirku maka sungguh ia telah mentaati aku dan barang siapa yang memaksiati amirku maka sungguh ia telah memaksiati aku”. (HR. Al-Bukhari dari Abi Hurairah, Shahih dalam Kitabul Ahkam: IX/77. Dalam riwayat Ibnu Majah), sumber: (http://125.164.221.44/hadisonline/hadis9/kumpulan_open.php?category=mutawatir&imam=muslim&nohdt=3418&page=79.)
Begitu pun dengan firman Allah swt .dalam Q. S An Nisa, 3: 59.
$pkšr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#þqãYtB#uä (#qãèÏÛr& ©!$# (#qãèÏÛr&ur tAqߧ9$# Í<'ré&ur ͐öDF{$# óOä3ZÏB ( bÎ*sù ÷Läêôãt»uZs? Îû &äóÓx« çnrŠãsù n<Î) «!$# ÉAqߧ9$#ur bÎ) ÷LäêYä. tbqãZÏB÷sè? «!$$Î/ ÏQöquø9$#ur ̍ÅzFy$# 4 y7Ï9ºsŒ ׎öyz ß`|¡ômr&ur ¸xƒÍrù's? ÇÎÒÈ  
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri (yang terpilih) di antara kamu. kemudian jika kamu berlainan Pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. (Q. S An Nisa, 3: 59)
Dari ayat tersebut menunjukan bahwa salah satu yang harus dilakukan umat adalah taat kepada Allah swt. dan taat Rasulullah serta kepada ulil amri (pemimpin) yang terpilih. Artinya ketaatan kepada pemimpin itu sangat dibatasi dan boleh dilakukan apabila kepemimpinannya sesuai dengan hukum-hukum Allah dan Rasullullah, sejalan dengan Al-Qur’an dan Hadist. Begitu pun ketikan para umat berlainan pendapat, maka kembalikanlah hal tersebut kepada Allah (Al-Qur’an) dan Rasulullah (hadist).



BAB III
URGENSI KHILAFAH DALAM MEMPERSATUKAN UMAT

A.  Kekhilafahan pada Masa Khulafaur Rasyidin
Pada mulanya islam hadir dibawa oleh seorang Rasul yakni nabi Muhamad saw. Pada saat itu islam hadir sebagai solusi semua permasalahan kehidupan, dan semua permasalahan berada pada satu orang yaitu nabi Muhamad saw. Salah satu permasalahan yang mampu dipecahkan pada masa ini adalah perpecahan umat, yaitu dengan kekuatan islam dan akhlaknya yang luhur Beliau mampu menyatukan dua negara (Aus dan Kharaj) yang mengalami peperangan selama beratus-ratus tahun, bisa disatukan oleh islam yang dalam hal ini kepemimpinan dipimpin oleh Rasulullah.  
Begitu pun setelah Rasulullah wafat, persatuan dan pernyebaran semakin luas. Pada saat itu semua permasalahan digantikan kepemimpinannya oleh para Khulafaur Rasyidin yaitu khalifah-khalifah yang adil dan benar (dapat dipercaya). Mereka adalah Abu Bakar, Umar bin Khattab, Usman bin Affan, dan Ali bin Abu Thalib, merekalah empat khalifah awal dalam sejarah islam yang dapat dijadikan panutan umat dalam kepemimpinannya, karena cara kepemimpinan mereka adalah satu-satunya cara yang benar bagi penggantian kedudukan Rasulullah menurut pandangan kaum muslimin.
Adapun ciri-ciri kepemimpinan pada masa Khulafaur Rasyidin ini adalah sebagai berikut.
1.     Khalifah berdasarkan Pemilihan
Kekhalifahan merupakan masalah yang paling urgen setelah wafatnya Rasulullah, pada masa itu masyarakat islam membutuhkan sosok pemimpin baru, karena tanpa kehadiran seorang pemimpin, wilayah kekuasaan islam  akan mudah hancur/ terpecah belah kembali. Di samping itu kekhawatiran adanya serangan dari bangsa lain membuat stabilitas keamanan umat saat itu terancam. Namun di sisi lain nabi Muhamad saw. di akhir hayatnya tidak meninggalkan wasiat tentang siapa yang akan meneruskan perjuangan menjadi khalifah dan penyebaran agama ke seluruh dunia.
Kejadian si atas direspon oleh kaum Anshor (Aus dan Kharaj) yang hampir memilih pemimpinnya, mereka merasa paling berhak untuk dijadikan pengganti Rasulullah., karena atas jasa mereka umat islam bisa berjaya hingga saat itu, yaitu perannya yang meminta agar Nabi dan kaum Muhajirin datang ke kota Yastrib agar perseteruan antara negara (Aus dan Kharaj) berhenti, sebab apabila peperangan tersebut berlanjut maka kedua suku tersebut akan punah.
Adapun meskipun demikian berdasarkan tradisi wacana saat itu bahwa yang berkualitas memimpin pada masa Rasulullah adalah kaum Quraisy, dengan argumen sabda nabi bahwa kepemimpinan berada di tangan Quraisy. Argumen tersebut selanjutnya diterima oleh kaum Anshor. Selain itu juga Abu Bakar dipercaya khalifah yang sangat tepat untuk dipilih karena Rasulullah pun sering meminta untuk digantikan perannya, misalnya ketika Rasulullah sakit maka Abu Bakar lah yang dipercayakan untuk menggantikan Rasulullah untuk menjadi imam solat. Berdasarkan alasan-alasan tersebut, pada akhirnya secara aklamasi dimajukan oleh Umar untuk memilih khalifah, dan terpilihlah Abu Bakar dan langsung dibaiat oleh pemuka-pemuka sahabat lain termasuk oleh kaum Anshor.
Adapun pada khalifah yang kedua adalah Umar Bin Khattab yang dipilih langsung oleh Abu Bakar melalui wasiat dan dibaiat oleh para rakyatnya. Dalam hal ini penunjukan yang dilakukan disertai dengan musyawarah berupa konsultasi terbatas dengan beberapa sahabat senior.
Selanjutnya, khilafah ketiga adalah Usman bin Affan. Pada saat ini ketika Umar sakit karena di tikam pedang Lu’luah, ditanya tentang kelanjutan khalifah, maka Beliau tidak menunjuk langsung khalifah  berikutnya termasuk kepada putranya ditolak. Malah ia mengajukan 6 orang calon yaitu Ustman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Thalhah, Zubair, Abdur Rahman bin Auf, da Sa’ad  bin Abi Waqosh untuk salah satunya dijadikan khalifah. Adapun ketika Umar bin Khathab wafat, ke empat dari calon tersebut mengundurkan diri hingga akhirnya hanya tinggal Usman dan Ali. Ke empat calon tersebut mengajukan diri menjadi dewan pemilihan umum. Akhirnya mayoritas umat islam memilih Usman bin Affan karena usianya lebih tua dipandang akan lebih bijaksana. Beliau wafat dibunuh ketika sedang membaca Al-Qur’an.
Terakhir dari masa Khulafaur Rasyidin ini kepemimpinannya digantikan oleh Ali bin Abi Thalib yang dipilih secara aklamasi. Dia dibaiat karena kemauan para sahabat yang khawatir terhadap konflik yang sedang terjadi di kalangan umat pada saat itu. Beliau wafat terbunuh pada saat akan melaksanakan sholat. Dengan terbunuhnya Ali maka berakhirlah periode Khulafaur Rasyidin.
Adapun dalam hal ini dapat dikatakan bahwa para Khulafa Rasyidin dan para sahabat Rasulullah saw. memandang khilafah ini sebagai suatu jabatan yang dipilih dan harus diputuskan berdasarkan kerelaan kaum muslimin dan hasil musyawarah antar mereka. Bahkan dalam Bukhori (Almaududi, 1984: 113) menyatakan bahwa “barang siapa membaiat seseorang lainnya tanpa musyawarah dengan kaum muslimin, hendaknya dia jangan diikuti dan jangan diikuti pula orang yang telah dibaiatnya, sebab  keduanya terancam akan dibunuh.” Dari hal tersebut dapat dikatakan bahwa pengangkatan khalifah harus diputuskan berdasarkan kerelaan dan musyawarah umat.
2.     Pemerintahan berdasarkan musyawarah
Dalam hal ini jalannya kekhilafahan dilakukan dengan musyawarah atau dalam istilah bahasa Arab dinamakan syura. Artinya selalu memutuskan suatu perkara yang berkaitan dengan pengaturan pemerintahan atau perundang-undangan ataupun lain-lainnya melalui musyawarah di antara kaum muslimin.
Adapun orang-orang yang dilibatkan dalam musyawarah tersebut, semuanya memiliki hak penuh untuk menguraikan pendapat-pendapat mereka. Adapun Dedi Supriyadi (2008: 72) menyatakan bahwa
Abu Bakar senantiasa memberikan hak dan kesempatan yang sama kepada tokoh-tokoh sahabat untuk ikut membicarakan berbagai masalah sebelum ia mengambil keputusan melalui forum lembaga legislatif. Hal ini mendorng para tokoh dan sahabat, khususnya dan umat Islam umumnya, berpartisipasi aktif melaksanakan berbagai keputusan yang dibuat.
Selain itu juga pemerintahan yang berdasarkan musyawarah dapat dibuktikan dengan kelihaian Umar yang memiliki seni mengambil keputusan bermusyawarah dalam menghadapi permasalahan-permasalahan yang sulit, biasanya dia memanggil para pemuda untuk bermusyawarah (Syafi’ie, 2004: 148).
3.     Amanat Baitul Maal
Seorang khalifah menganggap baitul maal sebagai khazanah negara adalah amanat Allah dan amanat makhluk-Nya, maka ia berkewajiban memberikan hak kepada setiap orang yang berhak dan berkewajiban melakukan apa saja dengannya dengan cara yang benar (Almaududi, 1984: 116).
Dalam hal ini dapat dikatakan  bahwa para khalifah  dan para sahabat nabi Muhamad saw. ini beranggapan bahwa baitul maal adalah amanat Allah dan masyarakat kaum muslimin. Dengan demikian, mereka tidak mengijinkan adanya pemasukan dan pengeluaran yang berlawanan dengan yang ditetapkan oleh syariat, tentu dalam hal ini mereka mengharamkan penggunaan baitul maal oleh penguasa untuk mencapai tujuan-tujuan peribadi. Bahkan dalam sejarahnya Abu Bakar tetap memeras susu kambing untuk menghidupi dirinya dan keluarganya ketika awal kekhilafhannya, namun ketika Umar mengetahui hal tersebut diajaklah ia untuk mengambil sebagian yang mencukupi untuk biaya hidupnya. Namun demikian Abu Bakar berkata (Syafi’ie, 2004: 145)
 “ Aku pernah berkata pada Umar bahwa aku merasa khawatir, adakah aku berhak memperoleh makan dari harta ini. Umar telah memaksaku untuk berbuat demikian. Kini apabila aku meninggal dunia, ambilah bagian hartaku sebanyak delapan ribu dirham dan kembalikan ia ke baitul mal.”
Hal ini tentunya merupakan salah satu teladan khalifah terhadap baitul mal.
Selain itu, baitul mal atau pajak yang terkumpul digunakan bagi yang yang berhak menerimanya dengan cara yang benar, misalnya untuk fakir miskin, anak yatim dan lain-lain.
4. Kosep Pemerintahan
Dalam hal ini, pemerintahan tidak hanya berfungsi menjalankan tatanan negara, menjaga keamanan dan membela batas-batas negeri saja, akan tetapi di samping itu, juga memerankan kewajiban-kewajiban sebagai guru dan pendidik. Pemerintahan hendaknya bertanggung jawab atas pelaksanaan tatanan agama secara benar. Sebagai contoh Umar r.a. (Syafi’ie, 2004: 146) seringkali berkata kepada para petugas yang diutusnya:
“Aku tidak mengangkat kamu sebagai petugas atas umat Muhammad saw. agar kamu dapat berkuasa atas perasaan dan pribadi mereka, tetapi aku mengangkatmu sebagai pejabat atas mereka untuk mendirikan shalat bersama mereka, mengadili dengan benar di antara mereka dan membagi dengan adil untuk mereka.”
Artinya dalam hal ini konsep pemerintahan yang dibangun harus senantiasa mengarah pada pelaksanaan agama secara benar, dimana para pejabat mengajak umat untuk melaksanakan perintah agama.
5.     Kekuasaan Undang-undang
Para Khulafaur Rasyidin tidak pernah menempatkan diri mereka di atas undang-undang. Mereka juga tidak pernah memberikan kekuasaan lebih tinggi dari undang-undang kepada kerabat-kerabatnya, dihadapan undang-undang semuanya dianggap sama baik khalifah, kerabatnya, maupun rakyatnya.
6.     Pemerintahan tanpa Ashabiyah (Fanatisme Kesukuan)
Ashabiyah yaitu fanatisme yang bersifat kesukuan, kebangsaan, atau ketanah airan. Dalam hal ini pemerintahan pada Khulafaur Rasyidin dijauhkan dari sifat tersebut, dan semua manusia diperlakukan sama dan seadil-adilnya tanpa melihat batas-batas negara. Selain itu para khalifah juga tidak mengangkat kerabat dan saudaranya sebagai penguasa rakyat dan tidak juga memberikan perlakuan yang istimewa kepada mereka.
7.     Jiwa Demokrasi
Di antara ciri-ciri sistem kekhalifahan ini ialah terwujudnya kemerdekaan yang sempurna untuk mengkritik dan mengeluarkan pendapat. Dalam hal ini kritikan dan pendapat tidak boleh bertentangan dengan Al-qur’an dan Hadist. Artinya tidak didasari dengan perasaan takut dari seseorang atau pengaruh kelompok.
Selain itu para khalifah juga tidak pernah menutup diri dari rakyat, tapi sebaliknya mereka sering kali duduk bersama orang-orang yang bermusyawarah.

B.  Penyebab Berakhirnya Sistem Kekhilafahan
Berdasarkan pada uraian di atas bahwa kekhilafahan pada masa Khilafaur Rasyidin merupakan awal suksesi kekhilafahan islam. Masa kekhilafahan tersebut berlangsung selama 30 tahun. Adapun ketika berakhirnya masa tersebut digantikan oleh kekhilafahan selanjutnya yaitu oleh kekhilafahan Bani Umayyah, Bani Abasyiah, dan Turki Usmani. 
Pada masa Bani Umayyah, kekhilafahan dipimpin oleh Muawiyyah bin Abu Sufyan, yang merupakan salah satu penentang Ali. Pada saat ini pergantian kekuasaan berlangsung secara turun menurun. Adapun perkembangan kekhilafahan pada masa ini berlangsung sangat pesat, hal ini ditandai dengan semakin meluasnya penyebaran-penyebaran ke berbagai negara. Namun demikian tidak semua umat mendukung kekhilafahan pada masa ini yaitu kaum yang mendukung  Bani Hasyim dan Ali, mereka bersatu hingga akhirnya berhasil meruntuhkan kekhilafahan Umayyah.
Adapun kekhilafahan selanjutnya digantikan oleh Bani Abasyiah yang merupakan keturunan paman nabi Muhamad dan bukan keturunan Ali. Sehingga sejak saat ini perpecahan umat semakin tampak dengan adanya komunitas Syiah dan Sunni.
Kekhilafahan pada masa ini berlangsung selama 3 abad. Perkembangan ilmu pengetahuan dan kebudayaan islam pada saat ini semakin pesat, namun demikian pada abad ke 9 kekuatan khilafah semakin menyusut. Hal ini ditandai dengan orang-orang Turki mulai terpengaruh dan memisahkan diri dari kekhilafahan, akan tetapi meskipun demikian kekhilafahan tetap dijadikan simbol yang menyatukan dunia islam. Adapun selanjutnya kekhilafahan pada masa ini runtuh dan digantikan kekhilafahannya oleh Turki Usmani.
Kekhilafahan Turki Usmani ini berlangsung berabad-abad dan merupakan kekhilafahan terakhir. Jatuhnya kekhilafahan ini bukan karena kekalahan perang, akan tetapi disebabkan karena adanya perseteruan antara kaum nasionalis dan kaum agamis dalam masalah kemunduran ekonomi Turki.
Adapun salah satu munculnya nasionalisme di dunia islam ini diawali dengan terkuasainya Istambul (Turki Usmani) oleh Inggris  yang menciptakan sebuah kevakuman politik dan menutup kantor-kantor dengan paksa sehingga bantuan khalifah dan pemerintahan untuk umat menjadi terhambat. Sementara opini umum menyudutkan bahwa pemerintahan khilafah lebih memihak pada kaum nasionalis. Dalam hal ini mengartikan bahwa kepercayaan umat terhadap khalifah terkikis. Selanjutnya situasi ini dimanfaatkan oleh Mustafa Kemal Pasha yang merupakan salah satu orang antek-antek Yahudi terutama Inggris  yang kemudian membentuk Dewan Perwakilan Nasional yang dipimpin oleh dirinya, dengan demikian ada dua pemerintahan saat itu yaitu pemerintahan khilafah di Istambul dan Dewan Perwakilan Nasional.
Selanjutnya kekuatan Mustafa Kemal Pasha semakin kuat, dan dia mengusulnya untuk memisahkan khilafah dengan pemerintahan. Pada saat ini kekuasaan menjadi dibagi 2, yaitu kekuasaan agama oleh khilafah dan kekuasaan politik oleh oleh pemerintah.
Adapun ketika kekuatan Mustafa Kemal Pasha semakin kuat, dia berambisi untuk membubarkan khilafah. Dia mengumumkan kebijakan untuk mengubah sistem khilafah dengan republik yang dipimpin oleh seorang persiden, akan tetapi hal ini mendapat penolakan. Lalu dengan taktik politiknya Mustafa Kemal Pasha menyebutkan bahwa penentang republik adalah penghianat bangsa. Dan dia menyudutkan bahwa adanya pelanggaran perjanjian yang dilakuakn oleh Abdul Majid (khilafah terakhir) yang masih ditemukan berkecimpung di dunia politik. “Padahal menurut Mustafa Kemal Pasha, salah satu syarat bahwa khilafah dapat terus berkuasa di Turki apabila sudah tidak bermain politik lagi” (Tim Dosen Pendidikan Agama Islam UPI ,2004: 33).
Penyelengaraan sidang di Dewan Perwakilan Nasional pun menjadi saksi bahwa khilafah berakhir. Mustafa Kemal Pasha memecat khalifah sekaligus menghapuskan sistem kekhilafahan dan menghapuskan hukum islam di negaranya. Hal inilah yang kemudian dianggap berakhirya kekhilafahan. Dan khalifah terakhir diusir dari Turki atas kekuasaan Mustafa Kemal Pasha.
Adapun pada saat itu banyak gerakan-gerakan, dan pemberontakan-pemberontakan dalam upaya memunculkan kembali sistem khilafah namun demikian tidak ada satupun yang berhasil, yang ada para khalifah yang mencalonkan diri menjadi di usir dari Turki.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa yang mengakibatkan runtuhnya khilafah islam disebabkan oleh kelicikan Yahudi dengan mengompori Mustafa Kemal Pasha sebagai yang berkuasa di Turki Usmani saat itu untuk menghilangkan kekhilafahan islam.

C.  Dampak dari Berakhirnyanya Sistem Khilafah
Berdasarkan uraian di atas, bahwa kekuatan kekhilafahan sangat berpengaruh terhadap kesatuan umat. Adapun ketika kekuatan kekhilafahannya runtuh atau berakhir, maka pada saat itu umat islam terpecah belah menjadi beberapa negara nasionalis.  
Selain itu juga dampak dari runtuhnya kekhilafahan ini menyebabkan umat islam terpecah belah menjadi berbagai kelompok, atau aliran, atau golongan. Munculnya golongan-golongan yang berbeda tersebut tidak jarang menimbulkan perselisihan-perselisihan, kesalah pahaman. Hal ini terjadi karena setiap golongan memiliki aturan dan prioritas yang berbeda, serta kurangnya komunikasi dan informasi antara golongan yang satu dengan yang lainnya. Sebagaimana firman Allah dalam Q. S. Almu’minun, 23: 53.
(#þqãè©Üs)tGsù OèdtøBr& öNæhuZ÷t/ #\ç/ã ( @ä. ¥>÷Ïm $yJÎ/ öNÍköys9 tbqãm̍sù ÇÎÌÈ  
Artinya: Kemudian mereka (pengikut-pengikut Rasul itu) menjadikan agama mereka terpecah belah menjadi beberapa pecahan. tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada sisi mereka (masing-masing). (Q. S. Almu’minun, 23: 53).
Adapun ketika timbulnya perselisihan, karena kekhilafahan tidak digunakan sehingga tidak jarang perselisihan terus terjadi karena tidak adanya yang menjadi otoritas untuk mendamaikanya (khilafah).
Selain itu, dampak yang muncul ketika berakhirnya sistem khilafah adalah semakin tidak terkendalinya umat. Artinya banyak umat yang dalam menjalani kehidupannya tidak menerapkan syariat-syariat islam, jauh dari dari pedoman hidup yaitu Al-Qur’an dan Hadist.
Saat ini tidak dipungkiri bahwa tidak sedikit umat muslim yang dalam kehidupannya sudah dipenuhi dengan kesamaran, kesesatan dan kemurtadan. Apabila wujudnya golongan-golongan orang Islam tetapi hanya pada nama saja namun aqidah, pemikiran dan cara hidupnya bukan lagi bersumber dan bercorakkan Islam.

D.  Sikap Umat Islam Saat Ini dengan tidak Menggunakan Sistem Kekhilafahan
Berdasarkan uraian di atas bahwa kekhilafahan islam saat ini sudah berakhir atau tidak digunakan lagi. Namun demikian, banyak sekali dampak-dampak yang berpengaruh akibat hal tersebut, baik munculnya berbagai perselisihan, semakin tidak terkendalinya umat atau jauhnya kehidupan umat dengan syariat-syariat islam.
Adapun dalam hal ini, sebagai umat islam kita tidak bisa hanya berdiam diri menyaksikan hal tersebut terus terjadi, dalam hal ini pergerakan umat islam untuk mewujudkan kekhilafahan dan kesatuan umat sangatlah diperlukan. Adapun hal-hal yang dapat dilakukan sebagai umat islam dalam menyikapi hal-hal tersebut di atas, adalah sebagai berikut.
1.     Berjamaah
Berjamaah merupakan salah satu cara untuk memperkuat kesatuan umat dalam upaya mengatasi terpecah belahnya umat saat ini. Adapun perintah berjamaah ini dimaksudkan agar kesatuan umat tetap utuh, dan mampu mencegah timbulnya hal-hal yang akan memecah belah kesatuan umat muslim. Karena tidak dipungkiri bahwa pada masa ini ada oknum-oknum yang menginginkan islam hancur terpecah belah, bahkan sejarah membuktikan bahwa berakhirnya khilafah yang kemudian menimbulkan perpecahan umat ini, disebabkan adanya oknum-oknum tersebut. Sehingga dalam hal ini, kesatuan umat secara berjamaah merupakan sebuah hal mutlak harus ditegakan karena oknum-oknum tersebut tidak akan berhenti selama pengikut nabi Muhamad mengikuti agama mereka, yaitu agama-agama sebelum adanya Nabi yang kemudian oleh mereka ajaran-ajarannya telah banyak  diubah. Hal ini berdasarkan firman Allah Q.S. Al-Baqorah: 120
`s9ur 4ÓyÌös? y7Ytã ߊqåkuŽø9$# Ÿwur 3t»|Á¨Y9$# 4Ó®Lym yìÎ6®Ks? öNåktJ¯=ÏB 3 ö@è% žcÎ) yèd «!$# uqèd 3yçlù;$# 3 ÈûÈõs9ur |M÷èt7¨?$# Nèduä!#uq÷dr& y÷èt/ Ï%©!$# x8uä!%y` z`ÏB ÉOù=Ïèø9$#   $tB y7s9 z`ÏB «!$# `ÏB <cÍ<ur Ÿwur AŽÅÁtR ÇÊËÉÈ  
Artinya: Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah: "Sesungguhnya petunjuk Allah Itulah petunjuk (yang benar)". dan Sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, Maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu. (Q.S. Albaqorah: 120)
Dalam hal ini maka persatuan umat merupakan hal yang harus ditegakan, karena dengan adanya persatuan akan membangun suatu kekuatan untuk menghadapi musuh-musuh islam tersebut.
Adapun hal yang dapat dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut maka umat islam harus bergerak, dalam hal ini antara satu dengan yang lainnya saling mengingatkan akan pentingnya hidup berjamaah. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam Q. S. Ali-Imran: 104.
`ä3tFø9ur öNä3YÏiB ×p¨Bé& tbqããôtƒ n<Î) ÎŽösƒø:$# tbrããBù'tƒur Å$rã÷èpRùQ$$Î/ tböqyg÷Ztƒur Ç`tã ̍s3YßJø9$# 4 y7Í´¯»s9'ré&ur ãNèd šcqßsÎ=øÿßJø9$# ÇÊÉÍÈ  
Artinya: Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar merekalah orang-orang yang beruntung.
Dari ayat tersebut, dapat dipahami pentingnya untuk dakwah atau menyeru atau mengajak umat-umat untuk berbuat kebajikan, menyuruh pada hal-hal baik (ma’ruf) dan mencegah dari yang mungkar. Dengan demikian umat akan senantiasa terpelihara dari perpecahan dan pengaruh dari pihak lain, termasuk pihak-pihak yang memusuhi islam. dalam hal ini penegakan agama secara benar akan memunculkan sikap sepaham umat, dengan demikian akan mampu menghilangkan perselisihan, yang ada adalah terciptanya kesatuan umat secara berjamaah
Selain itu, hidup secara berjamaah ini perlu diyakini oleh setiap orang, dalam hal ini banyak firman Allah yang menyuruh umat harus bersatu dan membenci keterpecahbelahan antar umat.
2.     Mempersatukan Perbedaan dalam sebuah Harmonisasi
Berdasarkan uraian di atas menunjukan bahwa adanya berbagai perbedaan-perbedaan sering kali menimbulkan umat islam menjadi terpecah belah, atau satu sama lain berselisih menganggap dirinya benar dan yang lain salah. Hal tersebut terjadi karena adanya pemahaman yang berbeda dalam memaknai suatu permasalahan, bahkan perbedaan furu atau hal-hal yang sunah pun, tidak jarang mengakibatkan perselisihan antara golongan yang satu dengan yang lainnya. Sebetulnya adanya perbedan tersebut tidak harus menjadi sebuah perselihan dan itu sangat bergantung kepada sikap yang dilakukan untuk menghadapi perbedaan tersebut.
Adapun dalam hal ini perlu dimaknai bahwa perbedaan pada dasarnya merupakan sesuatu yang indah. Keindahan ini akan nampak bergantung pada sikap umat menghadapi perbedaan tersebut. Dalam hal ini umat perlu menyadari bahwa adanya perbedaan ini merupakan sebuah petanda umat islam khususnya para ulama dan atau mujtahid tidak tinggal diam dalam menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapi, dan memang pada dasarnya munculnya perbedaan ini merupakan produk para ulama, dia selalu merespon terhadap permasahan yang terjadi khususnya yang ada di lingkungan masyarakat, memunculkan hukum-hukum yang merupakan pengembangan dari Al-Qur’an dan Hadist. Jadi dengan demikian permasalahan apapun dapat diselesaikan oleh islam melalui ijtihad para ulama. Tidak dipungkiri bahwa dari mulai zamannya Nabi sampai sekarang terus bermunculan masalah, dan tidak semua masalah tumbuh pada zaman nabi Muhamad saw., artinya apabila tidak terjadi pada zaman nabi Muhamad saw. maka masalah itu menjadi belum ada hukumnya, sehingga harus mengambil dari para ulama, dengan demikian ijtihad dari para ulama itu dibutuhkan.
Begitupun pada masa sahabat-sahabatnya Nabi yang merupakan khulafaur rasyidin¸ mereka sering kali berbeda pendapat, akan tetapi mereka merasa bahagia karena, dalam hal ini perbedaan pendapat memberikan dampak yang positif dalam penyebarluasan ilmu fiqih.
Adapun adanya perbedaan ini pada dasarnya sering menimbulkan perselisihan, saling menyalahkan ketika orang lain berbeda. Dalam hal ini apabila yang menyebabkan perbedaan ini adalah terkait masalah-maslah furu atau sunah maka itu boleh terjadi, misalnya kunut dalam solat. Namun demikian apabila menyangkut aqidah dan kewajiban tentu tidak diperbolehkan adanya perbedaan.
Selain itu juga dalam hal ini perlu dimaknai bahwa adanya perbedaan jangan menimbulkan kebencian akan tetapi tetap harus saling mencintai satu sama lain karena pada dasarnya umat muslim itu bersaudara.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa persatuan umat dapat diwujudkan melalui sikap toleransi antara satu dengan yang lainnya, dalam hal ini persatuan yang dimaksud adalah menjadikan perbedaan itu bersatu menjadi sebuah harmonisasi, bukan menghilangkan perbedaan.
3.       Kembali kepada Al-Qur’an dan Hadist
Berdasarkan uraian di atas dapat dikatakan bahwa salah satu dampak dari berakhirnya khekilafahan adalah semakin tidak terkendalinya umat. Dalam hal ini banyak umat yang dalam kehidupannya jauh dari Al-Qur’an dan Hadist. Bahkan tidak sedikit yang menyimpang dari ajaran-ajaran yang seharusnya. Sehingga dalam hal ini kehidupan saat ini harus dikembalikan kepada Al-Qur’an dan Hadist, dalam arti menjadikannya pedoman hidup. Dan pada dasarnya semua permaslahan kehidupan itu disediakan secara lengkap pada Al-Qur’an dan Hadist. Begitupun terkait dengan adanya berbagai perbedaan pendapat. Sesuai dengan firman Allah swt .dalam Q. S An Nisa, 3: 59.
$pkšr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#þqãYtB#uä (#qãèÏÛr& ©!$# (#qãèÏÛr&ur tAqߧ9$# Í<'ré&ur ͐öDF{$# óOä3ZÏB ( bÎ*sù ÷Läêôãt»uZs? Îû &äóÓx« çnrŠãsù n<Î) «!$# ÉAqߧ9$#ur bÎ) ÷LäêYä. tbqãZÏB÷sè? «!$$Î/ ÏQöquø9$#ur ̍ÅzFy$# 4 y7Ï9ºsŒ ׎öyz ß`|¡ômr&ur ¸xƒÍrù's? ÇÎÒÈ  
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri (yang terpilih) di antara kamu. kemudian jika kamu berlainan Pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. (Q. S An Nisa, 3: 59)
Dari ayat tersebut menunjukan bahwa salah satu yang harus dilakukan umat adalah taat kepada Allah swt. dan taat Rasulullah serta kepada ulil amri (pemimpin) yang terpilih. Artinya ketaatan kepada pemimpin itu sangat dibatasi dan boleh dilakukan apabila kepemimpinannya sesuai dengan hukum-hukum Allah dan Rasullullah, sejalan dengan Al-Qur’an dan Hadist. Begitu pun ketikan para umat berlainan pendapat, maka kembalikanlah hal tersebut kepada Allah (Al-Qur’an) dan Rasulullah (hadist).
Adapun pada saat ini tidak semua umat muslim mampu memahami berbagai makna yang terdapat dalam Al-Qur’an dan Hadist tersebut, sehingga diperlukannya para mujtahid-mujtahid atau para ulama yang menafsirkan makna-makna yang terkandung dalam Al-Qur’an dan Hadist tersebut, sehingga dalam menjalani kehidupan yang pada dasarnya tidak luput dari berbagai masalah mampu diatasi secara kaffah.


BAB IV
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Berdasarkan uraian bab sebelumnya penulis dapat mengemukakan kesimpulan sebagai berikut.
1.     Kekhilafahan pada masa Khilafaur Rasyidin merupakan awal kekhilafahan islam. yang dalam perjalanannya, kekhilafahannya patut diteladani karena cara kepemimpinan mereka adalah satu-satunya cara yang benar bagi penggantian kedudukan Rasulullah menurut pandangan kaum muslimin, baik terkait sistem pemilihan khalifah, pemerintahan yang berdasarkan musyawarah, baitul mal, konsep pemerintahan, kekuasaan undang-undang, pemerintahan tanpa kepanatikan kesukuan, dan jiwa demokrasi.
2.     empat khalifah awal dalam sejarah islam yang dapat dijadikan panutan umat dalam kepemimpinannya,
3.     Berakhirnya khilafah ini disebabkan adanya perebutan kekuasaan, adanya pengaruh dari luar muslim dan terpecah belahnya umat.
4.     Berakhirnya kekhilafahan ini berdampak pada perpecahan umat islam menjadi beberapa negara nasionalis bahkan terbagi lagi menjadi beberapa golongan. Selain itu, berakhirnya khilafah juga berdampak pada semakin tidak terkendalinya umat, dalam hal ini tidak sedikit umat islam yang dalam kehidupannya jauh dari syariat islam.
5.     Adapun sikap yang harus dimiliki umat saat ini dengan tidak menggunakannya sistem khilafah diantaranya berjamaah, mempersatukan perbedaan dalam sebuah harmonisasi dan kembali kepada Al-quran dan Hadist.
B.    Saran
Berdaskan kesimpulan di atas penulis merumuskan saran sebagai berikut.
1.     Sebagai umat muslim saat ini kita harus berjamaah dan senantiasa saling mengingatkan tentang hal-hal yang harus dilakukan (ma’ruf) dan hal-hal yang tidak boleh dilakukan (mungkar).
2.     Mempersatuakan perbedaan dalam sebuah harmonisasi artinya memandang bahwa perdebaan itu adalah sesuatu hal yang harus disikapi dengan penuh toleransi, dalam hal ini umat senantiasa bersatu dalam perbedaan tersebut bukan menghilangkan perbedaan.
3.     Selain itu umat juga dalam kehidupannya harus berpegang teguh pada kepada Allah (Al-Qur’an) dan Rasulullah (hadist), karena sekuat apapun manusia, ia hanyalah debu apabila dalam hidupnya tidak ada nama Allah dan Rasulallah.




Daftar Pustaka

Abdulrahim, Muhammad Imaduddin. (2002). Islam Sistem Nilai Terpadu. Gema Insani Press: Jakarta.
Departemen  Agama RI. (1990). Alquran dan Tafsirnya. Tim Tashih DEPAG Dana Bhati Wakaf: Yogyakarta.
Supriyadi, Dedi. (2008). Sejarah Peradaban Islam. Pustaka Setia: Bandung.
Syafi’ie, Inu Kencana. (2004). Ilmu Pemerintahan dan Alquran. Bumi Aksara: Jakarta
Tim Dosen Pendidikan Agama Islam UPI. (2004). Islam dan Pencerahan Intelektualiatas.Value Press: Bandung.
Yatim, Badri. (2008). Sejarah Peradaban Islam. Raja Gravindo Persada: Jakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar