Laman

Jumat, 22 Februari 2013

ANTROPOLOGI PENDIDIKAN DALAM KONTEKS PENDIDIDKAN BANGSA


BAB II
PEMBAHASAN

Pada awalnya antropologi menggambarkan kebudayaan masyarakat yang ada di luar Eropa. Awal mulanya banyak cerita-cerita dari orang perorang yang bertemu dengan orang-orang yang kehidupannya amat unik, sederhana dan bersahajah. Cerita ituu diperkuat dengan laporan perjalanan para ilmuan yang berpetualang ke daerah asia. Sejumlah informasi-informasi tersebut menjadi data untuk bahan analisi para ilmuan untuk dilakukannya sebuah penelitian yang sistematis mengenai kehidupan bangsa diluar eropa.
Hasil penelitian awal berupa laporan yang diarahkan pada deskripsi yang sangat jelas mengenai satu budaya dimasyarakat tersebut. Tetapi sejak dirasakan perlu dilakukan penelitian yang berkesinambunagn antara satu budaya dengan budaya lain, maka penelitian mulai mulai menghasilkan teori-teori. Dalam hal ini antropolog berhasil menggeneralisasikan perbedaan perbedaan dan persamaan kebudayaan setiap bangsa, termasuk kebudayaan eropa.
A.    Transmisi Budaya, Enkulturasi dan Sosialisai sebagai Landasan dalam Kajian Antropologi Pendidikan
Kebudayaan merupakan hasil yang diperolehan manusia selama menjalin interaksi kehidupan dengan lingkungannya, baik lingkungan fisik maupun non fisik yang melahirkan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia sebagai hasil pembelajaran manusia dengan alam untuk mengelola keadaan menjadi sesuatu yang berguna bagi kehidupannya kelak. Untuk menjaga kelangsungan eksistensi masyarakat serta kebudayaanya, maka masyarakat selalu melakukan sosialisasi dan enkulturasi juga transmisi budaya terhadap generasi mudanya yang ada dimasyarakat.
Transmisi dapat diartikan sebagai pengiriman, penerusan atau penyebaran. Jadi dapat dikatakan transmisi budaya merupakan pengiriman, penerusan atau penyebaran budaya yang telah ada kepada generasi berikutnya agar budaya tersebut tidak punah.
Menurut Imran Manan enkulturasi adalah suatu proses dimana individu belajar cara berpikir, cara bertindak dan merasa yang mencerminkan kebudayaan masyarakatnya. Jadi dapat disimpulkan enkulturasi adalah proses penerusan kebudayaan dari generasi yang satu kepada generasi berikutnya selama hidup seorang individu dimulai dari institusi keluarga. Dalam enkulturasi kita mempelajari budaya, bukan hanya mewariskannya. Budaya disebarkan melalui proses belajar bukan dengan gen. Sedangkan Menurut Peter L. Berger (Effendi, 2010:49) mendefinisika sosialisasi sebagai “a process by which a child learns to be a participant member of society” yaitu suatu proses dimana seorang anak belajar menjadi seorang anggota yang berpartisipasi dalam masyarakat. sosialisasi berartiproses dimana seseorang dapat berinteraksi dan berpartisipasi dengan masyarakat yang ada disekitarnya. Sosialisasi sangat erat kaitannya dengan berinteraksi, maka interaksi sangat dibutuhkan dalam mentransmisikan budaya juga enkulturasi budaya dimasyarakat.  Melalui sosialisasi kita bisa menyampaikan apa yang kita maksud dalam proses mentransmisikan juga enkulturasi budaya.
     Anak akan mengetahui perannya dalam kehidupan bermasyarakat setelah ia melakukan sosialisasi dengan masyarakat dimana ia tinggal. Sedangkan mengenai kebudayaan perlu ia pelajari melalui enkulturasi. Jika anak tidak mengalami sosialisasi dan/atau enkulturasi, maka ia tidak akan dapat berinteraksi sosial, ia tidak akan dapat melakukan tindakan sosial sesuai status dan peranannya serta kebudayaan masyarakat. Sosialisasi menekankan kepada pengambilan peran, sedangkan enkulturasi menekankan kepada pemerolehan kompetensi budaya.
Pendidikan pada hakikatnya meliputi sosialisasi dan enkulturasi. Didalam sosialisasi melekat juga kebudayaan. Karena kebudayaanlah yang menentukan arah dan cara-cara sosialisasi yang dilaksanakan oleh masyarakat. Oleh karena itu, didalam proses sosialisasi terjadi juga proses enkulturasi. Dimana didalam enkulturasi ini seorang individu mempelajari dan menyesuaikan alam pikiran serta sikapnya dengan adat istiadat, sistem norma, dn peraturan-peraturan yang hidup dalam kebudayaannya.
Kajian masalah pendidikan dalam antropologi pendidikan tidak bersifat parsial, melainkan secara holistik dengan menempatkan dalam pranata sosial. Dalam lingkungan masyarakat yang bersahaja dan sederhana, keluarga dipandang sebagai unit sosial terkecil namun memiliki peranan yang amat besar bagi pembentukan anggota masyarakat, dengan demikian enkulturasi atau pembudayaan nilai-nilai yang dianut masyarakat dilakukan melalui keluarga baik keluarga kecil maupun besar. Begitu pula konsep sosialisasi selalu memperhatikan pembelajaran yang dilakukan melalui mensosialisasikan nilai-nilai budaya yang berlangsung antar individu, kelompok, tetangga, dan masyarakat lainnya.
Enkulturasi dan sosialisasi adalah turunana dari konsep transmisi budaya yang dijadikan “jurus” dalam membidik masalah keberlangsungan suatu kebudayaan dalam masyarakat sederhana. Fokus kajian dapat dimulai dengan permasalahan sistem nilai dan norma dalam adat-istiadat, aturan-aturan, keterapilan-keterampilan yang hidup dalam budaya suatu masyarakat. Kekuatan konsep enkulturasi dan sosialisasi juga dalam batas-batas tertentu dapat mengkaji pola pendidikan keluarga dilingkungan perkotaan dan pedesaan, mengingat kenyataan samapai saat ini perhatian pada fungsi keluarga, khususnya dalam menanamkan sistem nilai dan norma masih dipandang penting dalam konteks pembentukan kepribadian anak.
Transmisi kebudayaan ini dapat pula digunakan untuk mengkaji perubahan nilai budaya yang berlangsung dalam suatu linkungan keluarga, lingkungan pedesaan maupun lingkungan perkotaan.

B.  Perkembangan penelitian antropologi di Indonesia
Penelitian mengenai antropologi di Indonesia masih sangat minim, menurut Meyer Fortes (1990) penelitian transmisi budaya dalam antropologi relatif masih sangat sedikitdilakukan oleh para antropolog. Meyer Fortes meneliti mengenai transmisi kebudayaan pada suku Taeland di Ghana Utara. Kurang tertariknya antropolog meneliti masalah pendidikan karena masalah pendidikan sudah dipandang menjadi bagian dari psikologi pendidikan.
Lewat konferensi itu memberikan rekomendasi untukpemerintah mendanai serangkaian penelitian antropologi pendidikan dipersekolahan, mengingat jalur perubahan sosial salah satunya dapat dilakukan melalui pendidikan formal. Banyak penelitian menunjukan bahwa sistem pendidikan dinegara-negara baru diorientasikan untuk mengokohkan kelompok sosial tertentu yang berada dalam kekuasaan.
Adapaun beberapa orang yang melakukan penelitian antropologi di Indonesia, david redcliffe (1971) yang melakukan penelitian mengenai pendidikan Ki Hajar Dewantara mengenai dengan perubahan sosialnya. Hildrer geertz (1983) yang mengungkapkan pola pengasuhan keluarga jawa dalam konteks demokrasi. Dan Jane Belo (1986) mengenai pola pembelajaran budaya wayang yang berorientasi pada masa lalu pada masyarakat bali.
Peneletian mengenai sosiologi antropologi oleh orang-orang indonesia sendiridilakukan dalam bentuk thesis merek, diantaranya tahun 1990 oleh Selly Riawaty yang membuktikan adanya teori reproduksidalam pendidikan kolonial di Indonesia. Penelitian yang dilakukan oleh Hajriano Tohari tahun 1993 mengenai pola pewarisan kebudayaan batik. Penelitian Jajang Gunawijaya tahun 1995 tentang sistem pengasuhan anak di Bogor. Peneliti Z.A.M Syadili mengenai sosialisasi siswa dalam suatu lingkungan sekolah formal keagamaan. Dan juga mengenai pola bertahannya pendidikan melukis pada masyarakat jelekong-Bandung yang ditulis oleh Ayat Suryatna tahun 1996.
C.  Konsep budaya belajar sebagai kajian antropologi pendidikan
Pendidikan berperan sebagai agen pengajaran nilai-nilai budaya dalam proses pembentukan kualitas manusia sesuai dengan kodrat budaya yang dimiliki. Dan kebuadayaan diturunkan kepada generasi penerusnya lewat proses pendidikan.Pendidikan menjadi instrumen kekuatan sosial masyarakat untuk mengembangkan suatu sistem pembinaan anggota masyarakat dalam kebudayaan yang sesuai dengan tuntutan perubahan zaman.Pendidikan hadir dalam bentuk sosialisasi kebudayaan, berinteraksi dengan nilai-nilai masyarakat setempat dan memelihara hubungan timbal balik yang menentukan proses-proses perubahan tatanan sosio-kultur masyarakat dalam rangka mengembangkan kemajuan peradabannya.Landasan yang menjadi dasar kajian oleh para antropolog budaya adalah berasal dari pengamatan empirik bahwa salah satu sifat budaya dimanapun senantiasa dipelajari oleh individu atau kelompok sosial dilingkungannya, baik secara sadar maupun tidak sadar.
Konsep ini menunjukan makna berupa adanya seperangkat pengetahuan yang berisi model pewarisan budaya yang berupa sistem pengetahuan, nilai keterampilan belajar dari suatu individu atau kelompok kepada individu atau kelompok lainnya. Mewariskan budaya dengan  budaya belajar ini dilakukan oleh individu atau kelompok yang sudah mapan(orang dewasa) ke[ada mereka yang belum mapan (belum dewasa). Individu atau kelompok yang belum mapan adalah anggota masyarakat yang telah mengembangkan potensi belajarnya untuk menjlankan fungsi dan peran sosialnya dalam kehidupan bermasyarakat.
Menurut Keesing & Keesing, () budaya belajar merupakan pola kelakuan manusia yang berfungsi sebagai pedoman hidupyang dianut secara bersama.Sedangkan menurut Ember budaya belajar adalah sistem pembelajaran yang berlangsung dalam kehidupan masyarakat yang dilakukan secara terus menerus dengan melibatkan banyak pihak, termasuk didalamnya melibatkan pendidikan formal. Jadi dapat disimpulkan bahwa budaya belajar adalah pola atau sistem pembelajaran yang berlangsung dan dipakai dalam kehidupan masyarakat yang berfungsi sebagai pedoman hidup masyarakat tersebut.
Konsep budaya belajar ditafsirkan bukan sebagai kebiasaan-kebiasaan belajar yang bersifat statis, melainkan sebagai pengetahuan belajar yang dinamis yang bersifat fleksibel untuk menghadapi berbagai masalah perubahan yang berlangsung dilingkungannya. Budaya belajar diciptakan dan diprtahankan oleh masyarakat sebagai sarana untuk mempertahankan kehidupannya. Pola budaya belajarnya berlangsung pada 2 arah, yaitu sebagai pola bagi pewarisan dan juga dapat menjadi pola dari pewarisan. Sebagai pola bagi pewarisan berarti bahwa budaya belajar bersifat mempertahankan usaha pewarisan. Sedangkan pola dari pewarisan berarti budaya belajar dapat mengembangkan usaha pewarisan. Perbedaan antara satu masyarakat dengan masyarakat lainnya terletak pada percepatan perubahannya. Pola belajar suatu masyarakat akan mengikuti perubahan yang ada dimasyarakatnya. Implikasinya adalah dapat ditemukannya teori-teori perubahan budaya belajar dari masyarakat, baik dalam segi keluarga, masyarakat, nasional maupun global.
Penemuan teknologi informasi telah mendorong pengembangan budaya belajar. Pada umumnya budaya belajar masyarakat indonesia sesuai dengan karakter pembangunan itu sendiri yang pada dasarnya adalah suatu proses perubahan. Gejala global yang terjadi menjadi fenomena semakin minimnya budaya, baik secara langsung maupun tidak langsung yang berdampak pada percepatan pengembangan pola budaya belajar yang terjadi dalam suatu masyarakat.
Budaya belajar yang dilakukan oleh individu atau kelompok pada suatu masyarakat pada dasarnya ditunjukan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Fungsi budaya belajar akan terus dipertahankan ketika masih berdaya guna dalam mencaoai kebutuhan hidupnya. Budaya belajar akan dimodifikasi bahkan diubah apabila sudah dipandang tidak efektif lagi digunakan untuk pemenuhan kebutuhan hidup. Budaya belajar telah diciptakan, dipertahankan dan dikembangkan oleh suatu masyarakat agar individu atau kelompok dapat mempertahankan dan mengembangkan kehidupan.
Menurut Talcott Parson ada beberapa prasyarat-prasyarat dalm upaya mempertahankan den mengembangkan kebudayaannya.
1.     Adaptasi (adaptation)
Adaptasi merupakan suatu keharusan bagi sistem budaya belajar harus bisa menyesuaikan diri dengan lingkunagn yang dihadapi pada masyarakat disekitarnya.
2.     Pencapaian Tujuan (goal ettainment)
Pencapaian tujuan yaitu keharusan bagi sistem budaya belajar untuk bertindak dalam kerangka dalam pencapaian tujuan bersama.
3.     Integrasi (integration)
Integrasi yaitu keharusan bagi sistem budaya belajar untuk memiliki kemampuan agar tetap menjaga solidaritas dan kerelaan bekarja antar anggotanya.
4.     Latensi (latent pattern maintenance)
Latensi yaitu persyaratan fungsional yang mengarah pada keharusan sistem budaya belajar memiliki kemampuan menjamin tindakan yang sesuai dengan aturan-aturan dan norma-norma yang berlaku.
Upaya menciptakan budaya belajar pada suatu masyarakat akan senantiasa mengikuti perubahan dan sekaligus menyesuaikan lingkunagna bersangkutan. Nilai-nilai, notma-norma dan aturan-aturan dijadikan petunjuk dalam modifikasi budaya belajar agar dapat mencapai tujuan yang diharapkan.Proses pengubahan budaya belajar berlangsung secara terus menerus dalam hubungannya dengan pengalaman yang didapat dari lingkungannya melalui komunikasi simbolik. Pengembangan budaya belajar akan mengarahkan pada suatu program yang menyeluruh yang mencakup sejumlah pengetahuan, keterampilan dan kmampuan lain. Budaya belajar berikut pengembangannya adalah serangkaian tindakan dan stategi adaptif yang dipilih dan disesuaikan dengan lingkungan setempat.
Lingkungan keluarga sebagai unit sosial terkecil yang memiliki peranan besar bagi keberlangsungan budaya belajar. Lingkunagn keluarga menjadi awal bagi setiap individu dalam menggali kebudayaanya yakni melalui upaya sosialisasi dalam bentuk pola pengasuhan anak. Lembaga pendidikan sebagai sarana  budaya belajar yang dikelola oleh orang yang profesional berfungsi ganda, yaitu sebagai sarana mempertahankan nilai, norma dan aturan yang berlangsung dalam kehidupan dan sebagai sarana mengembangkan nilai norma dan aturan yang dibutuhkan dalam kehidupan masyarakat.

D.    Peran guru dalam mengembangkan antropologi pendidikan
Sejak dini anak harus diajarkan bagaimana untuk menumbuhkan kesadaran terhadap banyaknya keragaman yang terjadi di masyarakat. Anak harus diajarkan saling memahami saling menghargai melalui interaksi dan pembelajaran yang bermakna antar satu dengan yang lainnya. Maka pembelajaran sebaiknya berorientasi pada keragaman latar sosialnya. Adapun prinsip-prinsip yang harus diperhatikan oleh seorang pendidik antara lain:
1.     Penyelenggaraan pendidikan harus memperhatikan pada kesadaran adanya keberagaman
2.     Memahami dan mengenali pengalaman setiap individu peserta didik berdasarkan pada etnis dan keturunan
3.     Orientasi pelayanan bertolak dari kondisi keberagaman menuju kebersamaan
4.     Kiat menunjukan perbedaan untuk membangun kesamaan dan tidak memperbesar perbedaannya.
Konsep hubungan antara pendidik dan interaksi sosialisasi memberikan harapan bagi setiap orang untuk dapat menaikan status/golongan didalam status sosialnya. Konsep ini akan dapat dijadikan acuan oleh para guru untuk memberikan dorongan atau motivasi bagi para siswanya agar mereka belajar untuk mencapai prestasi yang setinggi-tingginya dan belajar sampai jenjang pendidikan tertinggi. Guru hendaknya dapat memberikan contoh atau teladan mengenai interaksi sosialisasi tersebut. Sangat tidak diharapkan apabila guru tidak yakin dengan kemampuan siswanya dan memandang rendah para siswanya tersebut khususnya yang berasal dari golongan rendah. Sikap guru yang seperti itu akan menghalangi untuk terjadinya mobilitas sosial. Para guru hendaknya menyadari betul bahwa pendidikan khususnya sekolah memiliki fungsi interaksi sosial yang tinggi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar