Laman

Senin, 20 Januari 2014

PROBLEMATIKA GENDER DALAM PERNIKAHAN MENURUT ISLAM

PROBLEMATIKA GENDER DALAM PERNIKAHAN MENURUT ISLAM

MAKALAH

diajukan untuk memenuhi salah satu tugas
Mata Kuliah Seminar Pendidikan Agama Islam

Dosen
DRA,. Hj. Titing Rohayati, , M.Pd.



disusun oleh :
Afsah Sa’diah                        (1102453)
                                                Risa Nur Afifah                      (1105334)
                                                Dwi Pujalitya                          (1104667)



5B PGPAUD


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU PENDIDIKAN ANAK USIA DINI
KAMPUS CIBIRU
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
BANDUNG
2013

KATA PENGANTAR


Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah swt. atas ridho-Nya penulis mampu menyelesaikan makalah yang berjudul “ Problematika Gender Dalam Pernikahan Menurut Islam ”. Makalah ini bertujuan untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Dasar Umum Seminar Pendidikan Agama Islam.
Problematika gender dalam islam merupakan masalah kesetaraan wanita dan laki-laki dalam menjalankan hak dan kewajibannya dalam islam. Kajian ini sangat luas cakupannya diantaranya masalah wanita karier, wanita sebagai khalifah, dlln. Ditinjau dalam sudut pandang perempuan karena wanita sangat dimuliakan sehingga banyak permasalahan hak dan kewajiban yang tidak diperuntukan kepadanya akan tetapi dilanggar dan menjadi problematika.
Penulis berterima kasih kepada pihak yang telah membantu pembuatan makalah diantaranya :
1.   DRA,. Hj., Titing Rohayati, M.Pd.,  selaku dosen mata kuliah Seminar Pendidikan Agama Islam yang telah membantu penulis  menyusun makalah in ;
2.   Rekan - rekan kelas yang telah bersedia untuk melakukan diskusi dengan penulis;
3.   Pihak pihak yang tidak bisa disebutkan satu per satu .
Dalam penulisan makalah ini penulis menyadari bahwa masih terdapat kekurangan baik dalam penulisan maupun dalam isi makalah. Maka, saran dan kritik dari pembaca sangat penulis harapkan demi kesempurnaan di masa yang akan datang. Akhir kata, penulis berharap makalah ini dapat memberikan manfaat, umumnya bagi para pembaca dan khususnya bagi penulis. Amin.
Bandung, 12 September 2013


Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ....................................................................................................... i
DAFTAR ISI....................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
A.     Latar Belakang...................................................................................................... 1
B.     Rumusan Masalah................................................................................................. 2
C.     Tujuan Penulisan Makalah .................................................................................. 3
D.     Manfaat Penulisan Makalah................................................................................. 3
E.      Metode Penulisan Makalah.................................................................................. 3
F.      Sistematika Penulisan Makalah........................................................................... 3
BAB II KAJIAN TEORI
A.    Pengertian Gender Menurut Pandangan Islam........................................................ 5
B.    Persamaan dan perbedaan Hak dan Kewajiban antara laki-laki dan perempuan dalam pernikahan................................................................................................................ 9
C.    Hukum wanita bekerja di luar rumah dalam pandangan islam ............................. 12
D.    Tanggung jawab orang tua dalam mendidik anak................................................... 13
BAB III PEMBAHASAN
A.    Persamaan dan perbedaan Hak dan kewajiban antara laki-laki dan perempuan dalam pernikahan................................................................................................................ 15
B.    Hukum wanita berkerja di luar rumah dalam pandangan Islam............................. 18
C.    Tanggung jawab orang tua dalam mendidik anak................................................... 29
BAB IV PENUTUP
A.    Kesimpulan.......................................................................................................... 31
B.    Saran.................................................................................................................... 33
DAFTAR PUSTAKA



BAB I
PENDAHULUAN

A.        Latar Belakang
Sejarah mengatakan bahwa kaum yahudi memandang perempuan sebagai laknat yang wajib dijauhi dan tidak dipercaya untuk menjaga rahasia dan tugas tertentu. Ketika ajaran islam pun muncul seolah-olah nilai dan kehormatan pada perempuanpun dikembalikan.  Semua permasalahan pun dapat terselesaikan, akan tetapi muncul kembali problematika dalam pola hubungan perempuan dan laki-laki dalam kehidupan keluarga. Berpandangan perempuan berkedudukan dibawah laki-laki dan wanita itu lemah. Islam mengatur kehidupan manusia dalam segala aspek bidang kehidupann baik itu kehidupan diri sendiri, keluarga, masyarakat maupun negara.Telah dijelaskan didalam (QS.an-Nisa (4); 124 ) mengenai persamaan laki-laki dan wanita.

“Barangsiapa yang mengerjakan amal-amal saleh, baik laki-laki maupun wanita sedang ia orang yang beriman, maka mereka itu masuk ke dalam surga dan mereka tidak dianiaya walau sedikitpun.”( QS. An – Nisa (4):124).
Dari ayat diatas, mengutarakan bahwasanya persamaan laki-laki dan perempuan memang diciptakan sama. Sama mahluk ciptaan Allah yang akan mempertanggung jawabkan perbuatannya di yaumul Hisab. Namun juga ada perbedaannya terletak pada kodrarat, pisiologis, fisik dan peran. Dari problematika tersebut muncul arti kata gender dan pahami terlebih dahulu pengertian gender. Gender merupakan hal yang non kodrat dimana dapat

diraih oleh laki-laki dan perempuan dan genderpun dapat berubah dari waktu ke waktu. Seperti halnya propesi guru, pedagang, dokter. Sedangkan mengandung, melahirkan, menyusui adalah kodrat perempuan dan itu merupakan jenis kelamin. Kodrat laki-laki adalah melindungi perempuan dan menfakahi perempuan jika sudah menikah. Intinya jenis kelamin adalah laki-laki dan perempuan dan bersipat kodrat yang diberi Sang Pencipta. membereskan pekerjaan rumah, memandikan anak, mengurus anak itu bukan kodrat perempuan melainkan gender karena bisa dilakukan oleh laki-laki dan perempuan.
Emansipasi dalam kehidupan manusia menurut pandangan islam adalah suatu wajar dan harus terjadi, agar berkembangnya budaya dan pola kehidupan manusia di alam semesta ini, karena manusia diciptakan oleh Allah SWT, dipermukaan bumi ini mempunyai hak dan kemerdekaan yang sama seperti halnya, perempuan yang telah menikah bekerja di luar rumah menurut pandangan islam hal tersebut  boleh dilakukann sejauh hal-hal mudarat dijauhi seperti halnya tugasnya sebagai ibu mengurus anak dan suami telah beres, pakaian yang menutup aurat, berperilaku baik, dan tidak berada di atas laki-laki (suami) meskipun penghasilan wanita lebih besar, menjaga kehormatannya. Dan apabila seorang istri bekerja di luar rumah dan menyimpang dari aturan-aturan islam makan pekerjaan perempuan di luar rumah pun tidak boleh.
Walaupun Sering kita singgung dengan persamaan dan emansipasi, dan kitapun tidak mau dengar kalau memang ada letak perbedaan dalam hal tersebut misalnya dalam kudrat wanita dan laki-laki, laki-laki adalah pemimpin perempuan, laki-laki perperan melindungi wanita tapi bukan besifat superior. Perbedaan laki-laki dan wanita akan tertera dalam hak dan kewajiban dari padanya.
B.        Rumusan Penulisan Masalah
Adapun rumusan masalah yang akan kami anggkat dari latar belakang diatas adalah
1.       Apakah Persamaan dan perbedaan Hak dan kewajiban antara laki-laki dan perempuan dalam pernikahan ?
2.       Bagaimana hukum wanita berkerja di luar rumah dalam pandangan Islam?
3.       Bagaimana peranan seorang wanita dan laki-laki dalam pernikahan menurut pandangan Islam?
C.        Tujuan Penulisan Makalah
1.         Persamaan dan perbedaan Hak dan kewajiban antara laki-laki dan perempuan dalam pernikahan.
2.         Hukum wanita berkerja di luar rumah dalam pandangan Islam.
3.         Tanggung jawab seorang wanita dan laki-laki dalam pernikahan menurut pandangan Islam.
D.        Manfaat Penulisan Makalah
Makalah yang kami buat diharapkan dapat memberi manfaat baik dari segi prosedur penulisan ataupun isi makalah ini, manfaat bagi :
1.         Penulis, dapat menambah pengetahuan khususnya mempelajari tentang Problematika gender dalam islam.
2.         Pembaca, dapat dijadikan inspirasi dari makalah penulis untuk bahan penambah pengetahuan
E.        Metode Penulisan Makalah
Metode penulisan makalah ini dengan menguraikan isi kajian dengan menggunakan teknik pengumpulan data yang berbasis studi pustaka dan menganalisis dengan keadaan yang nyata atau sebenarnya.
F.         Sistematika Penulisan Makalah
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
G.        Latar belakang
H.        Rumusan masalah
I.          Tujuan penulisan makalah
J.          Manfaat penulisan makalah
K.        Metode penulisan makalah
L.        Sistematika penulisan makalah
BAB II KAJIAN TEORI
A.        Persamaan dan perbedaan hak dan kewajiban antara laki-laki dan perempuan dalam pernikahan.
B.        Hukum wanita berkerja di luar rumah dalam pandangan islam.
C.        Tanggung jawab seorang wanita dan laki-laki dalam pernikahan menurut pandangan islam.
BAB III PEMBAHASAN
A.        Persamaan dan perbedaan Hak dan kewajiban antara laki-laki dan perempuan dalam pernikahan.
B.        Hukum wanita berkerja di luar rumah dalam pandangan Islam.
C.        Tanggung jawab seorang wanita dan laki-laki dalam pernikahan menurut pandangan Islam.
BAB IV PENUTUP
C.        Kesimpulan
D.        Saran
DAFTAR PUSTAKA

















BAB II
KAJIAN TEORI
A.        Pengertian Gender Menurut Pandangan Islam
Pengertian Gender tentunya berbeda dengan pengertian jenis kelamin ataw sexs. Jenis kelamin itu perempuan dan laki-laki bergitu juga dengan kodrat yang dimilikinya laki-laki melindungi istrinya, menafkahi istri dan keluarganya, dsb. Sedangkan kodrat perempuan adalah hamil, melahirkan dan menyusui. Dan dapat diperjelas menurut penjelasan para ahli. Menurut Santrock (2003: 365)
Mengemukakan bahwa istilah  gender  dan seks memiliki perbedaan dari segi dimensi. Isilah seks (jenis kelamin) mengacu pada dimensi biologis seorang laki-laki dan perempuan, sedangkan gender mengacu pada dimensi sosial-budaya seorang laki-laki dan perempuan

Bahwasanya menurut pengertian tersebut gander dan jenis kelamin itu berbeda, Gender dapat berubah dari masa kemasa sedangkan jenis kelamin tidak bisa karena itu merupakan ketetapan yang telah di gariskan oleh-Nya. Sipat dari gender lebih sifat budaya dan sosial misalnya dalam hal pekerjaan sifat perempuan memang lemah lembut, sabar, penyayang, emosional, keibuan. Sedangkan laki-laki kuat, rasional, perkasa. Akan tetapi ada juga wanita memiliki sifat kuat, keibuan lembut, dan laki-laki juga ada yang emosional, kuat, dan perkasa. Hal tersebut yang dinamakan gander dikarnakan dapat berubah masa ke masa, tempat yang berbeda dan kelas dan kelas lainnya. Untuk lebih jelasnya dapat dibedekan seperti di berikut ini.
Perbedaan Gender dan Seks

Gender
Seks (Jenis Kelamin)
§  Bisa Berubah
§   Tidak bisa berubah
§  Dapat dipertukarkan
§   Tidak dapat dipertukarkan
§  Tergantung musim
§   Berlaku sepanjang masa
§  Tergantung budaya masing-masing
§   Berlaku dimana saja

§    Bukan kodrat (buatan masyarakat)
§    Kodrat (ciptaan Tuhan)
Sumber : Konsep dan Teori Gender 2009: 7
Dalam perspektif Islam, semua yang diciptakan Allah SWT berdasarkan kudratnya masing-masing.
Artinya : “Sesungguhnya segala sesuatu Kami ciptakan dengan qadar” (QS. Al-Qamar: 49).
Para pemikir Islam mengartikan qadar di sini dengan ukuran-ukuran, sifat-sifat yang ditetapkan Allah SWT bagi segala sesuatu, dan itu dinamakan kudrat. Dengan demikian, laki-laki dan perempuan sebagai individu dan jenis kelamin memiliki kudratnya masing-masing. Syeikh Mahmud Syaltut mengatakan bahwa tabiat kemanusiaan antara laki-laki dan perempuan berbeda, namun dapat dipastikan bahwa Allah SWT lebih menganugerahkan potensi dan kemampuan kepada perempuan sebagaimana telah menganugerahkannya kepada laki-laki. Ayat Al-Quran yang populer dijadikan rujukan dalam pembicaraan tentang asal kejadian perempuan adalah firman Allah dalam QS. An-Nisa’ ayat 1 :
        
Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya[263] Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain[264], dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.”(QS An-Nisa:1)
Yang dimaksud dengan nafs di sini menurut mayoritas ulama tafsir adalah Adam dan pasangannya adalah istrinya yaitu Siti Hawa. Pandangan ini kemudian telah melahirkan pandangan negatif kepada perempuan dengan menyatakan bahwa perempuan adalah bagian laki-laki. Tanpa laki-laki perempuan tidak ada, dan bahkan tidak sedikit di antara mereka berpendapat bahwa perempuan (Hawa) diciptakan dari tulang rusuk Adam. Kitab-kitab tafsir terdahulu hampir bersepakat mengartikan demikian.
Kalaupun pandangan di atas diterima yang mana asal kejadian Hawa dari rusuk Adam, maka harus diakui bahwa ini hanya terbatas pada Hawa saja, karena anak cucu mereka baik laki-laki maupun perempuan berasal dari perpaduan perma dan ovum. Allah menegaskan hal ini dalam QS. Ali Imran: 195
Maka Tuhan mereka memperkenankan permohonannya (dengan berfirman): "Sesungguhnya Aku tidak menyia-nyiakan amal orang-orang yang beramal di antara kamu, baik laki-laki atau perempuan, (karena) sebagian kamu adalah turunan dari sebagian yang lain. Maka orang-orang yang berhijrah, yang diusir dari kampung halamannya, yang disakiti pada jalan-Ku, yang berperang dan yang dibunuh, Pastilah akan Ku-hapuskan kesalahan-kesalahan mereka dan Pastilah Aku masukkan mereka ke dalam surga yang mengalir sungai-sungai di bawahnya, sebagai pahala di sisi Allah. dan Allah pada sisi-Nya pahala yang baik."
Dalam Al-Qur’an ada beberapa isu kontroversi yang berkaitan dengan konsep relasi gender, antara lain asal-usul penciptaan perempuan, konsep kewarisan, persaksian, poligami, hak-hak reproduksi, talak perempuan serta peran perempuan dalam publik. Secara sepintas, teks-teks tersebut mengesankan adanya bentuk ketidakadilan bagi kaum perempuan. Akan tetapi, jika disimak lebih mendalam dengan menggunakan metode penafsiran yang tepat dan dengan memperhatikan asbab an-nuzul, maka dapat dipahami bahwa ayat-ayat tersebut merupakan suatu proses dalam mewujudkan keadilan dan kesetaraan secara konstruktif di dalam masyarakat. Masih dalam penafsiran surat an-Nisa,4:34, bila dikaji lebih jauh lagi, idealnya dalam suatu komunitas, supaya terjadi keseimbangan dan stabilisasi pastilah ada seorang pemimpin yang bertanggung jawab untuk kelangsungan komunitas tersebut.
Dalam konteks ayat, komunitas tersebut adalah sebuah keluarga, yang mana laki-laki di tempatkan sebagai pemimpinnya. Seorang pemimpin tidak menunjuk kepada superioritas, melainkan memberi perlindungan untuk menciptakan kemaslahatan. Kata fadhala dalam ayat tersebut berarti kelebihan. Kelebihan yang dimiliki oleh laki-laki bukan pula menunjuk kepada superioritas laki-laki, mengingat kata ba’dlukum ‘ala ba’din, ’sebagian’ laki-laki mempunyai kelebihan di banding dengan ‘sebagian’ perempuan. Tidak menutup kemungkinan bahwa sebagian perempuan memiliki kelebihan di banding sebagian laki-laki. Sebenarnya tanggung jawab utama seorang perempuan adalah melahirkan anak. Ini menjadi sangat penting karena eksistensi manusia bergantung kepadanaya. Maka tanggung jawab laki-laki dalam keluarga maupun dam masyarakat. Disinilah laki-laki sebagai qawam menyediakan segala sesuatu yang dibutuhkan oleh seorang perempuan dalam menunaikan kewajibannya secara nyaman terutama perlindungan fisik dan nafkah materi.
Al-Qur’an dengan sangat jelas menyebutkan bahwa tidak ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan kecuali ketaqwannya. Surat al-Hujurat (49):13 yang
artinya “ Hai manusia, kami telah menciptakan kamu dari laki-laki dan perempuan, dan Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia diantara kamu disisi Allah adalah yang paling taqwa diantara kamu”..
B.        Persamaan dan perbedaan Hak dan kewajiban antara laki-laki dan perempuan dalam pernikahan.
Kewajiban laki-laki terhadap hak perempuan
1.           Memimpin istri dan anak-anaknya. Dalam an-Nisa(4):34
“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka). Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar.”
Tugas pemimpin rumah tangga menyangkut segala aspek kehidupan keluarga. Seperti layaknya pemimpin laki-laki wajib, melindungi, mendidik, mengawasi dan mengajari hal-hal yang tidak diketahui istri atau anak-anaknya, terutama dalam masalah agama.
2.           Nafkah, seorang laki-laki yang telah menikah tentu memiliki kewajiban untuk menafkasi istrinya, seperti diterangkan dalam Q.S Al-Baqarah:233
“Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara ma'ruf. Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan seorang ayah karena anaknya, dan warispun berkewajiban demikian. Apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, maka tidak ada dosa atas keduanya. Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. Bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.”
3.           Mahar adalah apabila akad perkawinan telah terlaksana, suami diwajibkan memberikan suatu pemberian kepada istrinya. Dasar hukumnya adalah firman Allah QS. An-Nisa(4):4
“Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan. Kemudian jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari maskawin itu dengan senang hati, maka makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai makanan) yang sedap lagi baik akibatnya.”
4.           Bergaul dengan Istrinya dengan cara baik. Dalam QS. An-Nisa(4):19
“Hai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu mempusakai wanita dengan jalan paksa[4] dan janganlah kamu menyusahkan mereka Karena hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang Telah kamu berikan kepadanya, terkecuali bila mereka melakukan pekerjaan keji yang nyata[5]. dan bergaullah dengan mereka secara patut. Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) Karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.”
C.    Hukum Wanita Berkerja Di Luar Rumah Dalam Pandangan Islam.
Hukum wanita berkerja di luar rumah.
Wanita dalam kacamata islam berhak berkerja di semua bidang yang legal. Wanita berhak berkerja di sawah, di pabrik, ditempat perdagangan, dan di segala bidang umum. Wanita berhak menikmati usahanya begitujuga laki-laki. Laki-laki tidak berhak untuk menguasai atas apa yang dimiliki oleh wanita tertera dalam (QS.an-Nisa:32)
Artinya :” Bagi orang laki-laki ada bagian dari apa yang mereka usahakan, dan bagi wanita pun ada bagian dari pada apa yang mereka usahakandan bagi para wanita (pun) ada bahagian dari apa yang mereka usahakan, dan mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (QS. an-Nisa:32).
Bagi wanita dan laki-laki memiliki hak sepenuhnya mengenai apa yang dimilikinya. Dari apa yang telah ia usahakazn. Mustahil bagi wanita meminta upah atas pekerjaannya di rumah, karena adanya kultur yang mengingkari dan kedua adalah tidak praktekan karena tekannan ekonomi saja.
D.        Tanggung Jawab Orang Tua Dalam Mendidik Anak.
Anak merupakan bagian yang tak terpisahkan dari ibunya. Anak merupakan darah daging kedua orang tuanya. Anak mempunyai hak-hak yang merupakan kewajiban orang tuanya, terutama ibunya, untuk menunaikan hak-hak tersebut. Ibu memang dikenal sebagai sosok yang dekat dengan anaknya. Mulai dari mengandung, melahirkan, menyusui, membesarkan, mengasuh, mendidik anak semuanya tak lepas dari peran seorang ibu. Namun apakah dengan begitu tugas-tugas pengasuhan dan pendidikan anak dibebankan hanya pada seorang ibu? Bagaimana dengan seorang ayah? apakah seorang ayah hanya berfungsi sebagai penguat ekonomi, penyokong dana, penyedia fasilitas sebagai kehidupan rumah tangga, dapat dijadikan dalih untuk menyerahkan seluruh tanggungjawab pendidikan pada anak sang ibu?
Di dalam mendidik anak seolah ada pembagian tugas antara ayah dan ibu. Ayah mencari nafkah sehingga waktunya ia habiskan di luar rumah, sedangkan ibu tugasnya mengurus segala kepentingan rumah tangga termasuk di dalamnya adalah mengurus anak. Bila kondisinya seperti itu, ayah lebih sibuk di luar rumah dan ibu di asumsikan punya banyak waktu di dalam rumah, lantas bagaimana dengan tanggung jawab pendidikan anak? Menjadi kewajiban ibukah? Ayahkan? Atau keduanya? Berbicara mengenai pendidikan anak di dalam islam dan siapa yang harus memikul tanggung jawab itu, pada dasarnya tidak ada perbedaan di antara ayah dan ibu. Sama-sama berkewajiban untuk mendidik anak. Saat kita mengacu pada teks-teks al-qur’an kita akan menemukan beragam kisah yang menceritakan bagaimana para ayah, dalam hal ini nabi dan orang-orang shalih mendidik anaknya. Contoh yang paling dikenal adalah kisah Luqman, seorang ayah, laki-laki yang shalih yang memberi pesan tauhid kepada anaknya. Hal ini tercatat dalam Q.S. Luqman : 13
http://quran.com/images/ayat/31_13.png
“Wahai anakku janganlah engkau mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan Allah adalah benar-benar kezaliman yang besar”.
Selain dari kisah tersebut kitapun bisa mengetahui bagaimana kisah nabi Ibrahim mendidik anaknya yakni nabi Ismail. Masih ingatkah kisah nabi Ibrahim yang mendapatkan perintah dari Allah untuk menyembelih Ismail, kemudian Ismailpun mentaati perintah tersebut. Juga terangkum dalam sejarah  bahwa Nabi Muhammad yang mengajarkan anak-anaknya terutama Fatimah, kecintaannya pada Allah dan mendidiknya hingga tumbuh menjadi pribadi yang kuat, cerdas dan sederhana.



BAB III
PEMBAHASAN

Islam dilahirkan oleh Allah SWT, hanya dialah yang maha mengetahui apa yang telah diciptakannya. Baik atau pun buruk bagi kehidupan hambanya sehingga munculah suatu aturan hidup untuk manusia diamana aturan tersebut bisa mengantarkan pada kehidupan yang baik, maju, bahagya dunia dan akhirat. Allah Ta’ala berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اسْتَجِيبُوا لِلَّهِ وَلِلرَّسُولِ إِذَا دَعَاكُمْ لِمَا يُحْيِيكُمْ
Wahai orang-orang yang beriman! Penuhilah seruan Allah dan Rosul apabila dia menyerumu kepada sesuatu (ajaran) yang memberi kehidupan kepadamu“. (QS. Al-Anfal: 24).
Oleh karena itulah, Allah menurunkan syariat-Nya, dan mengharuskan manusia untuk menerapkannya dalam kehidupan, tidak lain agar kehidupan mereka menjadi lebih baik, lebih maju, lebih mulia, dan lebih bahagia di dunia dan di akhirat. Begitupun islam mengatur Persamaan dan perbedaan kedudukan wanita dan laki-laki memang sama diamata Allah sama takwanya menyembah Allah, Namun adanya perbedaan dalam kedudukan wanita dan laki-laki dalam hak dan kewajibannya dalam hukum islam. Terutama dalam kehidupan berumah tangga.
B.        Persamaan dan perbedaan Hak dan kewajiban antara laki-laki dan perempuan dalam pernikahan.
Di dalam kehidupan berumah tangga pasti terdapat persamaan dan perbedaan mengenai hak dan kewajiban antara suami dan istri.
Persamaan hak dan kewajiban antara suami dan istri.
1.           Pada pasal 30 dalam Undang-Undang Perkawinan dijelaskan bahwa suami istri merupakan suatu pondasi yang kukuh dalam membangun rumah tangga yang nantinya akan menjadi bagian dari masyarakat.
Pada pasal 31 ayat (2) masing-masing pihak berhak melakukan perbuatan hukum maksudnya melakukan perbuatan hukum apabila keduanya sudah
2.         sama-sama tidak memiliki kecocokan.(3) pada ayat ini menerangkan kedudukan masing-masing dalam suatu rumah tangga.
3.         Pasal 32, bahwa dalam berumah tangga tentunya harus memiliki tempat kediaman yang layak untuk ditempati oleh anak istri kelak, ini bukan hanya tanggung jawab suami saja namun juga tanggung jawab bersama karena bagaimana pun suami-istri merupakan sebuah keluarga.
4.         Pasal 33, sebuah keluarga akan kokoh jika berpondasikan rasa cinta, Kasih sayang, saling mengormati serta saling membantu lahir batin satu sama lain. Jika dalam rumah tangga telah memiliki hal-hal indah seperti ini InsyALLAH rumah tangga yang dibangun meskipun masih berusia muda akan terhindar dari kesirikan orang.
5.         Pasal 34, jika dalam suatu rumah tangga sudah tidak memiliki rasa kepedulian, rasa percaya, kehilangan hak, melalaikan kewajibannya masing-masing, hal ini dibolehkan bagi pihak mana saja untuk melaporkan ke pengadilan, karena keadaan seperti inisudah tidak bisa di pertahankan.
Sungguh tidak pernah disangka islam telah mengatur sebuah pernikahan sampai sedetail-detailnya dan semuanya adil tidak ada yang diberatkan satu pihak pun. Setelah kita membahas mengenai persamaan hak dan kewajiban antara laki-laki dan perempuan, sekarang kita bahas mengenai kewajiban suami terhadap hak istri.
Kewajiban suami terhadap hak istri
1.         Memimpin istri dan anak-anaknya. Dalam an-Nisa:34 telah dijelaskan bahwa suami merupakan pemimpin bagi istri dan anak-anaknya karena Allah telah memberikan kelebihan kepada suami untuk siap mejadi seorang pemimpin bagi istri dan anak-anaknya. Terutama dalam bidang agama suami harus siap membawa istri dan anak-anak berada di jalan Allah.
2.         Nafkah, dalam Q.S Al-Baqarah: 233, telah sangat jelas dijelaskan bahwa kewajiban suami merupakan menafkahi istri dan anaknya karena kedudukan suami dalam keluarga merupakan kepala keluarga yang harus siap melindungi, menyayangi, dan menafkahi keluarga.
3.         Mahar, dalam  Q.S An-Nisa: 4 mahar yang diberikan kepada wanita sebagai pemberian dengan penuh kerelaan.yang dimaksudkan pemberian itu merupakan maskawin yang telah mendapat kesepakatan kedua pihak, karena pemberian itu harus dilakukan dengan ikhlas. Maskawin itu bukan cara untuk menilai atau membayar wanita melainkan sebagai bukti bahwa calon suami sebenarnya cinta kepada istrinya. Mahar merupakan hak oleh karena itu tidak ada seorangpun yang boleh menghalang-halangi istri mempergunakan mahar tersebut.
4.          Bergaul dengan Istrinya dengan cara baik. Dalam QS. An-Nisa:19, bergaul disini bisa dikatakkan bahwa suami awajib bersenggama dengan istrinya seperti QS. Al-Baqarah:233 yang artinya: “Istri-istrimu adalah seperti tanah tempat kamu bercocok tanam,maka datangilah tempat bercocok tanammu itu bagaimana saja kamu kehendaki..”. kemudian bergaul bisa dikatakan bahwa suami wajib menjaga dan memelihara istrinya. Seperti pada QS. At-Tahrim:6 yang artinya “hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka..”
5.         Pasal 34, Suami wajib melindungi istrinya dan memberikan segala sesuatu keperluan hidup berumah tangga sesuai dengan kemampuannya. Suami merupakan kepala keluarga dan bertanggung jawab penuh atas keselamatan istrinya serta dalam kehidupan berumah tangga suamiwajib pula memenuhi keperluan hidup rudah tangga yang tentunya dengan sekemampuannya.
Melihat begitu beratnya kewajiban yang dipikul oleh suami kepada istri membuat kita seharusnya  berpikir ulang jika ingin membangkang akan perintah suami karena tidak hanya dosa yang kita dapatnya tapi juga rasa kecewa dari suamiyang kita juga dapatkan. Sekarang kita beralih kepembahsan mengenai kewajiban istri terhadap hak suami
1.         Pasal 34, istri wajib mengatur urusan rumah tangga sebaik-baiknya. Dalam hal ini sudah menjadi kodrati sebagai seorang istri untuk mengurusi urusan rumah tangga mulai dari terkecil sampai menuju hal terbesar.
2.         Istri menutup aurat (QS.An-Nur:31) yang menjelaskan bahwa seorang istri harus bisa menjaga pandangan dan tidak mencoba memamerkan perhiasan, jika ingin melakukan hal itu lakukanlah kepada muhrimnya dan berkerudung untuk menutupi aurat.
3.         Taat dan patuh (QS. An-Nisa:34) yang menjelaskan mengenai ketaatan, taat dan patuh istri kepada suami bukan rasa taat dan patuh seperti buruh ke majikannya melainkan rasa taat dan patuh yang dilandasi akan rasa cinta kasih sehingga timbullah rasa sayang kembali yang dikeluarkan oleh sang suami.
B.        Hukum Wanita Berkerja Di Luar Rumah Dalam Pandangan Islam.
Kodrat wanita sebenarnya mengurusi urusan rumah, suami dan keluarganya. Islam menjadikan lelaki sebagai kepala keluarga, di pundaknya lah tanggung jawab utama lahir batin keluarga. Islam juga sangat proporsional dalam membagi tugas rumah tangga, kepala keluarga diberikan tugas utama untuk menyelesaikan segala urusan di luar rumah, sedang sang ibu memiliki tugas utama yang mulia, yakni mengurusi segala urusan dalam rumah.
Norma-norma ini terkandung dalam firman-Nya:
الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ بِمَا فَضَّلَ اللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَىٰ بَعْضٍ وَبِمَا أَنْفَقُوا مِنْ أَمْوَالِهِمْ
Para lelaki (suami) itu pemimpin bagi para wanita (istri), karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (yang lelaki) atas sebagian yang lain (wanita), dan karena mereka (yang lelaki) telah memberikan nafkah dari harta mereka” (QS. An-Nisa: 34).
Ahli Tafsir ternama Imam Ibnu Katsir menafsirkan ayat ini dengan perkataannya: “Maksudnya, hendaklah kalian (para istri) menetapi rumah kalian, dan janganlah keluar kecuali ada kebutuhan. Termasuk diantara kebutuhan yang syar’i adalah keluar rumah untuk shalat di masjid dengan memenuhi syarat-syaratnya” (Tafsir Ibnu Katsir, 6/409).
Inilah keluarga yang ideal dalam Islam, kepala keluarga sebagai penanggung jawab utama urusan luar rumah, dan ibu sebagai penanggung jawab utama urusan dalam rumah. Seorang suami menjadi pemimpin dikarnakan dalam suatu kelompok harus ada yang memimpin dan dari kudrat laki-laki memiliki karakteristik yang tangguh, rasional, kuat,dsb. Maka dari itu laki-laki dijadikan sebagai kepala rumah tangga atau pemimpin. Sungguh, jika aturan ini benar-benar kita terapkan, dan kita saling memahami tugas masing-masing, niscaya terbangun tatanan masyarakat yang maju dan berimbang dalam bidang moral dan materialnya, tercapai ketentraman lahir batinnya, dan juga teraih kebahagiaan dunia akhiratnya.
Adapun yang mengatakan pekerjaan rumah bukanlah menjadi suatu keharusan atas wanita, terjadi karena ia bekerja secara sukarela. Bahkan sesudah menikahpun perkejaan rumah menjadi suatu ha yang sukarela bukan menjadi kewajiban karena memang tidak ada di akad nikah. Pekerjaan di dalam dan di luar rumah tidak wajib untuk wanita. Namun, bukan berarti ia tidak boleh mengerjakan apapun dalam kehidupan. Islam menginginkan wanita melaksanakan pekerjaan rumahnya sebagai subangsih bukan sebagai keharusan, karena itu merupakan bentuk pengabdian sosial dalam peranan khususnya.
Kadang terbetik dalam benak kita, mengapa Islam terkesan mengekang wanita?
Inilah doktrin yang selama ini sering dijejalkan para musuh Islam, mereka menyuarakan pembebasan wanita, padahal dibalik itu mereka ingin menjadikan para wanita sebagai obyek nafsunya, mereka ingin bebas menikmati keindahan wanita, dengan lebih dahulu menurunkan martabatnya, mereka ingin merusak wanita yang teguh dengan agamanya agar mau mempertontonkan auratnya, sebagaimana mereka telah merusak kaum wanita mereka.
Lihatlah kaum wanita di negara-negara barat, meski ada yang terlihat mencapai posisi yang tinggi dan dihormati, tapi kebanyakan mereka dijadikan sebagai obyek dagangan hingga harus menjual kehormatan mereka, penghias motor dan mobil dalam lomba balap, penghias barang dagangan, pemoles iklan-iklan di berbagai media informasi, dll. Wanita mereka dituntut untuk berkarir padahal itu bukan kewajiban mereka, sehingga menelantarkan kewajiban mereka untuk mengurus dan mendidik anaknya sebagai generasi penerus. Selanjutnya rusaklah tatanan kehidupan masyarakat mereka. Tidak berhenti di sini, mereka juga ingin kaum wanita kita rusak, sebagaimana kaum wanita mereka rusak lahir batinnya, dan diantara langkah awal menuju itu adalah dengan mengajak kaum wanita kita -dengan berbagai cara- agar mau keluar dari rumah mereka.
Cobalah lihat secuil pengakuan orang barat sendiri, tentang sebab rusaknya tatanan masyarakat mereka berikut ini:
Lord Byron: “Andai para pembaca mau melihat keadaan wanita di zaman yunani kuno, tentu anda akan dapati mereka dalam kondisi yang dipaksakan dan menyelisihi fitrahnya, dan tentunya anda akan sepakat denganku, tentang wajibnya menyibukkan wanita dengan tugas-tugas dalam rumah, dibarengi dengan perbaikan gizi dan pakaiannya, dan wajibnya melarang mereka untuk campur dengan laki-laki lain”.
Lihatlah, bagaimana mereka yang obyektif mengakui imbas buruk dari keluarnya wanita dari rumah untuk berkarir… Sungguh Islam merupakan aturan dan syariat yang paling tepat untuk manusia, Aturan itu bukan untuk mengekang, tapi untuk mengatur jalan hidup manusia, menuju perbaikan dan kebahagiaan dunia dan akhirat… Islam dan pemeluknya, ibarat terapi dan tubuh manusia, Islam akan memperbaiki keadaan pemeluknya, sebagaimana terapi akan memperbaiki tubuh manusia… Islam dan pemeluknya, ibarat UU dan penduduk suatu negeri, Islam mengatur dan menertibkan kehidupan manusia, sebagaimana UU juga bertujuan demikian…
Bolehkah wanita bekerja?
Memang bekerja adalah kewajiban seorang suami sebagai kepala rumah tangga, tapi Islam juga tidak melarang wanita untuk bekerja. Wanita boleh bekerja, jika memenuhi syarat-syaratnya dan tidak mengandung hal-hal yang dilarang oleh syari’at.
Syaikh Abdul Aziz Bin Baz mengatakan: “Islam tidak melarang wanita untuk bekerja dan bisnis, karena Alloh jalla wa’ala mensyariatkan dan memerintahkan hambanya untuk bekerja dalam firman-Nya:
وَقُلِ اعْمَلُوا فَسَيَرَى اللَّهُ عَمَلَكُمْ وَرَسُولُهُ وَالْمُؤْمِنُونَ
Katakanlah (wahai Muhammad), bekerjalah kalian! maka Alloh, Rasul-Nya, dan para mukminin akan melihat pekerjaanmu“  (QS. At-Taubah:105)
Perintah ini mencakup pria dan wanita. Alloh juga mensyariatkan bisnis kepada semua hambanya, Karenanya seluruh manusia diperintah untuk berbisnis, berikhtiar dan bekerja, baik itu pria maupun wanita, Alloh berfirman (yang artinya):
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ إِلَّا أَنْ تَكُونَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِنْكُمْ
Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kalian saling memakan harta sesama kalian dengan jalan yang tidak benar, akan tetapi hendaklah kalian berdagang atas dasar saling rela diantara kalian” (QS. An-Nisa:29),
Perintah ini berlaku umum, baik pria maupun wanita.
Akan tetapi, wajib diperhatikan dalam pelaksanaan pekerjaan dan bisnisnya, hendaklah pelaksanaannya bebas dari hal-hal yang menyebabkan masalah, kemungkaran, senantiasa menutupi aurat, menjaga kehormatan diri. Dalam pekerjaan wanita, harusnya tidak ada ikhtilat (campur) dengan pria dan tidak menimbulkan fitnah. Begitu pula dalam bisnisnya harusnya dalam keadaan tidak mendatangkan fitnah, selalu berusaha memakai hijab syar’i, tertutup, dan menjauh dari sumber-sumber fitnah.
Karena itu, jual beli antara mereka bila dipisahkan dengan pria itu boleh, begitu pula dalam pekerjaan mereka. Yang wanita boleh bekerja sebagai dokter, perawat, dan pengajar khusus untuk wanita, yang pria juga boleh bekerja sebagai dokter dan pengajar khusus untuk pria. Adapun bila wanita menjadi dokter atau perawat untuk pria, sebaliknya pria menjadi dokter atau perawat untuk wanita, maka praktek seperti ini tidak dibolehkan oleh syariat, karena adanya fitnah dan kerusakan di dalamnya.
Bolehnya bekerja, harus dengan syarat tidak membahayakan agama dan kehormatan, baik untuk wanita maupun pria. Pekerjaan wanita harus bebas dari hal-hal yang membahayakan agama dan kehormatannya, serta tidak menyebabkan fitnah dan kerusakan moral pada pria. Begitu pula pekerjaan pria harus tidak menyebabkan fitnah dan kerusakan bagi kaum wanita.
Hendaklah kaum pria dan wanita itu masing-masing bekerja dengan cara yang baik, tidak saling membahayakan antara satu dengan yang lainnya, serta tidak membahayakan masyarakatnya. Kecuali dalam keadaan darurat, jika situasinya mendesak seorang pria boleh mengurusi wanita, misalnya pria boleh mengobati wanita karena tidak adanya wanita yang bisa mengobatinya, begitu pula sebaliknya. Tentunya dengan tetap berusaha menjauhi sumber-sumber fitnah, seperti menyendiri, membuka aurat, dll yang bisa menimbulkan fitnah. Ini merupakan pengecualian (hanya boleh dilakukan jika keadaannya darurat). (Lihat Majmu’ Fatawa Syaikh Bin Baz, jilid 28, hal: 103-109)
Peranan wanita sebagai manusia adalah peranannya sebagai istri dan ibu, menjaga anak dan memenuhi semua kebutuhan suami. Ketika seorang ibu sibuk dalam dengan urusan pekerjaannya, maka ia dapat menyerahkan tugas itu kepada orang yang dipercayainya untuk mengisi waktu kosong ketika ibu tidak bisa mendampinginya. Seorang ibu juga harus meluangkan waktu untuk anaknya dengan memberikan kasih sayang dan perhatian agar anak tidak cemas karena kepergiannya. Wanita dapat menggunakan waktu luang untuk berpartisipasi dalam aktivitas sosial bukan berarti wanita dalam keibuannya menjadi terasing dari masyarakat. Tidak juga atas kesibukannya menjadikan wanita lupa akan peran dan tanggung jawab umum sebagai seorang ibu.
Ada hal-hal yang perlu diperhatikan, jika istri ingin bekerja, diantaranya:
1.         Tidak termasuk perbuatan maksiat, seperti menyanyi atau memainkan alat musik, dan tidak mencoreng nama baik keluarga. Apabila wanita rela disewa untuk melakukan sesuatu yang medodai kehormatannya maka keluarga boleh membatalkan akadnya.
2.         Pekerjaannya tidak mengganggu kewajiban utamanya dalam urusan dalam rumah, karena mengurus rumah adalah pekerjaan wajibnya, sedang pekerjaan luarnya bukan kewajiban baginya, dan sesuatu yang wajib tidak boleh dikalahkan oleh sesuatu yang tidak wajib.
3.         Harus dengan izin suaminya, karena istri wajib mentaati suaminya. Wanita yang telah menikah adalah manusia yang dapat mengambil kebebasannya di luar komitmen-komitmen rumah tangga. Adapun yang berkaitan dengan komitmen-komitmen rumah tangganya, maka ia harus menundukkan kemauannya kepada kemauan suaminya sebagai konsekuensi dari tabiat komitmen suami-istri.


4.         Tidak mengaharuskannya berduaan dengan laki-laki asing. Diharamkan perempuan mempunyai asisten pribadi yang bukan muhrim karena jelas diharamkan oleh agama memungkinkan terjadinya kemaksiatan. Rasulillah saw bersabda, “ Tidaklah tidaklah seorang laki-laki berduaan dengan perempuab kecuali setan menjadi pihak ketiga.
5.         Pekerjaan yang tidak mengharuskan dirinya berdandan dan membuka aurat ketika keluar rumah karena ngundang syahwat dan perhatian tertera
6.         Menerapkan adab-adab islami, seperti: Menjaga pandangan, memakai hijab syar’i, tidak memakai wewangian, tidak melembutkan suaranya kepada pria yang bukan mahrom, dll.
7.         Pekerjaannya sesuai dengan tabi’at wanita, perempuan dilarang melakukan pekerjaan-pekerjaan yang terbilang berat seperti polisi dan tentara. Dan diperbolehkan pekerjaan ringan seperti: mengajar, dokter, perawat, penulis artikel, buku, dll.
8.         Tidak ada ikhtilat di lingkungan kerjanya. Hendaklah ia mencari lingkungan kerja yang khusus wanita, misalnya: Sekolah wanita, perkumpulan wanita, kursus wanita, dll.
9.         Hendaklah mencari dulu pekerjaan yang bisa dikerjakan di dalam rumah. Jika tidak ada, baru cari pekerjaan luar rumah yang khusus di kalangan wanita. Jika tidak ada, maka ia tidak boleh cari pekerjaan luar rumah yang campur antara pria dan wanita, kecuali jika keadaannya darurat atau keadaan sangat mendesak sekali, misalnya suami tidak mampu mencukupi kehidupan keluarganya, atau suaminya sakit, dll.
Jenis Pekerjaan yang diperbolehkan untuk wanita
Bukan hanya laki-laki yang diberi keleluasaan untuk berkarier, tetapi juga kaum perempuan dituntut untuk aktif bekerja dalam semua lapangan pekerjaan yang sesuai dengan kodratnya. Tidak ada perbedaan antara kaum laki-laki dan perempuan dalam berkarier, yang membedakan adalah pekerjaan yang sesuai dengan kodratnya masing-masing. Islam mengakui kemajuan atau potensi perempuan untuk bekerja dan mengharagai amal salehnya atau kariernya yang baik dengan memberi penghargaan yang sama dengan kaum laki-laki.
Menurut Islam, apapun peranan yang dipegang oleh perempuan utamanya sebagai ibu rumah tangga tidak boleh dilupakan agar kemungkinan-kemungkinantimbulnya ekses negatif dapat terhindar. Jadi, perhatian serius dari perempuan untuk membina keluarganya sangat diperlukan karena tugas tersebut merupakan terpenting dari usaha pembinaaan masyarakat secara luas. Tegak dan runtuhnya masyarakat suatu negara sangat erat kaitannya dengan keadaan satuan-satuan keluarga yang secara totalitas membentuk masyarakat suatu negara. Islam memperbolehkan perempan bekerja di luar rumah selagi perempuan bisa menempatkan dirinya sesuai dengan kodrat keperempuannya.
Seiring dengan berubahnya cara pandang masyarakat terhadap peran dan posisi kaum perempuan di tengah-tengah masyarakat, maka kini sudah banyak kaum perempuan yang berkarier, baik di kantor pemerintah mauoun swasta, bahkan ada yang berkarier di kemiliteran dan kepolisian., sebagaimana laki-laki. Kehidaupan modern tidak memberi peluang untuk membatasi gerak kaum perempuan. Kaum perempuan dapat bekerja dan berkarier dimana saja selagi ada kesempatan. Ada yang berkarier dalam bidang hukum, misalnya menjadi hakim, penasihat hukum, menjadi jaksa, dan lain-lain. Ada yang terjun dibidang ekonomi, seperti menjadi pengusaha, pedagang, kontraktor dan sebagainya. Ada pula yang bergerak dibidang sosial budaya dan pendidikan, seperti menjadi dokter, arsitek, pemyamyi, artis, sutradara guru, dan lainnya. Bahkan ada pula yang terjun dibidang politik, misalnya menjadi presiden, anggota DPR, MPR, menteri dan lain –lain.
Pekerjaan wanita itu memang mubah, asalkan sesuai syariat. Tidak diperkenankan untuk hal sepert bidang teater, sinema, dan televisi dengan konsekuensi terjadinya percampuran dengan pria maka pekerjaan tersebut tidak halal, dan bidang-bidang yang wanita dapat berkerja di dalamnya dan bidang-bidang yang tidak dapat dibekerjakannya, serta upah yang diterimanya.
Sebenarnya bukan halangan untuk wanita apabila ia ingin berkerja di luar rumah dalam bidang film, teater dlln karena itu bukan pelanggaran syari’at. Pada dasarnya islam memang tidak melarang untuk hal tersebut asalkan tidak menyimpang moral.
Dengan adanya kesempatan dan keleluasaan kepada kaum perempuan untuk berkarier, hal ini nyaris menggeser kedudukan yang didominasi oleh kaum laki-laki, maka tidak aneh kalau ada wanita karier yang menggantikan kaum laki-laki sebagai penanggung jawab dalam nafkah rumah tangga. Kenyataan ini tampak sekali dalam kehidupan masyarakat modern, khususnya yang berada di kota-kota besar. Padahal tempo dulu, ruang lingkup kaum perempuan hanya sektor rumah tangga saja. Perempuan masih terikat dengan nilai tradisional yang mengakar di tengah-tengah masyarakat. Kalau ada perempuan yang melanggar nilai-nilai tersebut, maka dianggap kepribadiannya luntur, bahkan kadang-kadang ia dikucilkan dari pergaulan masyarakat disekitarnya. Bahkan lebih parah lagi, ada yang melarang untuk bekerja atau berkarier berdasarkan fikih islam, sebuah pandangan yang tentu saja tidak analitis. Itulah sebabnya zaman dahulu, karier perempuan tidak tampak dan tidak berkembang di tengh-tengah masyarakat.
Berdasarkan relitas tersebut, pada suatu dimensi kaum perempuan patut berbangga karena kehidupan kaumnya sudah maju, namun pada dimensi lain ekses dari kemajuan tersebut sangat memprihatinkan kadang timbul ekses yang bersifat negatif, bukan saja dikalangan kaum perempuan juga dikalangan kaum suami dan anak-anaknya sebagai anggota keluarga, terutama bagi kaum perempuan yang mementingkan kariernya daripada rumah tangganya, sehingga tugas utama sebagai ibu rumah tangga sering terlupakan. Agar perempuan karier itu dapat melaksanakan kedua tugasnya dengan baik, tugas dalam rumah tangga dan tugas dalam kairernya, maka perlu adanya upaya atau alternatif jalan keluar untuk dapat mengatasi persoalan-persoalan yang dihadapinya.
Adapun pekerjaan yang dilarang untuk wanita yaitu menjadi seorang pemimpin dan seorang hakim, karena ditakutkan ikhtilaf makan dilarang untuk wanita menjadi pemimpin, Rasullullah SWT bersabda “ tidak ada jayanya suatu kaum yang menyerahkan urusan kepada seorang perempuan. Maka dari itu ketika telah memegang suatu pekerjaan fropesionalah dalam bidang itu dan sunggguh sungguh.
Motivasi yang mendorong perempuan terjun ke dunia karier, antara lain adalah sebagai berikut pendidikan, terpaksa oleh keadaan dan kebutuhan yang mendesak, untuk alasan ekonomis, untuk mencari kekayaan sebanyak-banyaknya, untuk mengisi waktu yang kosong, untuk mencari ketenangan dan hiburan, untuk mengembangkan bakat.
Dampak positif dan Negatif dari Perempuan Karier
Terjunnya perempuan dalam dunia karier, banyak pengaruh terhadap segala aspek kehidupan, baik kehidupan pribadi dan keluarga maupun kehidupan masyarakat sekitarnya. Hal demikian dapat menimbulkan dampak positif dan negatif. Pengaruh positif dengan adanya perempuan karier, antara lain sebagai berikut.
Dengan berkarier perempuan dapat mencukupi kebutuhan pinansial  dan membantu meringankan beban keluarga yang tadinya hanya dipikul oleh suami yang mungkin kurang memenuhi kebutuhan, tetapi dengan adanya perempuan ikut berkiprah dalam mencari nafkah maka krisis ekonomi dapat ditanggulangi.
Dengan berkarier, perempuan dapat memberikan pengertian dan penjelasan kepada keluarganya, utamanya kepada putra-putrinya tentang kegiatan-kegiatan yang iikutinya sehingga kalau ia sukses dan berhasil dalam kariernya, putra putrinya akan bangga dan gembira, bahkan menjadikan ibunya sebagai panutan dan suri tauladan bagi masa depannya.
Dalam memajukan serta mensejahterakan masyarakat dan bangsa diperlukan partisipasi serta keikutsertaan kaum perempuan karena dengan segala potensinya, perempuan mampu dalam hal ini, bahkan ada diantara pekerjaan yang tidak bisa dilaksanakan oleh kaum laki-laki dapat berhasil ditangani oleh kaum perempuan baik karena keahlian maupun bakatnya.
Dengan berkarier, perempuan dalam mendidik anak-anaknya pada umumnya lebih bijaksana, demokratis, dan tidak otoriter sebab dengan kariernya itu ia bisa belajar dan memiliki pola pikir yang modern. Kalau ada problem dalam rumah tangga yang harus diselesaikan, maka ia akan segera mencari jalan keluar secara tepat dan benar.
Dengan berkarier, perempuan yang menghadapi kemelut dalam rumah tangga atau sedang mendapat gangguan jiwa akan terhibur dan jiwanya akan menjadi sehat, sebagaimana yang disebutkan oleh Zakiyah Daradjat dalam bukunya Islam dan Peran Perempuan : untuk kepentingan kesehatan jiwanya, perempuan itu harus gesit bekerja. Jika seorang tidak bekerja atau diam saja, maka ia akan melamun, berkhayal memikirkan atau mengenangkan hal-hal yang dalam kenyataan tidak dialami atu tidak dirasakannya. Apabila orang terbiasa berkhayal maka khayalan itu akan lebih mengasyikakannya daripada bekerja dan berpikir secara objektif. Orang-orang yang suka menghabiskan waktunya untuk berkhayal itu akan mudah diserang oleh gangguan atau penyakit. Demikian antara lain dampak positif dari perempuan karier, tetapi kalau dipandang dari dimensi lain sangat memprihatinkan karena membawa dampak negatif baik secara sosiologis maupun agamis. Ekses yang timbul bukan saja dikalangan perempuan tetapi juga dikalangan suami dan anak-anaknya sebagai anggota keluarga, terutamabagi perempuan yang mementingkan kariernya dibandingkan dengan rumah tangganya, sehingga tugas utama sebagai ibu rumah tangga sering terlupakan.
Dampak negatif timbul dengan adanya perempua karier antara lain sebagai berikut.
Dari segi negatifnya malah menyimpang, memunculkan adanya kebebasan pribadi dari orang-orang yang sangatt tunduk pada tekanan-tekanan mereka, dan mengahalalkan segalanya untuk mencapai tujuannya.
Pekerjaan wanita di luar rumah biasanya terjadi bagi wanita yang telah menikah dengan mengorbankan anak dan keluarga, dan kehilangan banyak kedamaian jiwa dikarnakan jauh dari keluarga dan anak dan mengalami banyak problem yang disebabkan berpergian dari rumah (peran pengasuh, peran pembantu, tidak ada kegairahan dalam suami istri, dst). Yang diantaranya berpengaruh terhadapa anak, suami, keluarga dan kaum lelaki. 
Upaya Penanggulangan Dampak Negatif dari Perempuan Karier
Pandangan Islam terhadap keterlibatan perempuan diberbagai sektor di luar rumah, sedangkan perempuan mempunyai tugas utama sebagai ibu rumah tangga?
Untuk menanggulangi kemungkinan terjadinya ekses dalam berkarier bagi perempuan muslimah, maka perlu diperhatikan hal-hal berikut.
Dalam berkarier, tidak meninggalkan kewajiban-kewajiban sebagai ibu rumah tangga yaitu, mengurus suami dan anak-anaknya. Ia harus menomorsatukan urusan rumah tangga di atas seglanya. Dalam hal ini, perlu adanya pengaturan yang baik. Apabila perempuan telah menunjukkan aktifitas yang baik dalam membina rumah tangganya, berarti ia buka saja telah menjalankan tugas kemasyarakatan, tetapi sekaligus juga telah menjalankan sebagian tugas-tugas agama karena ia turut menyumbang andil dalam proses pembangunan bangsa dan syiar agama. Apabila prempuan telah berhasil menciptakan suasana rumah tangga yang bahagia, sejahtera lahir batin, maka anggota keluarganya akan merasa bahagia. Kemudian untuk menanggulangi perpecahan keluarga, harus ada izin suami terhadap dunia karier seorang perempuan sejak awal, karena adanya saling pengertian antara suami dan istri akan muncul saling keterbukaan dan menanamkan keikhlasan bahwa bekerja memperoleh manfaat bersama.
Tidak melampaui batas kodrat perempuan. Perempuan karier harus menghindari women’s lib seperti yang dituntut perempuan di barat. Meskipun perempuan itu bisa menjadi kuli atau tukang angkat barang, supir truk, kondektur, kerja di pabrik dan sebagainya, namun hal itu tidak layak ditinjau dari segi kodrat karena memerlukan keterampilan fisik dan tidak pantas secara moral untuk melakukannya. Perempuan yang bekerja tidak sesuai dengan kodrat keperempuannya akan membawa konsekuensi terhadap ketidakseimbangan antara fisik dan mentalnya. Seperti gejala fisik diantaranya keletihan yang dapat menghilangkan gairah hidup, sedangkan dari segi mental akan dijumpai gejala kejiwaan seperti, selalu ingin marah, merasa cemas, sering sedih, serta stres. Stres bisa menimbulkan konflik antara suami dan anak-anaknya, bahkan dengan orang-orang di tempat kerja.
Tidak melampaui batas-batas dan aturan agama utamanya dengan lawan jenis dalan lingkungan pekerjaan. Sering menimbulkan fitnah dan pengaruh negatif terhadap dirinya, rumah tangganya, dan rumah tangga lawan jenisnya sebab hubungan terus menerus antara laki-laki dan perempuan dalan suatu lingkungan kerja yang akan mendekati dengan perbuatan zina. Jika perempuan dan laki-laki tidak memperhatikan batas-batas yang telah ditetapkan oleh agama, apalagi kalau perempuan karier itu suka memamerka perhiasan serta kecantikan, dan terbiasa membuka auratnya. Apabila perempuan karier tetap menjaga akhlakul karimah dan aturan-aturan agama dalam lingkungan kerjanya, maka kemungkinan timbulnya fitnah dapat dicegah.
Demikian antara lain alternatif jalan keluar bagi perempuan karier sebagai suatu upaya untuk menanggulangi kemungkinan timbulnya ekses yang menjurus kepada perbuatan yang negatif, utamanya bagi perempuan karier yang berstatus sebagai ibu rumah tangga. Agar sukses dalam kariernya serta sukses pula dalam rumah tangganya. Insya Allah.
Hak Persamaan Upah Dengan Pria 
Dalam islam tidak membedakan masalah hak berkerja dan hasil-hasilnya . Jumlah upah yang harus dibayar oleh tempat ia berkerja tidak di atur dalam islam itu sesuai kesepakatan antara yang telah diusahakan dan pemilik usaha. Dalam agama yang harus diperhatikan itu kehalal dan haramnya apakah uang tersebut halal atau haram.
C.    Tanggung jawab orang tua dalam mendidik anak
Dari Abu Hurairah ra, Nabi Muhammad saw bersabda “sesungguhnya kewajiban orang tua dalam memenuhi hak anak itu ada tiga, yakni :pertama, memberi nama yang baik ketika lahir. Kedua, medidiknya dengan Al-qur’an dan ketiga, mengawinkan ketika menginjak dewasa.”
1.         Memberi Nama yang Baik
Rasulullah diketahui telah memberikan perhatian yang sangat besar terhadap masalah nama. Kapan saja beliau menjumpai nama yang tidak menarik (patut) dan tak berarti, beliau mengubahnya dan memilih beberapa nama yang pantas. Hal tersebut terdapad dalam hadist yang disampaikan oleh Aisyah ra, bahwa Rasulullah biasa mengubah nama-nama yang tidak baik (H.R. Tirmidzi)
2.         Mendidik dengan Al-Qur’an
Pada suatu kesempatan Umar Bin Khathab kehadiran seseorang yang mengadukkan kenakalan anaknya “anakku ini sangat bandel” tuturnya kesal. “hai Fulan! Apakah kamu tidak takut karena telah berani melawan ayahmu dan tidak memenuhi hak ayahmu?” anak yang pintar ini menyela “hai amirullah mukminin, apakah orang tua tidak punya kewajiban memenuhi hak anak?” umar ra menjawab “ada tiga, yakni: memilihkan ibu yang baik, jangan sampai kelak terhina akibat ibunya. Kedua, memilihkan nama yang baik. Ketiga, mendidik mereka dengan al-qur’an.” Mendengar uraian dari khalifah umar ra anak tersebut ,menjawab “demi Allah, ayahku tidak memilihkan ibu yang baik bagiku, akupun diberi nama “kelelawar jantan”, sedangkan dia juga mengabaikan pendidikan islamku. Bahwa walau satu ayatpun tidak pernah diajari olehnya. Lalu umar menoleh kepada ayahnya seraya berkata “kau telah berbuat durhaka kepada anakmu, sebelum ia berani kepadamu..”

3.         Menikahkannya
Bila sang buah hati sudah memasuki usia yang siap menikah, maka nikahkanlah. Jangan biarkan mereka terus tersesat dalam belantara kemaksiatan. Do’akan dan dorong mereka untuk hidup berkeluarga, tak perlu menunggu memasuki usia senja. Bila muncul rasa kekhawatiran tidak mendapat rezeki dan mengganggu beban berat keluarga, Allah berjanji akan menutupinya seiring dengan usaha dan kerja keras yang dilakukannya. Sebagaimana firmanNya “kawinkanlah anak-anak kamu (yang belum kawin) dan orang-orang yang sudah waktunya kawin dari hamba-hambamu yang laki-laki ataupun perempuan. Jika mereka itu orang-orang yang tidak mampu, maka Allah akan memberikan kekayaan kepada mereka dari anugerahNya.” (Q.S. An-Nur:32)
Keselamatan iman jauh lebih utama daripada kekhawatiran-kekhawatiran yang sering menghantui kita. Rasulullah dalam hal ini bersabda “ada tiga perkara yang tidak boleh dilambatkan, yaitu :shalat, apabila tiba waktunya, jenazah apabila sudah datang dan ketiga, seorang perempuan apabila sudah memperoleh (jodohnya) yang cocok.” (HR.Tirmidzi)












BAB IV
PENUTUP
A.    Kesimpulan

Dahulu kala derajat wanita sangat rendah, wanita dijadikan budak, hanya pemuas nafsu, wanita sebagai laknat dan tidak harus dipercaya. Datanglah islam sebagai agama penyelamat kehidupan. Dan kembalilah hak-hak dan kehormatan wanita pada zaman itu. Terlepas dari itu semua problematika pun belum tuntas adanya kesenjangan antara wanita dan laki-laki menjadi problematika tersendiri sekarang khususnya dalam kehidupan rumah tangga. Dimana kedudukan wanita dianggap mahluk lemah dan laki-laki mahluk kuat. Padahal di mata Allah SWT islam telah mengatur dan menjelaskan tentang kedudukan wanita dan laki-laki itu sama sebagai mahluk ciptaan Allah yang sama ketawakalannya dan akan menanggung jawabkan amal perbuatannya di yaumul hisab nanti.  Namun ada pula perbedaan antar kedudukan wanita dan laki-laki dimana terletak pada hak dan kewajibannya di dalam hidup rumah tangganya.
Dari problematika tersebut muncul kata gander . Istilah  gender  dan seks memiliki perbedaan dari segi dimensi. Isilah seks (jenis kelamin) mengacu pada dimensi biologis seorang laki-laki dan perempuan, sedangkan gender mengacu pada dimensi sosial-budaya seorang laki-laki dan perempuan. Misalnya dalam hal pekerjaan dokter bisa di gapai oleh wanita dan laki-laki itu dinamakan Gander. Berbeda hal nya dengan laki-laki dan perempuan yang memiliki kodrat masing-masing. Contohnya seperti laki-laki diciptakan untuk menjadi seorang pemimpin, dikodratkan memberi nafkah, dll. Dengan pengertian Konsep Gander tergantung kepada suatu kesepakatan atau komitmen dalam keluarga tersebut. Namun pada hakikatnya Islam telah mengatur hak dan kewajiban yang dalam kehidupan rumah tangga.
Kewajiban seorang suami terhadap istri sama besarnya dengan hak istri. Namun begitu kewajibanseorang istri juga menghasilkan hak untuk suami. Kewajiban suami terhadap hak istri lebih banyak daripada kewajiban
istri terhadap hak suami namun begitu tidak menjadikan suami terus meminta haknya terhadap istri, malah justru suamiharus bisa menghargai istri. Istri yang menjaga suami, suami pun juga harus menjaga istri, selaku pemimpin keluarga.
Setelah mengetahui hak dan kewajiab suami istri, pada dasarnya peran istri sebenarnya adalah mengurus segala urusan rumah tangga, mengandung,melahirkan, menyusui, mendidik anak, mengurus suami, mematuhi suaminya. Dan peran suami adalah menafkahi menjadi pemimpin dalam rumah tangga, membimbing istrinya dalam kebenaran, dlln. Namun seiring zaman maju maka, perdaban dan kehidupan manusia pun berubah dan banyak wanita yang bekerja di luar rumah. Karena faktor internal dan ekternal, dari keluarga itu sendiri.
Ada hal-hal yang perlu diperhatikan, jika istri ingin bekerja, diantaranya Tidak termasuk perbuatan maksiat , Pekerjaannya tidak mengganggu kewajiban utamanya dalam urusan dalam rumah, Harus dengan izin suaminya, Tidak mengaharuskannya berduaan dengan laki-laki asing, Pekerjaan yang tidak mengharuskan dirinya berdandan dan membuka aurat ketika keluar rumah karena ngundang syahwat dan perhatian tertera, Menerapkan adab-adab islami, seperti: Menjaga pandangan, memakai hijab syar’i, tidak memakai wewangian, tidak melembutkan suaranya kepada pria yang bukan mahrom, dll, Pekerjaannya sesuai dengan tabi’at wanita, perempuan dilarang melakukan pekerjaan-pekerjaan yang terbilang berat seperti polisi dan tentara, Tidak ada ikhtilat di lingkungan kerjanya dan Hendaklah mencari dulu pekerjaan yang bisa dikerjakan di dalam rumah.
Motivasi Perempuan Terjun ke Dunia Karier, Pendidikan, Terpaksa oleh keadaan dan kebutuhan yang mendesak, Untuk alasan ekonomis, Untuk mengisi waktu yang kosong, Untuk mencari ketenangan dan hiburan dan Untuk mengembangkan bakat.
Dampak positif dan Negatif dari Perempuan Karier, Dengan berkarier perempuan dapat mencukupi kebutuhan pinansial  dan membantu meringankan beban keluarga, Dengan berkarier, perempuan dapat memberikan pengertian dan penjelasan motivasi, Dapat memajukan serta mensejahterakan masyarakat dan bangsa , Dengan berkarier, perempuan dalam mendidik anak-anaknya pada umumnya lebih bijaksana, demokratis, dan tidak otoriter , Dengan berkarier, perempuan yang menghadapi kemelut dalam rumah tangga atau sedang mendapat gangguan jiwa akan terhibur dan jiwanya akan menjadi sehat
Dampak negatif timbul dengan adanya perempua karier antara lain sebagai berikut, Dari segi negatifnya malah menyimpang, memunculkan adanya kebebasan pribadi , Pekerjaan wanita di luar rumah biasanya terjadi bagi wanita yang telah menikah dengan mengorbankan anak dan keluarga, dan kehilangan banyak kedamaian jiwa , Terhadap anak-anak, Terhadap suami, Terhadap rumah tangga. Terhadap kaum laki-laki dan Terhadap masyarakat.
Maka sudah jelas bahwa baik ayah maupun ibu sama-sama memikul tanggung jawab untuk mendidik  anak. Orang tua memiliki kewajiban mendidik putra-putrinya, tidak kecuali pendidikan agama untuk mengantarkan mereka menjadi hamba Rabbani yang mampu memenuhi segala tuntutan hidup yang datang pada dirinya
B.    Saran
Sejalan dengan simpulan diatas, penulis merumuskan saran sebagai berikut.
1.     Hendaknya kita akan menjadi seorang istri dan ibu maka belajarlah untuk memanagement keadaan, harus bisa membagi waktu untuk keluarga, untuk pekerjaan dan untuk masyarakat.
2.     Jangan terjebak menjadi manusia yang tamak akan harta sehingga keluarga dan suami di korbankan kepada orang lain untuk menrurusnya.
3.     Lebih bijak dalam mengambil keputusan besar dalam hidup.




























DAFTAR PUSTAKA


Yayat .(2012), Pengertian Gender Menurut Para Ahli, (online),  ,http://www.sarjanaku.com/2012/06/pengertian-gender-menurut-para-ahli.html. (23 September 2013).

Manshur, AQ. (2012), Buku Pintar Fikih Wanita, TANGERANG : ZAMAN

Wahyu, A, (2000), Dunia Wanita Dalam Islam, JAKARTA : LENTERA

Barr. FM. (2005), Dosa-dosa kaum perempuan. DEPOK: IQRA KURMIA GEMILANG

Usman, U. (2011), Shahih Fiqih Wanita.SOLO: INSAN KAMIL

AL-warisy, (2012), Pemikiran Islam Ilmiah Menjawab tantangan zaman. SURABAYA : YAYASAN AL-KAHFI



1 komentar:

  1. http://ceritahatiku168.blogspot.com/2017/06/cerita-jenny-kisah-inspirasi-jawaban.html
    http://ceritahatiku168.blogspot.com/2017/06/cerita-jenny-kisah-nyata-kasih-ibu.html

    BalasHapus